Sunyi. Hanya suara jam dinding yang terdengar menemani. Mataku belum bisa terpejam setelah selesai membuat pembatas tempat tidur. Lampu kuning masih menyala menerangi kamar. Aku merasa gugup. Jun Hee pun sepertinya sudah terlelap, aku tidak berani menoleh padanya.
Dugaanku salah, Jun Hee belum tidur. Dia bangun dan kini duduk di pinggir tempat tidur. Aku pura-pura memejamkan mata, di saat seperti ini rasa penasaranku kembali muncul . Apa yang akan pria itu lakukan saat melihat seorang wanita tidur di sampingnya?
Ranjang bergerak membuat jantungku menggila. Bau maskulin tercium dari hidungku. Aku bisa merasakan pria itu berada di atas tubuhku. Napasku tercekat saat merasakan napasnya menerpa kulitku.
Klik…
Lampu tidur padam membuat mataku spontan terbuka. Aku bisa melihat seseorang tengah menindihku.
“AAAA…”
Klik…
Kamar kembali terang. Aku tidak membuang kesempatan untuk melindungi diri. Selimut tebal kini membungkus tubuhku. Jun Hee tertawa. Apanya yang lucu, dia hampir menyentuhku. Aku menjauh dari jangkauannya.
“Ternyata dugaanku benar, kau hanya pura-pura tidur,” ujarnya.
Wajahku memanas. Dia ternyata sedang mengerjaiku. Gadis mana yang tidak takut saat berdua dengan pria asing di sebuah kamar.
“Tidur atau pun tidak itu bukan urusanmu,” sahutku.
“Apa jangan-jangan kau berharap kita melakukan ‘itu’?”
Wajahku terasa semakin panas. Aku wanita dewasa, mendengar kata-kata seperti itu membuatku memikirkan hal-hal aneh. Apa lagi yang akan dilakukan seorang pria dan wanita dalam satu ruangan di saat honeymoon.
“m***m,” ujarku sambil menatapnya kesal. Jun Hee turun dari ranjang. Pria gila itu tersenyum aneh padaku dan sialnya membuatnya semakin tampan.
Jun Hee menatapku sambil membuka baju kaosnya. Entah apa yang akan dilakukan pria itu yang jelas aku mulai gemetar.
“Kenapa kau membuka bajumu?”
Tidak ada jawaban dari pria itu. Jun Hee tersenyum misterius.
Aku beringsut ke pojok ranjang. Bersiap-siap untuk berteriak jika Jun Hee ingin melakukan sesuatu. Aku tidak peduli dengan pikiran orang-orang yang menganggap diriku aneh berteriak malam-malam.
Aku mulai menutup mata saat Jun Hee melepas ikat pinggangnya. Jantungku berdegub kencang, inikah akhir masa gadisku?
“Jangan macam-macam! Aku akan berteriak jika kau menyentuhku,” ancamku.
Aku tidak berani lagi membuka mata saat mendengar ikat pinggang itu jatuh ke lantai. Ranjang kembali bergerak membuat tubuhku bergetar. Jun Hee kembali bergabung di atas tempat tidur. Sepertinya pria itu tidak peduli dengan ancamanku.
“Aku tidak menyentuhmu. Aku lebih suka ukuran yang lebih besar.”
Tubuhku meremang saat mendengar ujaran Jun Hee. Aku merasa dihina, apa bedanya besar dan kecil? Dasar piktor.
“Apa yang kau maksud besar dan kecil?” tanyaku.
Entah dari mana aku mendapat keberanian untuk menatap pria m***m itu. Jun Hee tersenyum miring. Pria itu terlihat santai saat aku marah. Bahkan sekarang Jun Hee membaringkan tubuhnya dengan nyaman di atas kasur.
“Aku mengatakan sejujurnya.”
Jun Hee memjamkan matanya, pria itu tidur bertelanjang d**a dan hanya memakai celana pendek.
“Pakai kembali bajumu,” ujarku.
Aku merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Aku risih apalagi Jun Hee terlihat semakin…. ehm seksi.
“Aku kepanasan.Kipas angin tidak cukup mendinginkan ruangan,” ujarnya sambil memunggungiku.
Aku mencebik kesal saat mendengar suara dengkuran halus. Mungkin benar Jun Hee kepanasan sampai tidak bisa tidur. Buktinya setelah membuka baju pria itu langsung terlelap.
Aku ikut berbaring memunggungi Jun Hee, mataku mulai mengantuk dan tidak kuat untuk terbuka.
***
“Aku baik-baik saja, Ray, jangan khawatir. Apa kau merindukanku?”
Aku terkekeh geli mendengar kekhawatiran Raya, sahabatku yang satu ini sangat berlebihan. Baru satu hari kutinggal dia sudah menanyakan kapan aku pulang. Ya, mungkin bukan sepenuhnya rindu tapi dia mau oleh-oleh. Katanya buah tangan pemberian orang yang datang dari bulan madu bisa membawa mereka ke pelamian.
Cih, cerita macam apa itu? Aku tidak pernah mendengarnya. Raya pasti sedang membohongiku dengan mitos karangannya sendiri.
“Kau sudah siap?”
Aku menoleh pada Jun Hee yang sudah siap untuk pergi. Pria itu terlihat sangat dewasa dan keren. Apa pun yang Jun Hee kenakan selalu pas di tubuhnya. Orang tampan pakai baju robek-robek pun masih terlihat keren.
“Raya, aku tutup dulu,ya. Aku mau pergi. Bye.”
Aku memutus panggilan kami . Aku tidak mau Jun Hee menunggu lama. Dia sangat disiplin dengan waktu.
“Aku sudah siap.”
Jun Hee menatapku dari atas sampai bawah. Apa ada yang salah dengan penampilanku? Aku hanya mengenakan kaos putih, celana jeans dan flat shoes. Aku rasa penampilanku tidak buruk. Tapi kenapa pria itu menatapku seperti itu?
“Kau yakin berpakaian seperti itu? “
Aku mengangguk dengan mantap. Tidak ada yang salah, penampilanku masih sopan. Bahkan sangat sopan.
“Aku harap kau tidak akan tenggelam memakai jeans.”
Jun Hee melewatiku begitu saja. Apa salahnya snorkling memakai celana Jeans, tidak ada yang melarangnya kan?
“Hei, jangan melamun. Cepat kemari, aku sudah lapar,” teriak Jun Hee.
Aku mengikutinya dari belakang. Kami berjalan ke sebuah bangunan yang berada di tengah-tengah resort. Inilah tempat jamuan makan yang disediakan pihak penginapan.
Jun Hee memilih meja di pojok ruangan. Satu hal yang baku ketahui bahwa Jun Hee tidak suka diperhatikan.
“Ini, kuberikan untukmu.”
Jun Hee memberikanku sebuah buku kecil namun tebal. Aku menatapnya ingin tahu buku apa ini.
“Itu milik mendiang istriku. Bukankah kau mau melihatnya?”
“Kau yakin ingin memberikan buku ini padaku?”
Aku tidak menyangka Jun Hee akan memberikannya dengan sukarela.
“Aku tidak akan memberikannya padamu jika kau berubah pikiran,” ucapku lagi.
Namun Jun Hee terlihat santai, ia benar-benar yakin memberikan buku ini padaku. Jun Hee tidak terlihat seperti pria patah hati. Aku jadi ragu kalau Jun Hee mencintai istrinya.
“Aku tidak perlu buku itu. Aku akan mengenangnya dalam ingatanku.”
Aku tersenyum, ternyata Jun Hee bisa bersikap manis juga. Aku pikir pria itu benar-benar cuek. Senyumku perlahan memudar saat melihat Kevin dan Raina menghampiri. Aku lupa akan keberadaan mereka di resort ini.
“Kalian sudah sarapan?” tanya Raina ramah.
Aku hanya menggeleng dengan senyum tipis. Melihat kecantikan Raina membuat aku menyesal memilih pakaian biasa untuk sarapan. Tentu saja aku tidak mau kalah dari wanita itu. Terutama di depan Kevin.
"Mau makan bersama?"
"Baiklah," ujarku singkat.
Kami berempat ikut mengantri untuk mengambil sarapan dan sialnya kenapa Kevin berada tepat di belakangku? Harunya ia menemani istrinya.
“Ayam goreng kesukaanmu,” bisik Kevin membuat jantungku berdebar.
Kami begitu dekat. Kulirik Raina yang berjalan di depan, perempuan itu bahkan tidak mencari suaminya.
“Tentu. Semua orang juga suka,” ujarku sekenanya.
Kutatap Jun Hee yang berada di belakang Kevin. Pria itu terlihat biasa saja melihat kami berdekatan. Sepertinya ia benar-benar tidak peduli.
Setelah mengambil sarapan kami pun kembali ke meja . Suasana terasa sangat kaku.
“Aku tidak menyangka kita bertemu lagi di sini,” kata Raina setelah kami semua duduk di meja makan.
“Bukankah ini sebuah takdir?” Kevin menimpali.
Aku menatapnya sekilas, entah kenapa tatapan itu membuatku risih.
“Sepertinya kalian sangat akrab,” ujar Jun Hee tiba-tiba. Untuk pertama kalinya pria itu bertanya.
“Kami sahabat,” ujarku singat.
Hubungan persahabatan kami sangat rumit. Bahkan sampai sekarang aku tidak yakin mereka sama seperti dulu.
“Tentu, kami sangat dekat. Aku adalah mantan kekasih Sasya,” ujar Kevin.
Bukannya menatap Kevin, Jun Hee dan Raina menatapku. Aku bisa melihat raut wajah Raina yang berubah. Aku mengutuk Kevin yang berbicara asal seperti itu. Raina pasti mengingat kejadian masa lalu yang membuatku harus putus dengan Kevin.
“Itu hanya masa lalu,”ujarku. “Sekarang kita sudah mempunyai pasangan masing-masing.”
Kurangkul lengan Jun Hee dengan mesra untuk meyakinkan Raina jika aku tidak menyukai Kevin lagi.
“Apa kalian mau ikut snorkeling? Sepertinya seru jika kita bersama-sama,” ujar Raina mengalihkan pembicaraan.
Kutatap Jun Hee penuh harap agar menolaknya. Walau hari ini kami juga merencanakan hal itu,. Namun sayang Jun Hee tidak mau bekerja sama. Pria itu menyetujui usulan Raina. Aku mendesah kesal, itu artinya aku akan bersama Raina dan Kevin seharian.
Sepertinya Jun Hee sengaja membuatku kesal hari ini, lihat saja ia tersenyumnya lebar sampai membuat mata itu menyipit.
Setelah selesai makan kami bersiap untuk snorkeling. Melihat orang-orang yang memakai bikini dan pakaian renang membuatku malu. Jun Hee tersenum menatapku yang kikuk.
“Kau masih belum mau berganti pakaian?”
Jun Hee menunjuk Raina dengan dagunya. Gadis itu memang cantik apalagi hanya mengenakan bikini. Siapa pun pasti akan menyukai bentuk tubuhnya. Aku merasa tidak percaya diri dengan penampilanku.
“Aku akan berganti baju,” ujarku.
“Jangan pakai daster,” ledek Jun Hee sebelum terjun ke air.
Aku bergegas kembali ke kamar, mencari pakaian yang cocok untuk berenang. Aku tidak mau memakai bikini seksi yang mempertontonkan tubuhku.
Suara pintu depan terbuka. Aku terdiam sejenak, apa mungkin itu Jun Hee? Tapi bukankah dia sedang berenang.
Aku berbalik merasakan seseorang menutup pintu kamar.
“Kevin… apa yang kau lakukan di sini?”
Kevin berjalan mendekat membuatku memundurkan langkah. Aku mulai was-was.
“Aku merindukanmu Sasya. Aku masih mencintaimu,” ujarnya.
Aku terdiam. Ini salah, Kevin sudah memilih Raina di sisinya, mana mungkin pria itu masih mencintaiku. Hubungan kami sudah berakhir cukup lama.
“Kevin sadarlah, kau sudah menikah.”
Kevin menarik tanganku. Jarak kami begitu dekat, kini tangan Kevin memeluk pinggangku. Aku mencoba melepaskan dekapannya namun Kevin mendorongku hingga jatuh ke ranjang. Aku mencoba menghindar namun Kevin dengan cepat mengunci kedua tanganku di atas kepala.
“Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan aku!” teriakku. Namun Kevin hanya tersenyum.
“Jangan munafik Sasya, kau bahkan membiarkan Jun Hee menikmati bibirmu.”
Air mataku meleleh, selama aku hidup belum pernah aku dilecehkan seperti ini. Kevin berubah. Dia bukan Kevin yang aku kenal.
“Aku akan berteriak jika kau tidak melepaskanku,” ancamku.
Kevin tertawa, aku rasa dia sudah gila. Dia seperti seorang psikopat.
“Berteriaklah, tidak akan ada yang mendengarmu. Mereka terlalu asik bermain air.” Kevin membelai pipiku. Aku merasa jijik disentuh pria itu.
“Aku membencimu.”
Aku memberontak saat Kevin ingin mencium bibirku. Aku tidak akan membiarkannya melakukan hal yang lebih dari ini.
“Kau bukan Kevin yang aku kenal. Aku membencimu!”
Kevin menyeringai, ia terlihat seperti iblis. “Ya, Kevin yang dulu sudah pergi.”
Aku memalingkan wajah saat ia ingin menyentuh pipiku. Aku tidak sudi melihat wajahnya lagi.
“Aku membenci Jun Hee. Dia telah berani menciummu. Hanya aku yang boleh menyentuhmu sekarang.”