Kencan Pertama

2179 Words
Selain meminta Shaman dan Mata Tengah Malam untuk melacak keberadaan ular Sawa, Unyis X juga meminta agar Shaman terus mengawasi kampung Batu Kunawa. Unyis X tidak tahu, kekuatan macam apa yang dirasakan oleh Shaman saat itu, namun Unyis X merasakan perasaan yang serupa dalam beberapa hari terakhir. Perasaannya pun tak enak, seakan merasakan hawa tidak bagus sedang mengintai kampung mereka. Dia harap, itu tidak berhubungan dengan musim kawin yang akan dia jalani nanti. Unyis X mengharapkan musim kawin quarter ke 3 dan terakhir tahun ini akan berjalan dengan lancar serta tidak akan menimbulkan masalah atau perang dalam skala yang besar. "Baiklah, kalian boleh pergi dan melanjutkan aktivitas kalian masing-masing." Kata Unyis X. "Saya dan Mata Tengah Malam akan berusaha secepatnya untuk dapat menemukan lokasi ular itu." Kata Shaman berjanji. "Mungkin besok pagi atau siang kami sudah bisa memastikan lokasinya, dengan catatan memang ada seekor ular Sawa yang bersembunyi di kampung ini." "Sisanya serahkan pada kami," sahut Kitty menatap Shaman. "Ya, kami akan mengurus sisanya, Nyonya Unyis." Timpal Kital. "Anda bisa fokus dalam persiapan musim kawin anda saja. Masalah ini biar kami yang akan menanganinya." Sahut Senru. "Tapi setiap perkembangannya akan kami laporkan pada anda," "Ibu ikut musim kawin...!?" tanya Rimpu sedikit menegakkan kepalanya dalam posisi masih tebahan. Rupanya tadi dia mendengar obrolan tentang Unyis X yang akan menjadi pingitan di musim ini. "Astaga, Rimpu mendengar," gumam Senru. "Tidak apa-apa. Cepat atau lambat dia juga pasti akan tahu, kalian pergilah. Biar aku yang memberitahu Rimpu, ini bukan masalah besar." Kata Unyis X. "Baik kalau begitu, Nyonya Unyis, kami izin pamit dulu." Kata Izul. "Serahkan pada kami, Nyonya." Sahut Kitty. Kitty, para anggota Kumis Bayangan dan Shaman juga Muru, kemudian beranjak pergi dari loteng rumah Rida. Sementara itu Unyis X harus menghadapi segala pertanyaan dari Rimpu. Dia tidak tahu akan seperti apa penerima Rimpu setelah mendengar bahwa ibunya akan menjadi pingitan di musim ini. Unyis X masih menahan-nahan untuk memberitahu Rimpu dengan anggapan Rimpu tidak akan bisa menerima itu atau menerimanya, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Toh Rimpu masih berusia sangat muda untuk dapat memahami secara benar apa itu getaran cinta dan musim kawin. "Ibu, apa benar ibu akan menjadi pingitan tahun ini?" tanya Rimpu kembali. "Ibu sudah menjelaskan apa itu pingitan dan musim kawin, tapi kenapa ibu tidak memberitahuku bahwa tahun ini ibu sendiri akan melakoninya?" "Ibu hanya menunggu waktu yang tepat saja nak. Sebenarnya ibu sudah akan memberitahumu, tapi ...." "Tapi apa ibu? Tidak ada salahnya kalau ibu memberitahuku. Kenapa harus merahasiakannya segala? Kalau ibu menjadi pingitan, aku akan mendukung ibu. Toh ibu bilang hal seperti ini sudah seharusnya terjadi bukan?" "Maaf ibu tidak memberitahumu secepatnya, Rim. Ibu tidak sadar kau sudah beranjak dewasa dan bisa menerima semua ini. Ibu salah, maafkan ibu ya." "Tidak apa-apa ibu. Apapun yang ibu lakukan, tugas yang ibu kerjakan, aku akan selalu mendukung ibu. Ibu bukan hanya ibuku, tetapi juga idolaku. Walau kau bukan induk kandungku, tapi ibu sudah menjadi bagian dari hidupku sekarang ini. Aku akan selalu mendukung setiap keputusan ibu." "Terima kasih nak. Ibu senang mendengarnya." "Bagaimana hasil perbincangan kalian? Apa memang ada ular di kampung kita ini ibu? Apa kalian sudah menemukannya...?" "Tidak Rim, belum. Masih perlu sedikit waktu untuk dapat menemukan ular itu. Tetapi kita akan segera mengetahuinya besok. Kau ingat kan apa yang ibu katakan? Jangan coba-coba melakukan apa yang ibu larang. Jangan terlibat dalam kasus ini tanpa sepengetahuan ibu, kau paham?" "Astaga, ibu! Berapa kali kau harus memberitahu itu? Aku akan menuruti segala perintah ibu." "Iya, iya, ibu percaya. Sekarang kita tidurlah. Ini sudah larut malam." "Apa tuan Rida sudah pulang Bu...?" tanya Rimpu. "Aku ingin tidur di dekat tuan Rida jika ia sudah datang." "Entahlah nak. Sepertinya sudah datang, ibu juga tidak mendengarnya. Ibu terlalu fokus dengan pertemuan tadi dan ibu juga sempat tertidur sebentar. Kau periksalah di kamarnya, biasanya kamar tuan Rida juga memang tidak dikunci dari dalam," "Baik Bu, aku akan turun dan tidur di kamar Rida dulu." "Baiklah nak, sampai besok." Rimpu lalu menuruni anak tangga dan langsung masuk menuju kamar Rida. Kamarnya memang sedang tidak dikunci. Kemungkinan besar Ahmad Rida memang sudah pulang. Rimpu memeriksanya, dan menemukan tuan Ridanya sudah berada di kamar. Rida sedang duduk fokus diatas meja kerjanya sembari masih menatap layar laptop. Jam sudah menunjukan pukul setengah 1 malam tetapi Ahmad Rida masih aktif mengetik di laptopnya. Benar-benar seorang pekerja keras. Tanpa memperdulikan betapa sibuk dan capeknya Rida, Rimpu mengganggunya dengan naik keatas meja. Rida hanya tersenyum lebar menatap kucing Oren putih kesayangannya datang mengunjunginya. Alih-alih marah, Rida merasa kedatangan Rimpu bagaikan jeda yang membuatnya relaks sejenak. Melepas sebentar kepenatan kerja. "Rimpu, kau mau tidur disini...? Baikah, tidurlah disana." Kata Rida menunjuk tempat tidurnya. "Ayo, ayo!" Rida memberi isyarat dengan suara. Rimpu mengerti. Dia langsung menuju tempat tidur Rida dan berbaring disana. Rida mengelus-ngelus Rimpu sebentar. Setelah itu ia melanjutkan aktivitas mengetiknya dengan kembali ke meja kerja. Rida sedang merampungkan sebuah essai dan ia juga mempersiapkan sebuah buku pengayaan agama yang sedang direncanakan akan diterbitkan oleh salah satu penerbit besar. Rida menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan meregangkan otot-otot leher. Lengan kanannya menyentuh pundak kirinya seraya memijat-mijatnya dengan lembut. "Andai sudah punya istri, pasti ada yang merawatku dan mungkin akan memijatku ketika lelah." Gumam Rida, mengeluarkan hasrat terdalam hatinya. Tidak lama setelah Rida mengucapkan itu, ponselnya berbunyi. Dia lalu melihatnya. Siapa yang mengiriminya pesan WA di jam seperti ini? Rida memeriksanya, ia melihat sebuah pesan yang dikirim oleh salah seorang teman wanita dikontak WA-nya. Pesan itu ternyata datang dari Aprillia. "April? Ada apa ya," gumam Rida sembari membuka isi pesannya. RIDA, BELUM TIDUR? KULIHAT LAMPU KAMARMU MASIH MENYALA. KAMU APA KABAR...? Di dalam pesannya, Aprillia juga menanyakan kabar Rida karena akhir-akhir ini mereka sudah jarang sekali bertemu walau tetanggaan. Sebenarnya Rida dan Aprillia sudah jarang sekali mengobrol karena kesibukan mereka masing-masing. Keduanya hanya sempat bertegur sapa saja jika kebetulan berpapasan di pagi hari. Rida terkejut ketika Aprillia mengiriminya sebuah pesan di malam hari begini. Tidak biasa-biasanya, pikirnya. Isi pesan itu seakan menghangat hatinya diantara suasana malam yang dingin dan melelahkan. Rida bingung, dia harus membalas apa? Apa harus kubalas? Pikir Rida. "Akan terasa sangat tidak sopan jika malam-malam seperti ini kukirim pesan padanya, tapi ... juga tidak sopan jika tak kubalas pesan Aprillia ini. Kasihan dia," Rida bimbang. "Lagipula bukan aku yang kirim pesan duluan kan? Baiklah, jadi tak apa jika kubalas saja." Tangannya berkali-kali mengetik dan menghapus huruf-huruf di layar ponselnya. Bingung menyusun kata-kata untuk balasannya. Ini sudah hampir sepuluh menit. Rida merasa ini sudah terlalu lama sejak ia menerima pesan Aprillia. Aprillia mungkin saja sudah tidur. Kalau aku mengirimkan pesannya sekarang, mungkin saja itu akan mengganggunya dan membuatnya terbangun, pikir Rida. Dia mulai mengurungkan niatnya untuk membalas pesan dari Aprillia. "Ah, besok saja." Kata Rida. Sementara itu, beberapa petak rumah jauhnya terpisah dari tempat Rida berada, di kamarnya Aprillia sedang menutupkan sebuah bantal ke wajah. "Apa yang kulakukan, apa yang kulakukan, apa yang kulakukan ...." gumamnya, masih menutupkan bantal ke seluruh mukanya karena malu. Aprillia menyingkirkan bantal yang sedari tadi menutup wajahnya lalu menghela nafas. Dia berkali-kali melihat layar ponselnya. Kali ini dengan raut wajah malu serta sedikit kecewa. "Tuh kan, dia gak balas. Jelas aja dia gak balas, ini sudah jam berapa coba. Apa yang kulakukan sih tadi? Iiihhh ... Aprillia, bodohnya dikau! Mengiriminya pesan seperti itu di jam seperti ini. Gadis macam apa aku ini? Rida pasti berpikirnya aku gadis aneh dan tak tahu malu. Aku jadi malu banget nih sumpah. Kenapa sih harus mengiriminya pesan tadi?" Aprillia mengubah posisinya menjadi tiarap. Kali ini ia meletakan bantal diatas kepala belakangnya. Ponselnya lalu berbunyi. Menandakan adanya sebuah pesan yang masuk. Aprillia bergeming. Dia tak percaya ada sebuah pesan masuk. Apa itu balasan dari Rida? Tapi ini sudah lebih 15 menit sejak ia mengirimkan pesannya ke Rida. Apa itu memang balasan dari Rida? Aprillia ragu untuk membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan yang masuk disana. Dia takut kecewa itu bukan pesan balasan dari Rida dan hanya pesan pemberitahuan dari operator semata. Dan jika benar itu pesan dari Rida, Aprillia juga teramat malu untuk melihat balasannya. Dia malu dengan tindakannya yang ujug-ujug tanpa sebab telah mengirimi Ahmad Rida pesan di malam hari. Aprillia sangat ingin memeriksanya tapi dia hanya duduk di pojokan tempat tidurnya sambil menatap ponsel dari kejauhan yang ada di atas tempat tidurnya. Dia duduk manis sembari menggigit jari, ragu untuk memeriksa isi pesan itu. Tapi Aprillia juga penasaran apa isi pesannya, hanya saja dia malu. Tak lama, ia dikejutkan dengan sebuah panggilan telepon masuk. Aprillia kelabakan dibuatnya. Rida menelpon? Gumamnya. Apa itu benar Rida yang menelpon? Aprillia langsung mengambil ponselnya dan memeriksa. Jantungnya hampir copot! Itu memang sebuah panggilan dari Ahmad Rida. "Apa yang harus kuperbuat? Angkat, tidak. Angkat, tidak. Duuhhh, gimana nih," Aprillia panik. Tanpa pikir panjang, Aprillia langsung mengangkatnya. "Ha ... halo," "Malam," sapanya. Suara itu memang suara Rida. Aprillia tak menyangka akan mendengar suara lelaki pujaan hatinya di jam seperti ini. "April? Maaf jika aku menelponmu di waktu seperti ini," "Eng, nggak–gak papa, kko-kok." "Aku tadi mau balas tapi kupikir sebaiknya kutelepon saja. Toh kita jarang banget ngobrol akhir-akhir ini. Ya kan? Untungnya kamu belum tidur, kalau nggak kan aku ganggu jadinya." "Ahhh," gumam halus Aprillia seraya mengipas-ngipaskan jari jemarinya ke arah muka. Dia merasa sangat bahagia sampai lupa harus berkata apa. "Halo, April? April ngantuk ya? Kalau ngantuk kututup aja ya, daah." "Jaa–jangaaan! Emm maksudku, lagi nggak ngantuk kok. Belum, hehe." "Oh, kirain ngantuk. Soalnya tadi nggak jawab. Bener nih, aku nggak ganggu?" "Gak ganggu kok, Rid. Emm, beneran." Apaan sih? Aprillia menutup matanya sambil meringis. Dia merasa sangat malu dan kikuk ketika benar-benar teleponan sama Rida. "Kamu apa kabar, Pril?" tanya Rida halus. "Baik, sehat, baik kok." Jawab Aprillia dengan gelagapan. "Alhamdulillah. Aku senang kamunya sehat." Jawab Rida. "Oh ya, tadi nanya kenapa aku belum tidur jam segini ya? Iya nih, masih sibuk ngerjain sesuatu. Tapi ini juga mau istirahat sebentar lagi kok. Kamu juga, kenapa belum tidur?" "Lagi belum ngantuk, Rid." "Oh, iya." "Emmm," Aprillia benar-benar mati gaya dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia benar-benar tidak bisa diandalkan untuk memperpanjang sebuah obrolan. Padahal baginya bisa ditelpon oleh Rida seperti ini benar-benar momen yang langka dan tak biasa. "Pril?" tanya Rida. "Eh, iya Rid?" "Aku senang kamu kirim pesan nanyain kabar." Tegas Rida. "Tadinya aku sangat lelah, tapi pas kamu kirim pesan rasanya kok lelahku berkurang ya. Makasih, dah perhatian dengan nanyain kabar." Kata Rida dengan polos dan blak-blakan. Rida tidak sadar, kejujurannya itu bagai hujaman pisau cinta yang mematikan bagi Aprillia. "Kamu senang? Ke-kenapa...? Wajar kan nanyain kabar temannya, atau tetangganya," jawab Aprillia. "Jelas senang lah, Pril. Lelaki mana yang tak senang diperhatiin sama seorang wanita begitu?" "Jadi karena hanya aku seorang wanita nih...?" ledek Aprillia. Rida sedikit tertawa. "Yaaa nggak juga sih. Emm, bukan karena wanitanya, tapi karena kamunya. Aku ... senang ditanyain kabar sama kamu." Lagi-lagi Aprillia tak bisa berkata-kata. Jantungnya kembali berdebar-debar, kali ini ke level maksimum. Perkataan Rida barusan benar-benar sebuah hembusan cinta dan getarannya yang langsung meluluh-lantahkan hati Aprillia. Seakan sebuah gayung bersambut. Gadis mana yang tak senang digombalin oleh orang yang dia suka...? "Pril, ini sudah malam. Udahan dulu ya, aku mau tutup teleponnya. Nggak baik telepon-teleponan jam segini. Setannya banyak," canda Rida diselingi tawa. "Mending waktu khusyuk seperti ini dihabiskan untuk bercengkrama mesra dengan sang pencipta. Sholat tahajud!" "Ya udah, tutup aja, Rid. Senang kamunya nelpon." Kata Aprillia sudah cukup puas malam ini ia ditelpon oleh sang pujaan hatinya. "Besok sabtu, kamu ada waktu nggak?" tanya Rida tiba-tiba. "Apa? Emm, nggak ada sih. Luang, emang ... kenapa? "Kita jalan yuk," ajak Rida. "Jalan? Kemana?" "Kemana aja. Cafe, warteg, stand minuman pinggir jalan, terserah. Jalan yuk, biar kita bisa ngobrol bareng, berdua." Kata Rida. "Emm, bisa! Bisa banget ... kok." Kedua kaki Aprillia seketika lemas dibuatnya. "Ok deh. Nanti kukabarin lagi ya." "Iya, nanti ... kabarin aja." "Ya sudah. Assalamualaikum. Malam, Aprillia." "Waalaikumussalam, malam juga, Rida." Rida mematikan teleponnya. Aprillia spontan berteriak histeris, lalu langsung menjejalkan salah satu telapak tangannya ke mulut. "Apa aku berteriak terlalu keras? Apa sampai terdengar ke sebelah rumah Rida?" gumamnya. Setelah Rida menutup teleponnya, Rida tersenyum simpul. Rida lalu membereskan kertas dan laptop di mejanya lalu beranjak tidur dimana Rimpu dengan sangat lelap telah tertidur di ranjangnya. Rida tersenyum dan mengelus-elus Rimpu sebentar seraya ia membaringkan tubuh lelahnya perlahan ke atas tempat tidur yang empuk dan nyaman. "Bismillah, ya Allah ..." gumam Rida bersiap untuk istirahat. Sementara di kamar Aprillia, wanita berhijab itu masih terlihat menutupkan kedua tangan ke mulutnya seakan tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Ajakan jalan berdua bersama Rida. Rida sendiri yang mengajaknya. Ini merupakan ajakan kencan pertama dari Rida untuknya setelah sekian lama. Tak terkira betapa bahagianya Aprillia saat ini. Ia langsung mencak-mencak jingkrak di atas tempat tidurnya seraya menari-nari dengan manja karena saking senangnya. Saking bahagianya, Aprillia mengangkat Lupix yang sedari tadi tidur melingkar di dekatnya. "Eh, ada apa ini...? Eh? Kenapa ini...?" tanya Lupix terbangun sia-sia. Kucing itu harus menjadi korban akibat getaran cinta yang baru saja mulai terbangun diantara kedua manusia. Impian Aprillia seketika menjadi nyata. Bisa lebih dekat dengan Ahmad Rida.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD