Sawa//:Piton

2293 Words
Keesokan harinya, Unyis X memanggil para punggawa Shadow Whisker; Senru, Kital, dan Alik. Sementara Izul bersama sang ketua Kitty sedang ada urusan yang harus mereka urus terlebih dahulu. Mereka berdua mengurus masalah perseteruan antara komplotan yang dipimpin oleh Koyak dan Cetar yang sedang berseteru. Kitty melimpahkan segala urusan pada tangan kanannya, Kital, untuk menemui Unyis X. Unyis X hendak membahas hilangnya seekor kucing bernama Encup sejak kemarin. Sebelumnya Unyis X telah memindai seisi kampung dan menjelajah sendiri empat buah G4ng pada malam hari secara diam-diam tanpa Rimpu ketahui untuk mencari keberadaan Encup. Hasil pencarian Unyis X nihil, tidak ada tanda-tanda dimana Encup berada. Maka untuk pencarian yang lebih komprehensif Unyis X meminta bantuan Kitty beserta Kumis Bayangannya. "Kalian sudah mengerti kan, apa yang harus dilakukan?" "Iya Nyonya Unyis. Kami juga baru tahu kalau ada kucing kecil yang menghilang sejak beberapa hari." Sahut Kital. "Biasanya itu lumrah terjadi. Bisa saja kucing itu diambil orang atau dibawa ke suatu tempat, tapi seperti yang sudah kami beritahukan kepada anda, Encup bukanlah satu-satunya kucing yang menghilang." "Duski, kucing kecil keluarga Imron juga menghilang beberapa hari yang lalu." Timpal Senru. "Waktu menghilangnya jika diteliti, hampir berbarengan dengan waktu menghilangnya si Encup." "Duski dari G4ng Sembilan itu?" tanya Unyis X. "Kasihan sekali keluarga Imron, harus kehilangan kucing mereka." "Benar, dia juga kucing yang masih kecil." Sahut Alik. "Jadi bisa kita simpulkan bahwa kasus menghilangnya anak-anak kucing kali ini bukanlah kasus biasa. Mereka yang hilang adalah kucing kecil dengan usia yang hampir sama, para Kitten yang masih belum berdaya, kita bisa simpulkan apa dari ini?" "Hmmm, kalau itu," Senru memikirkan satu kemungkinan. "Itu sudah lama sih tidak terjadi disini. Tapi kita juga perlu bukti lanjutan jika memang benar makhluk itu pelakunya." "Itu...? Tapi teman-teman Kumis Bayangan yang lain tidak pernah menemukan adanya tanda-tanda dari hewan itu di kampung ini selama ini. Jika memang ada pun, Kumis Bayangan pasti sudah bisa mengendus keberadaannya. Apa mungkin?" Sahut Kital. "Kalian memikirkan itu?" tanya Unyis X. "Aku setuju, kemungkinan besar memang makhluk itu, tapi dimana? Kenapa Kumis Bayangan sampai tidak menyadari keberadaannya?" "Anda pun pasti tahu kenapa, Nyonya Unyis." Timpal Alik. "Benar, kemampuan untuk berkamuflase dan menutup sinyal kehadiran adalah keahlian mereka. Itu bisa dilakukan oleh hewan tersebut," jawab Unyis X. "Jika memang seperti itu, kita bisa memanggil Mata Tengah Malam untuk menemukannya. Mereka pasti bisa menemukan dimana hewan itu berada." "Jika benar hewan itu, kita harus secepatnya menangkapnya. Ini tidak bisa dibiarkan begitu lama, akan ada banyak korban yang menjadi mangsanya," kata Senru. Rimpu yang mendengarkan pembicaraan mereka, tidak tahu menahu makhluk atau hewan apa yang sedang dibicarakan oleh Unyis X dan para Kumis Bayangan. Rimpu menoleh pada Rimpam di pojokan yang sedang rebahan santai sambil memperhatikan musyawarah para Kumis Bayangan dengan Unyis X. "Hewan apa yang mereka maksud, tuan Rimpam?" tanya Rimpu. "Hmmm, tanyakan sendiri saja sama ibumu." Jawab Rimpam. "Apa itu makhluk yang berbahaya? Apa seperti Remover?" "Berbahaya bagi manusia, tapi tidak untuk kita para kucing. Untuk kucing, hanya berbahaya bagi mereka yang masih kecil saja. Makhluk itu tidak membahayakan dan bisa dikalahkan dengan mudah hanya dengan wisa yang ada di cakar kita. Makhluk itu masih makhluk fana seperti kita, berbeda dengan Remover." Makhluk yang hanya bisa dikalahkan dengan wisa di cakar kucing? Makhluk seperti apa itu? Rimpu semakin penasaran dengan hewan yang dimaksud oleh Rimpam. "Baik, semua sudah diputuskan. Kalian kembalilah, lakukan pencarian sebisa kalian. Senru, kau lacak dan carilah informasi dimana jalur jelajah Encup biasanya. Kital dan Alik, kalian berdua segera cari Shaman atau kucing hitam yang lain. Mata Tengah Malam bisa membantu kita mencari hewan itu jika memang benar hewan itu ada di Batu Kunawa ini." "Kenapa harus Shaman? Di Kumis Bayangan kan kita juga ada seekor kucing hitam." Kata Senru. "Siapa?" tanya Alik. "Maksudmu senior Batman...?" "Iya, Batman." "Senru, dia hanya separuh kucing hitam. Apa kau tidak lihat coraknya putih dan hitam? Walau warna tubuhnya dominan hitam, tapi Batman tidak bisa dikategorikan sebagai kucing hitam. Dia tidak memiliki kemampuan mata ketiga layaknya kucing hitam murni." Tandas Alik. "Eh, begitu ya? Aku baru tahu, hehe." Sahut Senru. "Kalian boleh bubar." Kata Unyis X. Dan masing-masing dari mereka pun membubarkan diri. "Ibu ... hewan apa yang tadi kalian bicarakan?" tanya Rimpu. "Apa kasus hilangnya Encup ada kaitannya dengan hewan tersebut? Dari pembicaraan kalian, sepertinya makhluk itu cukup berbahaya. Jadi ... makhluk apakah itu sebenarnya ibu...?" "Ini masih praduga saja nak. Ibu dan Kumis Bayangan juga belum bisa memastikan apakah hilangnya Encup dan Duski itu ada kaitannya dengan hewan tersebut. Kau mau tahu tentang hewan itu? Tentu saja kau belum pernah melihatnya, Rimpu. Hewan itu memang jarang sekali ada disini, di kampung kita. Kalaupun ada, biasanya yang berukuran kecil dan mereka tidak mengganggu para kucing. Hanya yang berukuran besar saja yang merepotkan." "Aku tambah penasaran ibu, hewan macam apa itu? Tolong jelaskan," "Ular!" jawab Unyis X. "Kita disini sedang membicarakan ular anakku, seekor hewan melata berukuran panjang tanpa kaki dan beracun. Mereka tidak hanya berbahaya bagi hewan lainnya, tetapi juga bagi para manusia. Oleh karena itu, jika memang benar ada ular di sekitar sini, kita harus segera menemukannya." "Ular...? Aku pernah mendengar tentang hewan itu dari Lupix. Tapi aku tidak pernah tahu bagaimana bentuknya dan seberapa berbahayanya hewan itu." "Secara umum, hewan itu tidaklah berbahaya bagi kita para kucing. Kita dan mereka sama-sama memiliki wisa nak. Jika wisa kita terletak di kuku dan cakar lengan, wisa mereka berada di kedua taring dalam rongga mulut yang mereka miliki. Ada di mulutnya, sebuah s*****a untuk menggigit mangsa. Walau sama-sama memiliki wisa, untungnya wisa mereka tidak berefek apa-apa di tubuh kita para kucing. Kucing memiliki zat anti-toksin di tubuh untuk menangkal atau menetralisir efek dari wisa hewan apapun termasuk wisa ular. Sebaliknya, wisa kita para kucing sangat lah berbahaya bagi mereka. Selain bisa melukai kulit ular, wisa kucing akan meninggalkan infeksi racun yang sangat mematikan bagi ular. Jadi oleh karena itu Rimpu, biasanya mereka akan berusaha menjauhi kontak dengan kita para kucing. Dalam rantai makanan pun kita berada diatas mereka. Ular bukanlah ancaman terbesar kita." "Tapi kenapa ibu bilang ular sangat berbahaya? Jika Encup menghilang dikarenakan ulah ular, maka itu artinya yang namanya ular ini cukup berbahaya bagi kita kan Bu?" "Mereka semua sangat berbahaya bagi manusia nak. Manusia tidak kebal terhadap racun atau wisa ular seperti kita. Itu bisa mematikan atau menewaskan manusia. Ular sendiri terdiri dari beberapa kategori, mereka banyak macam dan jenisnya Rimpu. Mereka memiliki jenis dan ukuran yang berbeda-beda. Hampir semua jenis ular tidaklah berbahaya bagi kita. Kumis Bayangan misalnya, terkadang sering melihat makhluk itu berada di bawah kolong dari rumah-rumah warga. Tapi yang sedang kita bicarakan disini adalah jenis ular lain yang lebih istimewa nak. Ular berukuran besar yang disebut Sawa, Sanca atau Piton." "Sawa atau Piton?" "Ya nak. Ular ini tidak mengandalkan wisa dalam serangannya, tetapi jeratan! Piton memiliki kemampuan menjerat dan melilit mangsanya dengan otot-otot di tubuh mereka. Sekali saja kau terjerat, maka mustahil untuk bisa lepas." "Tapi ular besar itu pun juga takut pada kucing." Timpal Rimpam seraya menatap Rimpu. "Mereka juga tidak kebal dengan wisa kita para kucing. Tetapi tetap saja, jangan sampai kau terjerat olehnya. Karena sekali pun kau mencakarnya, dia akan semakin mencengkrammu dengan otot-otot kuatnya hingga meremukkan seluruh tulang di tubuhmu. Sekali pun nasib ular itu juga akan mati pada akhirnya karena efek racun dari wisa di cakar kita." "Benar yang dikatakan Rimpam. Itulah kenapa ular besar itu merupakan ancaman, terutama bagi kucing-kucing kecil dan berusia muda yang masih belum bisa mengaktifkan warpzone untuk membela dirinya. Makanya, ular itu juga merupakan ancaman bagi manusia. Dia bisa memangsa seorang anak manusia atau malah seorang manusia dewasa, tergantung bobot dan ukuran dari ular tersebut." "Aku mengerti sekarang." Gumam Rimpu. "Kalau seperti itu, hewan itu memang jenis hewan yang sangat berbahaya!" "Jadi kau mengerti bukan, seberapa berbahayanya itu dan kenapa kita harus secepatnya bertindak. Ini sebuah ancaman serius bagi kampung ini Rimpu. Tidak hanya bagi kucing dan hewan lain, tetapi terutama juga untuk semua warga disini." Tegas Unyis X. Rimpam tiba-tiba bangun berdiri setelah menggigit beberapa bulu di tubuhnya. Dia hendak beranjak keluar dari rumah Rida dan berjalan-jalan malam. "Aku akan pergi, tapi malam ini aku akan kembali menginap disini." Katanya. "Tapi ini kau mau kemana?" tanya Unyis X. "Apa mau mencari ular itu?" "Hahh! Untuk apa aku susah-susah melakukannya? Itu bukan masalahku! Kau urus sendiri saja." Kata Rimpam dingin. "Aku akan mengalahkan ular itu jika memang ada, itu pun jika aku tak sengaja bertemu dengannya. Jika tidak, buat apa aku harus melibatkan diri mencarinya. Aku ada urusan lain yang harus kukerjakan." Rimpam lalu keluar teras loteng, berjalan melewati atap demi atap seng dan genteng rumah warga di samping rumah Rida. "Jadi ibu, dan Kumis Bayangan, akan mencari ular itu? Ini tugas yang berbahaya, bahkan untuk ibu. Aku tidak ingin ibu kenapa-napa." Kata Rimpu. "Tenang saja Rimpu. Ibu sudah banyak memiliki pengalaman mengurus masalah semacam ini. Dulu guru ibu, Pendulum Unyis, pernah mengajarkan bagaimana teknik melawan seekor ular besar seperti Sawa atau Piton," "Tuan Karmak...? Apa Unyis Rida sebelumnya juga pernah berhadapan dengan seekor ular?" "Ini kasus yang langka nak. Tapi kau benar, tuan Karmak memang pernah menangani seekor ular yang dulu pernah mengancam rumah ini. Unyis Rida sebelumnya pun yakni Legendary Unyis, konon juga pernah mengalahkan beberapa ekor ular sekaligus yang sempat meneror kampung ini dulunya." "Itu berarti dulu sekali ya, ibu." "Iya, sudah sangat lama sekali. Ibu juga mendengar kisah ini dari Pendulum Unyis. Katanya dulu tuan Judarik sang Legendary Unyis mengalahkan banyak ular ketika para ular itu memaksa bermigrasi dari kawasan belantara balik tembok ke kampung ini. Dahulu sekali belum ada tembok besar pemisah seperti sekarang nak. Antara kawasan belantara itu dengan kampung ini, semua masih satu. Batu Kunawa ini juga dulunya nampak seperti kawasan belantara balik tembok, tidak jauh berbeda, masih berupa hutan dan semak belukar dan masih minim penduduk." Tembok pemisah memang akhirnya dibangun setelah kejadian migrasi ular-ular beracun itu. Dan alasan lainnya karena kawasan belantara merupakan kawasan tanah milik salah satu rumah sakit swasta sehingga perlu ada batas pemisah sebagai tanda wilayah antara kampung Batu Kunawa dengan lahan milik rumah sakit swasta tersebut. "Benarkah itu ibu? Batu Kunawa dulu masih nampak seperti hutan?" "Ya, masih banyak pepohonan rimbun dan semak belukar persis seperti belantara di balik tembok itu. Belum terlalu ramai dengan rumah, dan masih sedikit manusia yang tinggal. Era itu di awal-awal masa tuan Judarik tinggal disini. Jalan-jalan setapak di kampung ini pun konon hanyalah tanah liat becek berair dengan papan-papan kayu seadanya sebagai jalan alternatifnya. Sungai besar di selatan kampung ini, dulu ukurannya sangat besar. Tidak jarang ketika air pasang terjadi, kolong rumah-rumah disini sering dilewati oleh beberapa buaya yang berkeliaran di jalanan kampung. Karena Batu Kunawa dulu sejatinya adalah sebuah rawa belantara yang kemudian dibabat untuk dijadikan sebuah kampung pemukiman." "Buaya? Hewan apa lagi itu ibu?" tanya Rimpu yang juga tidak tahu apa itu buaya. "Seekor hewan reptil layaknya ular anakku, hanya saja lebih besar dan bersifat pemangsa. Jauh lebih berbahaya ketimbang ular. Tubuhnya keras dan bersisik. Tapi konon, dahulu Legendary Unyis memiliki seekor kenalan buaya disini. Namanya Crypto. Dia buaya yang menjadi teman akrab dari tuan Judarik." "Legendary Unyis berteman dengan seekor buaya? Ini gila!" Rimpu semakin kagum dengan legenda Legendary Unyis. "Seperti itulah yang kudengar nak." Jawab Unyis X. "Ketika migrasi para ular itu sudah seperti wabah, tak terbendung dan sudah sangat membahayakan manusia di kampung ini, di saat itulah Legendary Unyis bertindak! Sewaktu diketahui ada seorang manusia yang tewas karena wisa ular, Legendary Unyis merasa harus melakukan sesuatu." "Jadi ada manusia yang tewas karena ulah para ular saat itu ibu?" "Iya, seekor cobra beracun menggigitnya, dan beberapa warga yang lain juga. Hanya saja waktu itu kakek dari tuan Rida, yaitu tuan Habib Darmawan Al Kadzim, memiliki kemampuan spesial dan unik yang dapat menghisap atau mengeluarkan wisa ular dengan suatu metode khusus, sehingga ada beberapa warga yang tertolong tepat waktu. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jikalau saat itu Habib Darmawan tidak ada di kampung ini. Pastinya saat itu banyak manusia yang tewas dan menjadi korbannya. Lagipula, mendiang kakek tuan Rida itu merupakan salah satu warga terlama dan yang paling awal bermukim disini. Kau tahu Rimpu? Rumah ini termasuk ke dalam 10 rumah paling awal yang dibangun di Batu Kunawa." "Keren...!" gumam Rimpu berdecak. "Baik Unyis Rida, maupun sang ownernya Habib Darmawan, keduanya berperan penting untuk menyelamatkan orang-orang disini. Tidak ada kisah yang begitu heroik semacam ini ibu. Dimana peliharaan dan sang pemiliknya, dapat berkolaborasi bersama untuk menolong dan membantu para manusia." "Itulah hebatnya para Unyis rumah ini nak. Terkadang kami juga mewarisi sifat penolong dari para pemilik rumah ini. Secara tidak langsung, kami terdidik oleh kebaikan yang mereka miliki. Banyak kucing dan bahkan juga manusia disini yang tidak menyadari, sudah berapa banyak sumbangsih Unyis Rida pada mereka." Kata Unyis X seraya memikirkan Rimpu pada malam itu, malam ketika Rimpu mengalahkan semua Remover. "Itu hebat ibu! Aku semakin bangga bisa menjadi peliharaan dari manusia sekelas tuan Rida. Aku juga ingin sekali melihat kiprah para Unyis Rida terdahulu. Mereka semua pasti sangat keren saat mengalahkan ular-ular itu." "Ya, itu semua ular cobra, tetapi yang akan kita hadapi nanti kemungkinan besar adalah seekor Sawa. Rimpu ... kau harus ingat, betapa berbahayanya ular yang satu ini, Sawa bukanlah ular sembarangan! Sebelum semuanya pasti, ibu harap dengan sangat kau dan Lupix harus berhati-hati, serta tidak ikut melibatkan diri dengan masalah ini. Jangan coba-coba mencari ular itu atau hendak melawannya sendiri. Kau mengerti...!!? Kau sudah ibu beritahu bahayanya. Kau boleh membantu dengan mengawasi kampung ini saja." Pinta Unyis X mewanti-wanti Rimpu. "Kau dan Lupix, ibu izinkan menjelajah di sekitaran G4ng Delapan hingga G4ng Sembilan saja jika kalian memang hendak ikut mencari Encup." "Baik ibu." Jawab Rimpu. "Jangan gegabah dan mencoba mencari hewan itu! Jangan bahayakan dirimu sendiri, Rimpu. Kau bukanlah tandingan dari hewan itu. Biar kami yang akan menangani masalah ini terlebih dahulu." "Tentu ibu. Aku akan menurut." Tegas Rimpu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD