Call Me Tayson, Honey

2138 Words
"Tayson!" Seorang wanita bule cantik memakai bikini berlari mendekati Tayson. "Aku mencarimu sejak tadi. Kau kemana saja sih?" Merangkul lalu mencium pipinya. Kia mengerjapkan mata melihat pria yang selama setahun ini rutin ia nantikan di pantai Kuta, akhirnya datang memenuhi janjinya. Tapi melihat wanita yang merangkulnya mesra membuat hatinya seketika menjadi hancur seperti butiran pasir yang berada dalam genggaman terbang terbawa angin laut. Tiba-tiba Kia teringat janji mereka lima tahun lalu yang membuat air matanya mengembang. "Jika salah satu dari kita ketemu lagi tapi sudah punya pasangan..anggaplah kita gak pernah saling kenal." "Baik. Aku gak akan sapa kamu kalau kamu sudah punya pacar dan menganggap kita gak pernah saling kenal. Dan gelang ini…Akan aku buang kalau aku tahu kamu punya yang lain." Wajah Kia tertunduk, sebelah tangannya menutupi gelang pemberian Tayson. Wajahnya menjadi pucat, jantungnya seakan berhenti berdetak setelah melihat wanita cantik bersama Tayson. Entah mengapa ia merasakan angin laut terasa lebih dingin daripada sebelumnya. Sedingin harapannya yang sudah musnah. "Kia, kamu baik-baik saja?" Tayson berjalan mendekati Kia lalu menarik tangannya tapi Kia mengangkat wajah dan menepis. "Kamu? Bukannya yang tadi pakai lipstik ku di toilet?" Celetuk wanita yang bersama Tayson, yang tak lain adalah Lea. Kia menggeleng menatap Tayson, air matanya menetes tak menduga pertemuan yang ia harapkan ternyata menjadi sebuah perpisahan. Perpisahan yang tak pernah ia harapkan dan.. Mencoba untuk tidak saling mengenal.. Kia membalikkan tubuh, mengusap air matanya lalu mengatakan, "Selamat tinggal, Mister.." Berlari meninggalkan Tayson yang spontan mengejar sambil memanggil namanya. "Kia! Kia!" Tayson mengejar Kia dan tak menggubris panggilan Lea. "Tayson!" Lea bermaksud mengejar Tayson tapi seseorang mencegahnya.  "Berhenti, Lea." Cegah seorang pria, menarik tangan Lea. Lea menoleh kebelakang dan terkejut. "Mark? Bagaimana bisa kau ada disini?" Terheran bisa melihat Mark di Bali. Mark menggeleng. "Kumohon beri mereka waktu untuk bicara, Lea." Pinta Mark, membuat Lea mengerutkan dahi tak mengerti. "Apa maksudmu, Mark. Aku tak mengerti." Balas Lea yang tak lama matanya melotot mengingat sesuatu. "Apa dia wanita yang selama ini Tayson cintai? Wanita dari Indonesia itu?" Mark mengangguk lalu memandang ke arah Tayson yang berhasil menarik tangan Kia lalu memeluknya. "Ya. Dia lah wanita yang ia cintai selama ini. Wanita yang ia nantikan selama 5 tahun." Menatap serius Lea dan berharap bisa mengerti. "Kia. Jangan pergi. Aku mohon.." Tayson memeluk erat Kia. "Aku merindukanmu. Jangan pergi. Jangan pergi lagi, Sayang." Tayson memohon dan tanpa sadar air matanya menetes melihat Kia hanya terdiam dan menangis. "Kamu ingkar janji, Mister." Sambil terisak-isak Kia mengatakan kalimat yang membuat hatinya hancur. "Aku..lelah nunggu kamu disini tapi kamu…" Tak sanggup melanjutkan ucapannya mengingat Tayson sudah memiliki kekasih, tapi tidak dengannya yang selalu setia menanti Tayson dan menolak pria yang menginginkannya sebagai kekasih. Tapi kini Kia harus menerima kenyataan jika harapannya sudah musnah. Tayson menyelipkan rambut di balik telinga Kia. "Aku memenuhi janjiku, Kia. Aku datang untuk mencarimu."  "Itu bohong!" Kia mendorong kedua d**a Tayson hingga membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. "Kita berjanji akan ketemu lagi disini tapi tanpa pasangan. Apa kamu ingat janji kita dulu?! Dan ini.." Kia mengangkat pergelangan tangan yang dilingkari dengan gelang pemberian Tayson dulu. "Aku selalu memakainya bahkan aku memperbaikinya ketika sudah usang. Ini sebagai bukti aku menunggu dan setia sama kamu, Mister. Tapi sekarang kayaknya aku.." Mengeluarkan gelang lalu melemparnya ke arah Tayson. "Sudah gak membutuhkannya lagi!"  Kia berlari meninggalkan Tayson lagi walau air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia tak menggubris Tayson berteriak memanggil namanya walau tahu ia sangat merindukan Tayson. Sangat merindukannya.. "Kia!" Tayson mengejar Kia tapi Lea menarik tangannya.  "Hentikan, Tayson! Lupakan cinta masa kecilmu itu! Karena aku adalah kekasihku bukan wanita itu!" Menunjuk Kia yang berlari menuju Villa. Tayson menggeleng. "Kau belum pernah merasakan dicintai seseorang dengan tulus kan? Berada didekatnya dan ia selalu menghiburmu? Tapi dia…" Air mata Tayson mengalir. "Mencintaiku dan sudah datang untuk menemuiku, Lea. Dia sudah datang memenuhi janjiku. Wanita yang aku nantikan setiap tahun disini. Maaf..aku sangat mencintainya." Menepiskan tangan Lea lalu bermaksud mengejar Kia lagi. "Lalu bagaimana dengan aku?!" Teriak Lea, menghentikan langkah Tayson. "Dua tahun menjadi kekasihmu, kau pikir aku tak mencintaimu? Kau pikir aku tak menunggu ucapan 'aku mencintaimu' dari bibirmu?!" Tayson membalikkan tubuh melihat Lea menangis. "Setiap hari aku ke Klub karena aku sedih tak bisa menjalin hubungan kekasih seperti kawan-kawanku, aku menunggumu menjemputku sebagai bukti kau peduli denganku, Tayson. Tapi kau--" Tubuh Lea jatuh merosot membuatnya terduduk di atas pasir. Tayson mendekati. "Maaf, Lea. Sejak awal aku sudah mengatakan padamu jika aku sudah mencintai dia. Maaf..aku tak bisa membalas cintamu.." Tayson kembali melanjutkan langkahnya, mengejar Kia yang terlihat menuju Villa tempat yang pernah mereka inapi. Mark menengadahkan tangan ke arah Lea. "Bangunlah. Ada saatnya kau mundur demi orang yang kau cintai, Lea. Dan ada saatnya kau berjuang untuk tak melepaskannya. " Ujarnya melihat Lea mengusap pipinya yang basah.  Lea menerima uluran tangan Mark. Tubuhnya bangkit dengan pandangannya menatap jauh Tayson yang terus berlari. "Aku takkan mundur, Mark. Sejak awal aku mengenalnya aku sudah bertekad akan membuatnya jatuh cinta padaku, setidaknya menjadi suami ku." ❤❤❤ Nafas Kia terengah-engah ketika sampai Villa. Ia langsung berlari menuju Resepsionis. "Ada apa, Nona Kia?" Tanya Ida terheran melihat Kia menangis dan mengambil koper di dekat kakinya. Kia menggeleng lalu mengusap pipinya. "Gak ada apa-apa, Da." Membalas lalu berbalik tapi terkejut melihat Tayson berdiri di belakangnya dengan nafas terengah-engah. "Jangan pergi." Tayson menggenggam tangannya lalu menariknya ke sebuah tempat. "Ikut aku."  "Lepasin aku!" Kia meronta tapi Tayson terus menarik tangannya membawa menuju sebuah tempat. "Tidak!" Tayson semakin mengeratkan genggamannya, tak menggubris ucapan Kia. Koper di genggaman Kia terlepas. "Lepasin aku!" Terus meronta. "Koper aku ketinggalan!" Teriaknya dan berhasil membuat Tayson menghentikan langkahnya. Tayson berbalik lalu menarik koper sementara sebelah tangannya kembali menggenggam tangan Kia. "Kita mau kemana sih?!" Kia terheran melihat Tayson membawanya menuju jalan besar, dan makin terheran lagi sebuah taksi berhenti didepan mereka. "Masuklah." Tayson meminta Kia memasuki Taksi, sementara ia memasukkan koper ke dalam bagasi lalu duduk di samping Kia. Sopir taksi melajukan mobilnya menuju tempat yang sudah Tayson instruksikan, tempat yang tak terlalu jauh dari Pantai Kuta. Kia melirik tangannya yang tergenggam erat. "Kamu mau bawa aku kemana?" Melihat Tayson duduk bersandar menatapnya serius.  "Sebuah tempat." Hanya itu jawaban Tayson. Kia terheran dengan apa yang ada dipikiran Tayson sekarang. Rencana yang tak ia ketahui, seperti dulu. "Apa maksud kamu ngajak aku ke 'sebuah tempat' itu?" Kia tak mau penasaran lagi, ia hanya menginginkan sebuah penjelasan. "Lagi pula bagaimana sama pacar kamu itu? Apa kamu ingat janji kita dulu, Mister?  Gak akan saling sapa jika salah satu dari kita sudah punya pasangan dan kita gak akan saling mengenal lagi. Apa kamu ingat?!'  "Aku ingat, Kia." Balasnya, masih menggenggam tangan Kia. "Tapi persetan dengan janji itu. Dan wanita itu.." Tayson tertawa sebentar. "Aku gak mencintainya." Menatap tajam Kia lalu menarik tangannya keluar dari taksi setelah sang supir menghentikan mobil tepat di depan villa mewah. "Itu urusanmu, Mister!" Turun dari taksi dan terkejut Tayson membawanya menuju Villa yang pernah ia tolak, villa tempat Mark menginap dulu. "Ngapain kita kesini?" Melangkah mengikuti langkah Tayson menuju front office. Resepsionis memberikan sebuah kunci dan Tayson menerima. "Sebaiknya aku pergi." Kia menarik koper tapi Tayson mencegah dan merebut kopernya lagi. "No. You can't!" Cegah Tayson, menggenggam tangan Kia membawanya menuju kamar yang sudah ia pesan. Tayson membuka kamar lalu menarik tangan Kia memasuki kamar lalu menguncinya. "Buat apa kita disini? Kamu mau mengurung aku?" Kia menatap Tayson dengan wajah melas, benar-benar tak mengerti dengan isi pikiran Tayson sekarang. Tayson melangkah menuju ranjang lalu merebahkan tubuhnya di sana. "Bukan." Menolak ucapan Kia. "Aku pengen kita kayak dulu lagi, Kia." Menepuk sisi ranjangnya. "Kemarilah." Ajaknya menatap Kia hanya berdiri mematung. "Itu gak mungkin lagi, Mister." Suara Kia lemah, wajahnya tertunduk tak semangat. "Kamu…" Tayson bangkit, mendekati Kia lalu memeluknya dari belakang. "Aku sudah bilang kalau aku gak mencintai dia, Kia. Aku.." Memutar tubuh Kia lalu menatapnya. "Cuma mencintai kamu." Mengusap pipinya sambil tersenyum tapi sayangnya Kia menggeleng tak setuju. Kia mendongak menatap bola mata abu itu, bola mata yang selalu ia rindukan. "Itu sama aja. Aku sudah pernah bilang gak mau merebut pacar atau suami orang. Jadi sebaiknya..aku.." "Tetap mencintaiku." Mengulum lembut bibir Kia dan mengeratkan pelukannya. "Hentikan, Mister." Kia melepaskan ciumannya walau wajahnya memerah dan nafasnya menjadi cepat merasakan sésuatu yang sudah 5 tahun tak ia rasakan tapi kini ciuman dan pelukan itu ia rasakan lagi. Pelukan dan ciuman yang membuatnya terlena dan kembali teringat dengan masa lalu. Tayson menggeleng, mengusap pipinya lagi. "Kamu gak pernah tahu betapa aku merindukan masa-masa itu, Kia. Bahkan aku hanya bisa memandang foto kamu dan tersenyum sendiri mengingat semua barang kamu yang serba Hello Kitty. Perasaan aku benar-benar gak berubah, Sayang." " Aku tahu itu." Sambung Kia cepat. "Tapi keadaannya sekarang gak kayak dulu lagi. Walaupun aku masih mencintai kamu sebaiknya kamu selesaiin urusan kamu sama pacarmu itu." Membalikkan tubuh bermaksud meninggalkan Tayson tapi pria itu kembali menarik tangannya. "Sebentar. Aku telpon dia dulu." Mengambil headphone dari saku celananya lalu memencet nomor kontak seseorang. "Siapa kamu telpon?" Tanya Kia penasaran, melihat Tayson melekatkan handphone di telinganya. "Lea." Jawabnya singkat, lalu menyapa pria yang mengangkat panggilannya. "Tolong berikan handphonemu pada Lea, Mark. Aku harus bicara dengannya." pintanya pada Mark. Mark menatap Lea yang berbaring di atas kursi disampingnya, menikmati sinar matahari sore. "Untukmu, Tayson ingin bicara denganmu." Memberikan handphonenya. Lea menerima. "Kenapa? Apa kau menyesal sudah meninggalkanku? Atau dia menolak karena aku lebih cocok denganmu?" Ucapnya spontan bangkit dan terduduk. Tayson melirik Kia duduk di bibir ranjang dengan wajah tertunduk. Ia memasang speaker pada panggilannya untuk memastikan jika akan mengakhiri hubungannya dengan Lea.  "Tidak. Aku takkan menyesal karena aku hanya mencintai dia, dan kau tahu itu, Lea." Melihat Kia yang mengangkat wajahnya. "Sebaiknya kau katakan pada ayahku jika aku akan menikahi wanita Indonesia, dan hanya dia yang aku inginkan. Dan sebaiknya kau mencari pria lain dan berhenti mengikutiku." "No!" Lea menolak. "Kau hanya sedang dimabuk cinta, Tayson. Pikiranmu belum stabil dan Dennis Lee takkan pernah merestui mu menikahi wanita Asia. Dia hanya menginginkan aku menjadi menantunya bukan wanita itu." Balas Lea kesal, melirik Mark yang menggeleng  "Terserah kau, yang jelas aku takkan melepaskan dia lagi. Jadi sebaiknya kau cari pria lain!" Tayson menutup panggilan lalu menatap Kia. "Kamu sudah dengarkan? Kalau aku gak pernah mencintainya. Apa kamu masih ragu?" Berjalan mendekati Kia lalu terhenti di depannya. "Bagaimana kalau ayah kamu tahu?" Kia memikirkan efek yang akan Tayson rasakan setelah menolak wanita pilihan ayahnya yang bernama Dennis Lee, wanita yang bernama Lea.  Tayson duduk di sampingnya. "Aku gak peduli. Sekalipun dia mengusirku pergi dari Amerika, aku tetap pada pendirianku sejak dulu." Meyakini kesungguhannya pada Kia. Bagi Tayson saat ini hanya Kia yang menjadi tujuan hidupnya.  Setelah keluar dari grup musik yang membesarkan namanya, Tayson membuka perusahaan yang menaungi penyanyi ataupun band untuk membuat album dari hasil tabungannya. Sebuah perusahaan label musik, yang hanya dalam waktu tiga tahun berkembang menjadi perusahaan yang cukup dikenal di New York. Merasa sudah goal dalam karirnya, hanya satu yang ia nantikan, menjadikan Kia istrinya. Wanita yang hanya memenuhi hatinya hingga sekarang. "Mister..aku--" "Sstt---." Tayson menaruh telunjuk di bibir Kia. "Panggil aku Tayson, Kia." Pintanya serius sambil mengusapkan ibu jarinya di atas bibir Kia. "Maaf aku dulu memintamu memanggil dengan nama Mr.T, tapi nama asliku adalah Tayson." Ucapnya memberitahu walau telat. "Tayson Lee." Kia tersenyum mengingat nama Mr.T lebih familiar di telinganya walaupun nama Tayson terdengar lebih indah dan gagah. Tapi nama Mr.T sudah menghiasi hari-harinya selama lima tahun terakhir ini, untuk mengubahnya menjadi Tayson, ia membutuhkan waktu agar nama itu tak asing di hidupnya. "Aku sudah biasa dengan nama itu." Kia membalas, meraih tangan Tayson dan tersenyum lagi. Tayson mendekatkan wajahnya. "Aku pun sudah terbiasa dengan Kia si Hello Kitty." Mengulum bibir Kia dan mendorong tubuhnya, membuatnya terbaring. Mata Kia terpejam menikmati kuluman hangat Tayson. Kuluman yang tak pernah berubah. "Aku kangen.." Bisik Tayson, dengan nafas cepat melihat Kia terbaring di bawah tubuhnya. "Aku juga." Mata Kia terpejam lagi, merasakan kuluman Tayson yang makin antusias. ❤❤❤ "Lea, Tunggu!" Panggil Mark mengejar Lea mamasuki Villa. "Untuk apa kau terus mempertahankan Tayson. Kau tahu sebelum ia mengenalmu hanya wanita itu yang ia cintai." Ujar Mark langkahnya terhenti saat Lea membuka pintu kamar Villa lalu memasukinya. "Karena aku mencintainya, Mark." Lea mengambil koper lalu memasukkan pakaian ke dalamnya. "Semakin Tayson menolakku, semakin aku penasaran dengannya." Tambahnya lagi. "Aku pun penasaran denganmu." Ucap Mark, menghentikan tangan Lea memasukkan pakaian kedalam koper. Ia menatap Mark yang berdiri di dekatnya. "Apa maksudmu?" Lea tak mengerti dengan ucapan Mark yang tiba-tiba, walau sempat menduga Mark menyukainya.  Mark semakin mendekatkan tubuhnya, ia menelan air liur melihat kedua p******a Lea yang menyembul indah dari balik bikininya. "Aku menyukaimu sejak dulu." Mengusap pipi Lea. "Tapi kau tak pernah melihatku, Lea. Kau hanya melihat Tayson yang tak pernah mencintaimu. Bahkan kau tak pernah memberiku waktu untuk mengatakannya padamu." Jelas Mark, selama mengenal Lea sebagai 'kekasih' Tayson, ia sudah jatuh hati dengannya. Bukan tanpa alasan Mark berani jatuh cinta padanya, setelah mengetahui Tayson hanya mencintai Kia, ia mempunyai keinginan untuk memacari Lea dan tentu saja dengan sepengetahuan Tayson. Lea tercengang dan sama sekali tak menyangka jika Mark jatuh cinta padanya. Pria tampan itu memang sangat menggoda walau tak banyak bicara tapi ia menyayangkan Mark tak mengatakan perasaannya sejak dulu. Jika saja ia mengetahui perasaan Mark, ia takkan berjuang untuk mendapatkan cinta Tayson. Tapi apakah sudah terlambat? Sepertinya tidak. Lea mengangkat dagu sambil tersenyum. "Apa buktinya kau mencintaiku, Mark?" Mark menarik pinggul Lea hingga membuat d**a mereka berbenturan lalu tersenyum dan berkata.  "Menciummu, Lea."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD