Luke duduk di depan meja nomor delapan dengan kaki disilangkan. Kaca mata yang bertengger sempura itu membuatnya terlihat tampan, seperti pria high class. Semua mata wanita maupun gadis yang terus memandanginya hanya bisa meneteskan air liur, tanpa berani mendekat. Pesona Luke tak kalah dengan pesona Jonathan. Ketika pria itu masuk ke dalam kafe, waktu seakan berhenti berputar dan melambat. Pakaian santai di padu dengan sandal rumahan membuatnya tak kalah tampan. Mata Luke memicing tak suka dengan fashion pria itu yang asal, tapi terlihat berkharismatik. Ia hanya bisa berdecih dengan segala situasi menyebalkan itu. “Aku kan sudah bilang, jangan memakai pakaian seperti itu.” Luke menurunkan kakinya untuk membenahi jas yang terlihat kusut. “Kita bertemu dengan wanita menyebalkan, dan kau