Bab 12

1366 Words
Suatu hal sederhana yang diinginkan oleh orang dalam mabuk cinta adalah kebersamaan dengan kekasihnya. Andai waktu bisa berhenti, orang itu akan memilih waktu berhenti dengan sangat lama, supaya kebersamaan yang terjalin tercetak jelas di memori. Namun, harapan yang diinginkan tidak terkabul sama sekali lantaran ada pihak yang datang tanpa diundang. Beberapa menit setelah Berto dan Varizen masuk ke dalam restoran mewah, Felisia datang dan menjadi penengah diantara mereka. Seperti sekarang, ia sedang bergelayut manja memamerkan bahwa pria itu adalah suaminya. Inilah ekspetasi tidak susuai dengan realita. Ternyata Tuhan belum berpihak pada pria yang memiliki cinta bertepuk sebelah tangan itu. “Bisakah kau tidak menempel padaku? Apakah kau tidak malu dengan Varizen?” kata Berto sambil menarik kasar lenganya. Ia bahkan menggeser kursi sedikit menjauh agar Felisia tidak bergelayut manja. “Varizen biasa saja,” jawab Felisia sambil menatap Verizen yang acuh. Gadis itu lebih memilih makan dengan tenang. “Dia tahu posisinya,” imbuh wanita itu, jarinya mengetuk meja sebanyak dua kali untuk memberi kode kepada gadis itu agar pergi. Kegiatan Varizen berhenti lalu mengambil tisu dan mengusapnya dengan kasar di bibirnya. Gadis itu mendorong kursi perlahan, membuat Berto langsung berdiri. “Duduk! Siapa yang memintamu untuk berdiri, hah…!” teriak pria itu murka. Situasi yang semula tenang mendadak jadi ricuh. Mereka bertiga pun menjadi pusat perhatian semua pelanggan yang ada di restoran tersebut. “Sayang… ini sudah malam. Varizen pasti ada pekerjaan rumah. Makanya dia harus pulang sekarang,” bela Felisia ikut berdiri. Wanita itu harus mengusir anaknya karena ingin menikmati waktu berdua dengan Berto. Astaga, ia masih berada di atas awan sebab merasa dicintai. Sungguh wanita yang memiliki rasa percaya diri tinggi. “Varizen… kau boleh pulang sekarang,” pinta Felisia dengan lembut. Tidak tanggung-tanggung, gadis itu langsung pergi tanpa sepatah kata satu pun. Berto yang melihat hal tersebut langsung murka. “Kau…!” teriak Berto berapi-api, kemudian mulutnya ditutup rapat oleh Felisia, “Jangan marah… aku hanya ingin bersamamu.” Berto mengepalkan tangannya kuat, menahan gejolak amarah yang sudah membara. Jika saja bukan karena Varizen, wanita yang berada disampingnya sudah mati dari dulu. Ia kemudian duduk dengan kasar lalu menatap Felisia dengan pandangan penuh kebebencian. Sementara yang ditatap hanya senyum lembut sambil terus menempel manja. ‘Dasar p*****r… aku akan membereskanmu secepat mungkin,’ batin Berto dengan wajah merah padam. Aura yang keluar sungguh menyeramkan. Setiap orang yang memandangnya meringkuk ketakutan. Hanya Felisia yang tidak menyadari akan gelapnya wajah pria tersebut. Beralih posisi ke Varizen, gadis itu melangkahkan kaki keluar restoran. Ia menatap bulan dan bintang yang bersinar terang. Kerlip dari bintang mampu membuat wajah cantik itu tersenyum lepas. Dalam hatinya, ada perasaan lega karena Felisia datang merusak acara. Jika saja ia mempunyai kekuatan untuk menolak ajakan Berto, dengan senang hati akan menolaknya. “Terimakasih… karena tidak pernah meninggalkanku,” gumam Varizen mengalihkan pandangan, mencari mobil Jonny. Namun, mobil itu tidak ada ditempat. “Kebetulan aku bisa jalan-jalan sebentar.” Varizen melangkahkan kaki dengan sangat senang. Jarang sekali dirinya bebas seperti ini. Paling tidak, kesempatan yang ada ditangan harus digunakan sebaik-baiknya. Gadis itu terus melangkahkan kaki dengan senyum mengembang tulus,. Tahukah ia bahwa senyum itu mampu menggetarkan hati setiap pria? Mungkin karena terlalu cuek jadi dirinya tidak tahu apabila kecantikan yang dimiliki bisa membuat kaum adam bertekuk lutut. “Hari yang menyenangkan,” kata Varizen sambil berhenti di depan taman bermain. Gadis itu memandangi kerlap-kerlip lampu dan juga keramaian tempat itu. Hatinya sedikit menghangat karena mengingat kejadian sewaktu kecil, saat mereka belum mengenal Berto. Rumah Berto Dua orang pria sedang bersitegang dan saling tatap satu sama lain. Mereka saling menghunuskan aura kebencian masing-masing. Tidak ada yang mau mengalah sampai bunyi ponsel yang berdering dari salah satu mereka. “Angkat ponselmu. Pasti dia menghubungi untuk mengurusinya,” kata Jonathan dengan santai, tapi tidak dihiraukan oleh pria berdiri tegak disampingnya, “Aku tidak menyangka kau akan mengabaikan panggilannya. Bukankah kau anjing setia?” Ejekkan dari Jonathan membuat pria itu menggertakkan gigi. “Tolong… hargai saya, Tuan Jo,” jawabnya sambil mengepalkan tangan. Jika bukan karena peduli dengan Berto, dia tidak ingin berbuat demikian, “Saya kesini ingin membahas sesuatu mengenai Nona Varizen.” Bola mata Jonathan membesar, “Ada apa dengan Varizen, Jonny?" teriaknya tidak sabar. Percakapan mereka tiba-tiba dipotong dengan bunyi ponsel yang terus berdering dengan keras. Jonny hanya melirik sekilas lalu menghela nafas panjang. Pria itu masih tidak mau menjawab ponselnya. Namun, tidak berselang lama notifikasi pesan pun muncul. “Tuan, saya harus pergi sekarang,” kata Jonny sedikit cemas membuat Jonathan mengerutkan alis, “Katakan!” teriak Jonathan nyaring. Ia tahu pasti itu semua berhubungan dengan Varizen. “Nona keluar dari restoran sendirian karena Tuan Berto bersama dengan Nyonya,” jawab Jonny dengan cepat. Jonathan meraih jaketnya, “Kita pergi bersama!” Mereka pun bergegas mencari keberadaan Varizen. Gadis itu harus ditemukan secepatnya karena sangat bahaya jika sampai dia tersesat. Mereka tanpa sadar bekerja sama untuk menemukan Varizen, bahkan keduanya dalam satu mobil yang sama. “Cepatlah…!”perintah Jonathan dengan cemas. “Anda tenang saja… biarkan saya focus melajukan kendaraan.” Jonny sedikit kesal karena Jonathan yang mengganggu sehingga pikirannya pecah. “Bagaimana aku bisa tenang? Adikku diluar sana sendirian!” Mengingat jam yang sudah melebihi waktu anak sekolah, Jonathan tidak tenang sedikitpun. Ia sangat takut kalau terjadi sesuatu dengan gadis itu. Mobil it uterus melaju dengan kecepatan tinggi, Jonny membanting setir ke kiri kemudian dengan cepat lalu mengerem mendadak. Keduanya pun langsung keluar dari mobil tanpa komando. “Apa saja yang kalian kerjakan?” tanya Jonny kepada anak buahnya yang telah mendekat sambil menunduk, “Maaf, Tuan. Kami lengah karena mengira Nona akan bersama Tuan Berto lebih lama lagi.” “Shittt!” teriak Jonathan dengan keras, “Cari…! Jangan hanya berdiri, b*****t….!” Amarah Jonathan tidak terbendung dan semakin berkibar. Jika saja Varizen punya ponsel, pasti semua akan mudah. Ini semua gara-gara bandot tua yang tak pernah mengizinkan gadis itu memiliki benda sepele berguna. Semua orang langsung menyebar mendengar teriakan dari Jonathan. Mereka berlarian mencari keberadaan Varizen. Jika hari ini gadis itu tidak ketemu, maka nyawa yang akan menjadi taruhan. Tidak hanya itu, semua sanak saudara mereka juga ikut menanggung segala konsekuensinya. Ketika mereka bergabung dengan organisasi kegelapan di bawah kendali Berto, perjanjian hidup dan mati sudah ditanda tangani. Artinya, mereka tidak akan bisa lepas begitu saja. Jonathan juga ikut berlarian mencari keberadaan Varizen. Pria itu melihat bianglala dari jauh. Ia kemudian berhenti sejenak, mengingat kebersamaan mereka dulu. “Apa jangan-jangan dia ada disana?” gumamnya mengusap wajah kasar. Tanpa pikir panjang, Jonathan langsung lari menuju letak bianglala berada. Bahkan, ia sampai menabrak orang yang sedang berjalan santai. Mereka yang ditabrak, mengumpat dan mengatainya gila. Suara umpatan itu sama sekali tidak didengar olehnya. Dengan nafas memburu, Jonathan berhenti tepat di depan pintu masuk taman bermain. Pria itu mengatur laju nafasnya sambil terengah-engah, mengusap peluh yang terus menetes. Matanya memejam kuat lalu terbuka dengan sangat lebar untuk menelisik wajah satu persatu pengunjung. Jonathan pun memilih masuk dan pergi menuju letak bianglala. Ia sangat yakin kalau Varizen pasti disana. Benar saja, gadis itu kini tengah berada dipuncak benda yang berputar. Varizen menikmati suasana malam tanpa memikirkan sesuatu yang membuatnya tertekan. Ia bahkan lupa tentang segala hal yang terus menghantui selama ini. Dengan ditemani oleh bintang, bulan dan juga kerlipan lampu yang terpancar membuat semua beban terangkat dengan mudah. “Nikmati dan hargai waktumu,” gumam Varizen terus menatap ke langit lalu beralih pandang melihat ke arah lampu kota. Indahnya lampu yang menghiasi semua gedung menambah panorama kota tersebut. Gunung yang terlihat kecil juga jelas dipandang. Tidak hanya itu, para mobil yang melaju dengan sedang dan cepat juga terlihat. “Jika aku berada diposisi Tuhan, pasti ini yang dirasakannya.” Dan engkau pasti juga mengetahui penderitaanku bukan? Lanjut Varizen di dalam hati. Tiba-tiba, bianglala itu berhenti berputar sehingga membuat gadis itu sedikit tersentak. Ia kemudian melihat tepat dibawah benda berputar itu. Disana, sudah ada Jonathan yang terus mencari keberadaannya. “Kak Jo…,” panggil Varizen. Tubuh gadis itu mulai bergetar hebat. Ketakutan yang semula menghilang kini muncul kembali. ‘Tenang… dia tidak tahu kalau aku ada disini,’ batin Varizen sangat cemas sekali. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD