Lydia POV
Hari sudah malam, tidak ada yang berkesan dihari pertama aku menjadi seorang istri, justru yang ada kesialan - kesialan datang bertubi - tubi.
Dimulai dari Daniel mengabaikanku begitu saja, lalu ketika aku kerumah nenek, beliau tidak ada padahal aku sudah lama tidak bertemu dengannya.
Dilanjutkan lagi Daniel tidak mengabariku, membentakku dan aku mencium bau rokok dari mulutnya. Sungguh aku membenci lelaki yang menyakiti dirinya sendiri dengan barang sialan itu.
Lalu ditambah lagi papa menceramahiku nyaris marah karena aku belum mampu menjadi istri yang baik bagi Daniel. Dan selanjutnya papa mengusirku karena dinilai aku mengganggu kemesraan mereka berdua. Menyebalkan.
Aku hanya bisa menghembuskan napas pelan dan berkata "sabar" sejak beberapa menit yang lalu ketika mendapati Daniel masih saja mengabaikanku.
Aku kembali masuk kedalam kamar setelah makan malam dan bersantai didepan televisi, tanpa Daniel. Aku sudah mengajak lelaki itu untuk bergabung tapi dia tetap menyibukkan diri pada laptop dipangkuannya.
Aku masuk kekamar mandi, menggosok gigi dan mencuci muka. Setelah itu langsung naik keatas ranjang duduk bersandar disamping Daniel.
Parahnya lagi, sejak aku berkeliaran didalam kamar beberapa menit yang lalu. Tak sedikitpun dia mendongak melihatku, ataupun menyapaku.
"Mas beneran nggak makan?"
"Hmm" Dia hanya bergumam pelan, sukses membuatku bad mood dengan jawabannya.
"Aku ambilin makanan ya"
"Enggak"
"Terakhir makan kapan sih, susah banget disuruh makan"
"Aku nggak lapar" Jawabnya seraya mengetik dengan lihai di keyboard laptopnya.
"Mas ada masalah ya? Mau cerita?" Aku mengikuti saran papa, untuk saling peduli satu sama lain. Menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan hari ini contohnya.
"Enggak ada" Sungguh jawaban yang sejak tadi membuatku kesal. Aku menggeser laptop miliknya dan kututup paksa.
Aku melihat dia menatap tajam kearahku tanpa kedip, bahkan sebelum menikah dia tidak pernah menatapku seperti ini. Ada apa denganmu Daniel?.
Daniel menghembuskan nafasnya kasar "Apa yang kau lakukan Ly?"
"Mas lihat sekarang udah jam berapa?" Aku menunjuk jam dinding, jarum pendek berada di angka 9.
"Mas sejak pulang tadi nggak makan, trus sekarang laptop mulu yang diurus. Badan kamu juga harus diurus mas" Daniel hanya menatapku dalam diam dengan rahang yang mengetat.
"Mas boleh marah silahkan" Aku tahu dia sedang menahan amarah padaku.
"Aku simpan laptopnya, mas harus makan" Aku menaruh laptopnya di atas meja untuk sementara waktu, sebelum aku letakkan di lemari.
"Ayo apa yang ditunggu?" Aku sudah berdiri disisi ranjang untuk bersiap keruang makan, tapi Daniel masih saja duduk diranjang.
"Aku nggak lapar Ly" Setelah aku mengeluarkan sebagian suaraku untuknya Daniel baru mau menjawab.
"Nggak usah banyak alasan" Aku menarik lengan kokohnya agar turun dari ranjang.
"Astaga, iya iya" Dengusnya, dengan malas Daniel turun dari ranjang dan berdiri disampingku.
"Ayo mas" Aku menggandeng lengannya dan menuju keluar dari kamar.
"Duduk" Perintahku ketika kami sudah sampai dimeja makan. Daniel menurutiku tanpa protes tingkahnya seperti anak kecil. Aku mengambilkan nasi dan lauk untuknya kedalam piring lalu kuberikan padanya.
"Nih mas" Daniel mendongak menatapku, aku mengeryit.
"Ada apa?"
"Suapin" Ucapnya manja.
"Ya ampun mas, kayak anak kecil aja"
"Ya udah nggak mau makan" Balasnya jutek
"Iya udah iya, mas menang" Aku mengambil kembali piring itu dan menyendok sedikit lalu kuarahkan pada mulutnya yang terbuka.
"Aaa" Ucapku refleks, dia mengunyah dengan cepat lalu ditelan.
"Nggak usah gitu juga kali Ly" Protesnya setelah menelan habis suapan pertama.
"Ya abis siapa suruh suapin"
"Nggak ikhlas?"
"Ikhlas kok"
"Sini kalo nggak ikhlas" Daniel menyerobot piring dengan cepat hingga tanpa sengaja sikunya menabrak pinggiran kursi dan pegangannya pada piring goyah.
Prang
Suara piring yang terjatuh kelantai begitu nyaring terdengar. Aku melonjak antara kaget dan rasa perih yang kurasakan pada kakiku karena terkena pecahan beling.
"Ily !"
_____
Vote dan komentar !
Saran kritik yang membangun !