Part 09

1110 Words
Keesokan harinya. Daniel diam membeku saat melihat kedatangan Ibu dan adiknya ke rumah. Ia menelan ludahnya. “Ma…Mama. Kok tumben Mama datang pagi pagi banget,” ucapnya gugup. “Kamu sih mama telpon dari semalem ngga angkat. Hape kamu mati. Ya udah pagi-pagi banget Mama minta tolong Juan buat kesini.” “Elu gimana sih Bang. Gara-gara elu jam tidur gue ke ganggu, tahu ngga!” Juan sesekali menguap lebar. Kantung mata menghiasi wajah tampannya. Mahasiswi tekhnik mesin semester akhir itu lagi giat-giatnya begadang mengerjakan tugas akhirnya. “Kerjaan lu begadang mulu!” “Gue baru beres ngerjain revisi skripsi bab II sampai jam 3 pagi, Bang. Baru tidur bentar Mama udah rebut minta anter kesini,” gerutunya. “Baru kayak gitu aja protes kamu, dek,” ucap Risma. Wanita paruh baya itu menatap putra sulungnya yang masih berdiri didepan pintu seolah tidak mengijinkannya untuk masuk ke dalam rumah. “Terus, kamu ngapain berdiri di depan pintu? Mama dan adek mu mau masuk!” “Tahu nih! Mau molor lagi nih gue.” Tanpa bisa dicegah, Juan dan Risma masuk ke dalam rumah. Keduanya tampak terkejut melihat kemunculan Celine dari kamar Daniel dalam kondisi rambut basah sehabis mandi. Ia menggunakan kaos kebesaran yang pastinya itu milik Daniel. Gadis itu pun terkejut melihat Risma dan Juan. Meski tidak melakukan apapun, tetap saja Celine merasa malu dan tidak enak kepergok seperti itu oleh Risma dan Juan. “Tan… Tante Risma. Juan…” Celine menggaruk tengkuknya kikuk. Daniel menghela nafasnya. Risma dan Juan menatap keduanya secara bergantian lalu memicingkan matanya penuh curiga. Bagaimana tidak curiga? Daniel terlihat sama seperti Celine. Rambutnya basah dan belum disisir rapi. Tiga kancing kausnya terbuka. “Eiy…Brother. Kok ada kak Celine pagi pagi dirumah lo? Mana habis mandi lagi,” goda Juan sambil cekikikan. “Kalian ngga melakukan apa yang gue pikirin kan,” ucapnya geli yang langsung mendapat pukulan telak di kepalanya. “Sembarangan lo kalo ngomong!” sungut Daniel. “Terus kenapa Celine ada dirumah kamu pagi-pagi, Abang?” Kali ini Risma yang bertanya. Matanya tidak henti menatap Celine yang tampak kikuk dan serba salah. Mampus gue, gumamnya dalam hati. Daniel masih bisa bersikap santai. Ia duduk dengan tenang di sofa ruang tengah. Ia menatap Celine yang tengah memberikan kode kearahnya. “Duduk Lin. Ngga usah takut. Toh kita kan ngga ngapa-ngapain,” ucap Daniel. Celine tak serta merta menuruti ucapan Daniel. Ia melirik kea rah Risma dan Juan. “Ayo duduk dulu, Cel. Tante mau denger penjelasan kalian berdua.” “I… Iya Tante.” Celine duduk disamping Daniel. Ia melepas handuk yang melilit dikepalanya. Karena tak semp[at sisiran, Celine menggunakan jari-jari tangannya untuk merapikan rambutnya yang basah. Meski sebenarnya percuma tapi setidaknya memperbaiki penampilannya yang acak-acakan. “So, apa yang mau kalian jelaskan kepada Mama.” “Ngapain harus ditanya lagi sih, Ma. Sudah jelas kok mereka habis ngapain. Mana basah bareng lagi,” celetuk Juan membuat Daniel ingin sekali menghajar adiknya. “Kayaknya sebentar lagi Mama bakalan dapat cucu deh,” sambungnya lagi. “Diam kamu!” “Diam lo!” seru Daniel dan Risma berbarengan. Juan yang tengah tertawa langsung memilih bungkam. Celine kembali menundukkan kepalanya sambil memainkan kuku-kuku jari tangannya. “Jadi, sebenarnya…” Oeeek… Oeeekk… Terdengar lengkingan tangis seorang bayi dari dalam kamar. Risma dan Juan saling berpandangan. “This is crazy, Mom. Padahal aku cuma becanda kalo sebentar lagi Mama akan dapat cucu. Eh Tuhan langsung mengabulkan.” Tangisan bayi itu semakin kencang. Risma tidak lagi merasa halusinasi mendengar suara tangis bayi. Ia benar-benar mendengar ada bayi menangis. “Bayi siapa itu yang menangis?!” *** Risma dan Juan terkejut saat melihat Daniel menggendong seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dari dalam kamarnya. Bayi yang sangat mirip dengan wajah putranya itu membuat Risma syok dan akhirnya pingsan. Daniel dan Juan memekik kencang saat melihat Risma tidak sadarkan diri di sofa. Celine mengambil alih Noah dari tangan Daniel, sementara Daniel dan Juan mencoba membangunkan ibu mereka. “Anak siapa itu, Bang?! Kok mukanya mirip elo sih? Itu bukannya anak elo dan Kak Celine kan?” cecarnya. “Bisa diem ngga mulut lo! Pikirin dulu gimana sadarin mama!” Juan menepuk nepuk pipi dan memanggil nama ibunya. Celine teringat dengan minyak kayu putih milik Noah. Ia berlari ke dalam kamar untuk mengambil minyak tersebut lalu menyerahkannya kepada Daniel. “Coba olesin minyak kayu putih ke deket hidung Tante Risma, Niel.” Daniel melakukan yang Celine perintahkan. Keduanya terus menepuk dan memanggil nama Risma. Tak lama Risma perlahan sadar. Matanya mengerjap beberapa kali. Celine menaruh Noah yang baru saja terbangun ke dalam boks. Dengan sigap ia membuatkan teh manis hangat untuk Risma. “Tante, diminum dulu tehnya.” Celine menyodorkan segelas teh manis yang langsung diminum oleh Risma. Risma menatap bayi tampan yang tengah berbaring tenang di dalam sebuah boks. Ia bangkit perlahan lalu berjalan mendekati Noah. Juan dan Daniel membantu memapahnya. Ditatapnya wajah Noah yang sangat mirip dengan putra sulungnya saat beberapa puluh tahun yang lalu. Seketika tangisnya pecah. “Ya Allah... Daniel...!" Risma terduduk dilantai. Tangisnya pecah. Celine ikut menangis melihat Risma akhirnya mengetahui keberadaan Noah cucu kandungnya. Daniel pun turut menangis. Ia memeluk tubuh ibunya meski harus rela mendapatkan pukulan dari Risma. Juan hanya bisa diam mencerna apa yang telah terjadi. “Maaf Ma. Maafin Daniel.” Hanya kata maaf yang mampu Daniel ucapakan kepada sang mama. Ia tahu ibunya kecewa berat kepadanya saat ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Daniel harus menerima kenyataan jika Noah adalah darah dagingnya. Risma dan Fajar harus mau menerima kenyataan pahit itu. Bagaimana pun Noah adalah cucu mereka yang sangat butuh cinta dan kasih sayang dari keluarganya. *** “Bisa tinggalkan kami sebentar, sayang. Tante mau bicara serius sama Daniel.” Celine yang sedari tadi diam dan menangis mengangkat kepalanya. Ia menatap Daniel yang memberi kode dengan anggukan. “Boleh Tante. Celine pulang dulu ya, Tan.” Risma mengangguk. Celine mencium tangan Risma lalu segera keluar dari rumah Daniel. Ia hanya mampu menatap ke pintu rumah itu. Entah apa yang akan dibicarakan oleh Tante Risma dan Daniel. Celine hanya bisa mendoakan yang terbaik agar masalah mereka selesai. Celine kembali ke rumah dan bersiap untuk berangkat bekerja. Sebelum berangkat, Celine melihat sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam pekat terparkir di halama rumah Daniel. Om Fajar datang ternyata, gumamnya. Celine mengendarai mobilnya menuju kantor perpustakaan Nasional dimana ia bekerja. Tak lupa ia mengirimkan pesan kepada Daniel dikhawatirkan Noah mencarinya. Sementara itu, Fajar datang terburu-buru setelah isteri tercintanya menghubunginya sambil terisak. Tanpa banyak bicara, Fajar kembali meluncurkan mobilnya menuju rumah Daniel. Setibanya disana, Fajar duduk lemas dilantai saat melihat sosok mungil yang tengah duduk dipangkuan isterinya. `
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD