AIR MATA SEORANG ANGELIN

1035 Words
AIR MATA SEORANG ANGELIN Empat bulan sudah Angelin bersama dengan Bayu, perjalanan cinta yang lebih sering memicu adrenalin karena Bayu bukan lelaki biasa. Deretan cewek cantik berjajar dalam kehidupannya dan jelas hal itu membuat Angelin lebih sering cemburu. "Aku jumpa Bayu dengan Natasya kemarin" penjelasan Siska membuat Angelin merinding. "Mungkin hanya urusan bisnis." Angelin menenangkan dirinya. Ia tidak ingin terpancing emosi. Kejadian seperti ini pernah dialaminya beberapa bulan yang lalu hingga membuat pertengkaran antara dirinya dan Bayu. Pertengkaran yang sangat hebat, untung ia langsung mengalah.Hari ini ketika Siska menjelaskan hal yang sama Angelin tidak ingin mengambil kesimpulan yang buruk atas Bayu nya. Ia ingin berfikir positif seperti yang Bayu minta, mungkin saat ini Bayu hanya sedang bernegosiasi bisnis. Wajarkan seorang pemilik toko perhiasan berbincang dengan klien wanitanya. Jadi mengapa harus dicemburui. Fikiran Angelin melompat-lompatNatasya wanita cantik, ia pelanggan toko perhiasan yang dimiliki Bayu. Ia sering datang kesana untuk memesan perhiasan dengan motif yang bermacam-macam. Sebenarnya sah-sah saja, hanya menurut Angelin ia terlalu berlebihan dalam berkomunikasi dengan Bayu nya. Beberapa laporan sudah masuk dalam daftarnya namun Bayu selalu berhasil mengelak, selalu berhasil memberi jawaban, selalu berhasil memberi alasan yang masuk akal. Dan selalu Angelin percaya pada setiap yang dikatakan Bayu. Kemudian mereka melakukan dosa lagi terus berulang-ulang. Bahkan ajakan Angelin untuk menemui kedua orang tuanya pun sampai hari ini belum terlaksana dan sekali lagi Angelin masih percaya pada Bayu. Padahal tidak alasan bagi seorang lelaki yang serius untuk menolak diajak bertemu orang tua sang kekasih. Terlebih lagi orang tua Angelin. Kurang apa coba ? Angelin seorang yang kaya raya, anak tunggal seorang milyader, cantik. Mengapa harus mengulur waktu perjumpaan dengan calon mertua bila demikian posisinya Kecuali lelaki tersebut tidak serius mungkin akan berbeda kisahnya. Angelin sering meminta Bayu datang ke rumahnya tetapi ada saja alasan bayu. Atau mungkin memang Bayu hanya ingin bersenang-senang. "Say, kapan kerumah ? mama papah pingin jumpa lho." "Nanti ya sayang kalau waktunya longgar," Selalu begitu yang disampaikan Bayu setiap Angelin mengajaknya ke arah yang serius. Hingga kejadian malam itu ketika mereka sedang berbincang di sebuah cafe di kota Malang. "Ini sudah bulan ke enam kita jalan bareng kapan kamu ke rumah Bay,?" tanya Angelin diantara temaram lampu cafe. Bayu nampak sibuk dengan ponselnya hingga tidak menanggapi apa yang disampaikan Angelin. Angelin kesal hanya berusaha tetap menjaga kalimatnya dihadapan Bayu. Entah mengapa ia bisa sebegitu sabar menghadapi Bayu. Padahal biasanya Angelin manja dan tidak bisa sabar. "Bay, aku bicara padamu." "Bay," "Iya, aku nggak tuli, kamu nggak lihat aku lagi sibuk." Bayu melotot pada Angelin. Angelin terkejut sekali. Ini untuk pertama kalinya seorang lelaki melotot padanya. Ia nampak marah sekali. Wajah Angelin tiba-tiba panas luar biasa. Angelin dengan segala kemewahan yang dimiliki orang tuanya sama sekali tidak pernah mendapat perlakuan kasar. Lalu siapa lelaki ini ? Lelaki yang baru berbilang bulan dikenalnya telah berani membuat Angelin hampir menangis. "Maksudmu apa ?" suara Angelin bergetar. "Aku bosan, setiap hari kamu menanyakan hal yang sama." "Karena ini sudah bulan kesekian kita barengan tetapi kamu nggak ada kepastian." Suara Angelin makin meninggi. "Kepastian untuk apa ?" "Untuk datang ke rumahku setelah apa yang kita lakukan." "Aku muak Angelin, " "Muak kenapa ?" "Aku muak terus berada dalam paksaanmu." "Lalu menurutmu aku harus bagaimana ?, diam saja ? aku sudah cukup lama bersabar Bay." "Oh, jadi kamu keberatan," "Ya, aku mau kamu segera menepati janjimu.." "Kalau aku menolak bagaimana ?" Angelin makin jengkel. Perdebatan mereka makin memanas. Beberapa pasang mata melihat mereka. Angelin sangat marah dengan perlakuan Bayu terhadapnya malam ini. Ia merasa di lecehkan, pertahanannya hancur. Ia kalah. Air matanya menetes liar. "Sekarang aku bilang pada mu aku menolak jumpa orang tuamu. Aku nggak suka sama kamu karena kamu terlalu perveksionis. Aku gerah !" suara Bayu setengah berteriak, lalu pergi meninggalkan Angelin yang mematung seorang diri. Angelin menangis, air matanya mengalir tanpa henti. Ia merasa dilecehkan. Begitulah, dua orang yang memadu kasih dan mengumbar kata cinta harus saling memaki dan merendahkan saat emosi menunggangi mereka. Kemana cinta yang selama ini mereka agung-agungkan ? Semua seolah hilang begitu saja. Raib tanpa sisa. Kata-kata manis itu hilang, sentuhan lembut itu hilang, tak ada yang mendekat. Mereka terbuai dalam ego masing-masing. Angelin terus menangis dan mematung bisu di tempat ia bermukim saat ini. Malam semakin larut, kaki Angelin terasa lemah sekali. Ia putuskan untuk minta dijemput Siska. Angelin bisa saja minta dijemput sopir dari rumahnya namun itu tidak ia lakukan. Ia tidak ingin sopir menceritakan kejadian apapun pada papah dan mamanya. Siska tiba di cafe dengan mobil pribadinya, kaos coklat dan bawahan bunga-bunga motif coklat menghias tubuhnya. Ia mencari Angelin. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Hingga kemudian ia meraih ponselnya. "Kamu dimana ?" "Aku disini, di ujung, dibawah pohon besar. " Siska menebar liar pandangannya, ia mencari sosok Angelin, hingga pandangannya tertuju pada seorang gadis di meja 24. Yup gadis itu Angelin, Siska buru-buru mendekatinya, Siska sedikit berlari menuju sahabatnya itu. "Kamu kenapa ?" tanya Siska pada Angelin di antara suara musik yang mengalun. "Aku sedih, aku sakit hati, aku tidak terima di buat begini." Angelin menumpahkan semua perasaannya pada Siska sahabatnya. Saat seperti ini memang yang terbaik berkeluh kesah pada sahabat, karena sahabat yang baik akan mengerti semua inginnya hingga tak ada celah buat bersedih lagi. Harusnya begitu memang, sahabat itu saling mengisi. Saling berbagi, saling membaikkan. Bukannya saling menyakiti dan membuat perih. Angelin menuturkan semua kejadian yang dialaminya tadi, masih dengan air mata berlinang. Seolah ada ganjalan batu besar dalam kalimat-kalimatnya. Angelin terisak-isak. Siska sedih melihat sahabatnya, mereka berteman sejak usia 14 tahun dan baru kali ini Siska melihat Angelin menangis begitu rupa. "Sudahlah, kita pulang saja, malam semakin larut. Sebaiknya kamu istirahat. Pinta Siska pada Angelin. Angelin menatap kosong, seolah ada bayangan buram dalam hari-harinya ke depan. Tentang kisah cintanya bersama Bayu juga tentang mimpinya menikah bersama lelaki pujaannya itu. Angelin seolah tak menemukan lagi sisi kebahagiaan. Ia hanya mampu mengatupkan bibirnya rapat. Siska memapah lengan sahabatnya penuh rasa sayang. Sungguh ia iba melihat Angelin malam ini. Andai Angelin mau sedikit percaya pada nasehatnya agar tidak terjebak pada Bayu, pasti kejadian malam ini tidak akan terjadi. Namun nasi telah menjadi bubur. Angelin terlanjur menyerahkan, bukan saja hatinya tetapi juga kesuciannya pada lelaki seperti Bayu. Siska meradang membayangkan hati Angelin yang pasti remuk redam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD