Rengganis mengerutkan keningnya saat mendapati sang putra sedang asyik memainkan ponselnya. Beberapa kali bahkan senyum-senyum sendiri seperti orang yang sedang kasmaran.
Sontak Rengganis segera mendekat, lalu menepuk pundak sang putra. "Ngapain kamu senyum-senyum tidak jelas begitu? Kesambet nanti Bunda yang susah,"
"Telat Bun, Jagat udah terlanjur kesambet ini." sahut Jagat yang justru menjawab seenak jidatnya.
"Kesambet apa? Jangan aneh-aneh kamu Gat. Bunda tadi kan cuma bercanda."
"Kesambet hantu bucin Bun—aduh! Kira-kira dong Bun kalau mau nggeplak astaga."
"Salah sendiri jawabannya kok ngawur! Hantu bucin hantu bucin gundulmu! Ketempelan beneran baru tau rasa kamu."
"Tadi kesambet, sekarang ketempelan. Yang bener yang mana nih? Kesambet atau ketempelan Bun?"
"Bunda pukul lagi kamu ya Gat kalau ngeselin."
"Ngancem sukanya. Pantes Ayah takut sama Bunda,"
Rengganis mendengus lalu menyahut, "pinter kamu kalau disuruh mengalihkan pembicaraan Gat. Kamu tuh kenapa senyum-senyum begitu ngelihatin layar hp terus? Lagi kasmaran kamu?"
Bukannya menjawab, Jagat justru tersenyum malu-malu. Bak seseorang yang baru saja ketahuan menjalin hubungan.
"Beneran nih kayaknya,"
"Beneran apa Bun?"
"Gilanya."
Astaga, Jagat langsung tertawa mendengar jawaban sang Bunda. Memang tidak bisa dipungkiri jika sang Bunda terkadang lucu, tapi terkadang juga menyebalkan. Menyebalkan hanya jika sudah mulai mencarikannya jodoh.
"Jangan gila Gat, ingat anak udah satu. Belum punya istri juga kamu. Buruan cari istri terus nikah."
"Ini kan Jagat lagi berusaha Bun,"
"Berusaha terus tapi masih jomblo aja sampai sekarang. Kamu beneran udah nggak laku apa gimana ya Gat? Perasaan gen Bunda sama Ayah kuat banget loh. Ganteng begitu masa nyari sendiri nggak ada yang nyantol sih Gat? Malu sama Evan tuh, habis ditinggal nikah udah dapet pacar lagi dia."
"Tau dari mana Bunda kalau Evan punya pacar lagi?"
"Semalam kan dia mampir ke rumah sama pacarnya. Kamu sih, mendadak sekali lembur sampai larut malam. Pulang jam berapa kamu semalam?"
"Jam 1 pagi kayaknya Bun, kerjaan banyak banget. Sampai lupa waktu," jawab Jagat berbohong.
Terpaksa sekali dia berbohong pada sang Bunda. Sebab Jagat tidak mungkin memberikan alasan yang sebenarnya pada sang Bunda, jika semalam dia sibuk mengurus Kaluna dan mengantarnya pulang.
Jagat hanya tidak mau sang Bunda berpikiran yang tidak-tidak dan amit-amit jika sampai berpikiran buruk tentang Kaluna yang mabuk.
Jagat ingin sang Bunda nantinya mengenal Kaluna dalam keadaan yang baik. Bukan dari cerita yang kurang mengenakkan seperti semalam. Ya meskipun dari semalam dia mulai bisa lebih mendekati Kaluna. Karena entah mengapa semenjak kejadian semalam, Kaluna jadi terus membalas pesannya. Ya walaupun singkat-singkat, tapi cukup membuat Jagat senyum-senyum tidak jelas.
"Kebiasaan kamu Gat. Jangan diulangi. Kalau lembur ingat waktu, ingat anak juga. Untung semalam Rara nggak ngambek."
"Iya Bun, maaf."
"Jangan minta maaf, Bunda cuma ngasih tau. Ini juga demi kebaikan kamu nantinya kalau sudah berumahtangga. Jangan sering-sering lembur karena di rumah pasti sudah ditungguin sama anak dan istri. Jangan kayak Ayah kamu sibuk terus, jadi kamu dulu waktu kecil jarang punya waktu sama Ayah kamu."
"Iya Bunda, makasih udah ngasih tau Jagat." balasnya, lalu diakhiri dengan senyuman manis.
"Ya sudah itu pancake duriannya sudah Bunda siapin."
"Ya, bentar lagi Jagat ambil."
"Emang buat siapa sih pancake duriannya? Sampai siang-siang begini kamu nyempetin pulang ke rumah cuma mau ambil pancake?"
"Buat temen spesial Jagat," jawabnya spontan.
Sebelum sang Bunda melemparkan tanya, Jagat kembali melanjutkan, "Bunda jangan tanya-tanya dulu. Interogasi Jagat kapan-kapan aja. Jagat harus pergi sekarang,"
"Enak saja kamu Gat! Beritahu Bunda dulu siapa teman spesial kamu itu! Katanya jomblo!"
Percuma. Memang percuma saja Rengganis berteriak meminta Jagat untuk memberitahunya. Karena Jagat sudah langsung pergi begitu saja setelah mengambil pancake durian yang ada di dalam kulkas.
"Waduh, nggak bisa ini. Harus tanya Evan atau Sean. Pasti mereka tau!" monolognya, lalu Rengganis buru-buru kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan segera mengirim pesan pada dua sahabat Jagat yang sudah seperti anaknya sendiri.