Pria Yang Berbeda

1390 Words
Sudah lama Jagat tidak menginjakkan kakinya di salah satu tempat yang sering dinamakan surga dunia bagi orang-orang yang memiliki banyak masalah dan larinya pasti ke minuman alkohol. Jagat meninggalkan dunianya yang gelap itu sejak benar-benar ingin berubah. Namun sekarang sesuatu hal membuatnya harus menginjakkan kakinya di sebuah club malam. Matanya berpendar ke segala arah untuk mencari seseorang yang setengah jam lalu mengirim pesan random padanya. Bahkan pesannya hampir semua tak bisa dibaca, sebab typo parah. Tidak membutuhkan waktu lama, mata elang Jagat menemukan seseorang yang sedang dia cari. Kaluna Atmadja. Ya, wanita itulah yang membuat Jagat harus kembali menginjakkan kakinya di sana. "Ketemu!" Jagat menghela napas panjang saat menatap Kaluna dari kejauhan. Kaluna duduk sendirian di tempat yang paling pojok dan sepi. Sendirian tanpa teman dan jauh dari keramaian orang-orang yang sedang berjoget di lantai dansa. Wanita itu tampak diam dan Jagat yakin jika Kaluna sudah benar-benar mabuk. Jika saja dia tidak menelepon Kaluna untuk menanyakan sesuatu, mungkin saja wanita itu tidak akan mengirim pesan padanya. Meski Jagat tau, isi pesan Kaluna berisi memarahinya karena menganggu. Lalu berakhir Kaluna mengirim pesan random yang begitu banyak. Untungnya, Kaluna masih bisa mengirim lokasi di mana dia berada saat ini. Dan di sinilah Jagat, dia datang untuk Kaluna. "Ayo pulang, Kaluna." ujar Jagat saat baru saja tiba di tempat Kaluna dengan suaranya yang super lembut. Kaluna mengangkat wajahnya. Pandangannya sudah buram sekarang. Tidak tau siapa yang ada di hadapannya saat ini. Karena itulah, Kaluna menggeleng. Dia tetap mau berada di sana. "Luna, ayo. Saya antar kamu pulang, masih ingat alamat rumah sendiri kan?" "Nggak," "Nggak apa, Luna?" "Nggak mau pulang." jawabnya. Jagat lantas kembali menghela napasnya. Dia tidak mungkin membiarkan Kaluna tetap berada di tempat yang seperti itu. Sedangkan sekarang Kaluna sudah benar-benar mabuk dan hampir kehilangan kesadaran. "Kenapa nggak mau pulang, Luna?" Kaluna menggeleng lagi. Lama sekali tidak mau menjawab. Lalu tiba-tiba saja terkekeh pelan. Entah apa yang membuat Kaluna sampai tiba-tiba terkekeh sendiri. "Luna—" "Sepi, di rumah nggak ada temen. Selalu sendirian." Kaluna menundukkan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya secara tidak langsung. Membuat Jagat harus merendahkan tubuh dan memiringkan kepalanya untuk menengok Kaluna yang dalam posisi tersebut. Lalu Jagat dikejutkan dengan suara lirih tangisan yang ternyata itu adalah Kaluna. Wanita itu menangis secara tiba-tiba. "Luna? Kenapa?" Jagat sedikit memaksa dengan menaikkan dagu Kaluna. Ini pertama kalinya dia melihat Kaluna serapuh ini. Jagat sampai tidak tau harus bagaimana, sebab dia juga tidak tau Kaluna sedang memiliki masalah apa. Namun, detik berikutnya justru Kaluna memukul d**a Jagat berulang kali. Seolah sedang menyalurkan kekesalannya. Dan Jagat sama sekali tidak menghentikan Kaluna. Jagat menerima setiap pukulan Kaluna yang semakin lama semakin melemah dengan air mata yang mengalir tidak sederas sebelumnya. "Kenapa semua orang jahat? Kenapa jadi aku yang selalu sendirian? Aku juga ingin dimengerti. Aku mau ditemani. Kenapa-kenapa?" Kaluna terus meracau berulangkali. Terus-menerus mengoceh tidak mau sendirian, dan ingin ditemani. Hingga berakhir wanita itu benar-benar kehilangan kesadarannya. Sekarang, Jagat jadi bingung. Dia tidak tau harus membawa Kaluna ke mana. Dia tidak tau di mana rumah Kaluna. Dia juga tidak mungkin membawa Kaluna ke hotel apalagi ke rumahnya. Bisa diamuk sang Bunda jika dia pulang-pulang membawa seorang perempuan dalam keadaan tidak sadar. Ditambah lagi, dia takut nanti saat Kaluna sadar, wanita itu justru berpikiran yang tidak-tidak padanya. Karena itulah, muncul ide lain yang akan membuat posisi Jagat aman nanti. +++ Setelah beberapa jam tidak sadarkan diri, Kaluna akhirnya terbangun. Kepalanya terasa berat, pun pusing langsung menderanya. Belum selesai sampai di situ saja, Kaluna bahkan terkejut saat mengetahui dia sudah berada di dalam mobil seseorang. Namun, yang ada di dalam mobil tersebut hanya ada dia seorang. "Ini—" Kaluna mulai mengingat kejadian sebelumnya. Tapi tetap saja dia tidak tau siapa yang dia ajak bicara. Hingga akhirnya Kaluna mengetahui dari dalam mobil, dia melihat presensi Jagat yang sedang duduk di sebuah kedai nasi goreng pinggir jalan. Kaluna reflek melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Sudah hampir tengah malam dan dia sepertinya sudah terlalu lama di dalam mobil Jagat. Karena itulah, Kaluna langsung keluar dari mobil tersebut. Jagat bangkit dari duduknya dan bergegas menyusul Kaluna lebih dulu dengan raut wajah yang sangat ramah. Bahkan Jagat tersenyum manis seolah tidak terjadi apa pun sebelumnya. "Udah bangun? Maaf ya, saya nggak tau alamat rumah kamu. Jadinya ya saya biarkan kamu tidur di mobil saya." "Makasih," "Sama-sama, Luna. Nanti saya antar pulang. Masalah mobil kamu nanti bisa di—" "Mobilnya di rumah. Saya nggak bawa mobil tadi," sela Kaluna dengan cepat dan Jagat mengangguk mengerti. "Ya sudah kalau begitu makan dulu ya. Baru setelah itu saya antar pulang." "Nggak usah, saya pulang sekarang saja Mas—" "Nggak boleh nolak, Luna. Ini bahkan sudah tengah malam. Saya nggak mungkin biarin kamu pulang sendiri." Kaluna lantas menghela napas pelan dan menyahut, "terserah." "Ya sudah, ayo, pesan dulu. Mau nasi goreng atau mie aja?" Kaluna tak langsung menjawab pertanyaan Jagat. Kedua netranya sibuk memindai kedai yang ada di pinggir jalan tersebut. Bahkan Kaluna sampai melirik ke arah meja-meja yang ada di sana. Dia takut jika kotor dan berantakan. Maklum, Kaluna sangat mencintai yang namanya kebersihan. "Bersih kok, dijamin! Bonus makanannya enak. Jadi, Luna harus cobain." Kaluna langsung menatap Jagat dan pria itu menganggukkan kepala seolah menyakinkan Kaluna. "Mau nasi goreng," "Nasi goreng apa? Babat, ayam, atau telur? Atau mau yang spesial sekalian?" "Ayam," Kaluna benar-benar sudah tidak punya tenaga lagi. Suaranya nyaris tak terdengar, namun Jagat bisa mengerti. "Kamu duduk, biar saya yang pesankan. Minumnya mau apa? Teh anget atau jeruk anget?" "Nggak ada es?" "Yang anget saja dulu ya, Luna." "Teh anget." "Oke," sahut Jagat. Lalu kemudian dia mulai memesan dan sang penjual langsung bergegas membuatkan dua nasi goreng untuk mereka berdua. Kaluna tidak banyak bicara. Sesekali dia dibuat terkejut dengan keakraban yang terjalin antara Jagat dengan sang pemilik kedai tersebut. Kaluna jadi menilai jika Jagat ini orang yang pandai bersosialisasi dengan banyak orang. Mudah dekat juga. Tapi Kaluna juga tidak heran sebab Jagat adalah orang kantoran. Jadi dia tau jika orang-orang macam Jagat ini sudah terlatih dalam berbicara. Bahkan sudah biasa. Kaluna menikmati nasi goreng miliknya dengan tenang. Rasanya enak, sampai-sampai dia bisa menghabiskan satu piring penuh. Padahal biasanya dia selalu tidak habis jika makan banyak. "Enak?" Kaluna mengangguk, "ya, enak." "Bagus kalau enak. Berarti rasanya juga cocok di lidah kamu, Luna. Besok-besok berarti kamu harus terima tawaran saya," "Tawaran yang mana?" "Tawaran buat selalu merekomendasikan makanan-makanan enak ke Luna. Bahkan kalau bisa makan bareng sekalian. Biar ada teman ngobrolnya." "Nggak perlu, Mas. Tapi makasih." "Jangan bilang makasih kalau begitu, Luna. Kalau terima tawaran saya, baru kamu boleh ngucapin terimakasih." "Terserah Mas aja deh," "Lucu deh Luna," sahut Jagat yang membuat Kaluna langsung menaikkan sebelah alisnya. "Em, bercanda. Jangan berpikir yang macam-macam ya, Luna. Saya beneran cuma mau share ke kamu, makanan apa saja yang enak-enak. Dan di mana aja tempat langganan saya." "Kenapa?" "Kenapa apanya Luna?" "Kenapa harus repot-repot? Maksudnya, jangan terlalu baik sama saya." "Tapi saya yang mau begini, Luna. Saya suka makan dan kamu juga. Jadi tidak ada salahnya kan kalau saya sekarang sering ngajakin kamu makan bareng? Anggap saja kita ini partner makan bareng. Aku seneng kalau ada temennya, Luna. Syukur-syukur jadi partner dalam lain hal juga." "Bisa sama orang lain juga kan?" balas Kaluna, namun tidak terlalu menanggapi kalimat terakhir pria itu. "Tapi saya maunya sama kamu." "Maksa nih ceritanya?" "Sedikit, tapi harusnya kamu mau sih. Ntar gantian deh, Luna yang ngasih rekomendasi tempat makan yang enak." "Lihat nanti," "Berarti mau kan artinya?" "Terserah Mas Jagat," "Oke berarti mau, sudah deal ya Luna." Kaluna hanya mencebik pelan. Tidak tau harus menjawab apa. Tapi dia benar-benar tidak bisa marah meski Jagat terkesan memaksanya. "Mas, soal yang di club— tolong lupain." ujar Kaluna tiba-tiba. "Saya anggap tidak pernah mendengar apa pun, Luna. Kamu tenang saja. Tapi kalau butuh teman untuk ngobrol, bilang saja sama saya. Saya siap mendengarkan apa saja. Bahkan jika kamu ingin, saya bisa temenin kamu. Entah temenin makan, ngobrol, atau belanja sekali pun." Kaluna mendadak takut. Bagaimana bisa ada pria sebaik itu? Sedangkan dia kerap kali menemukan pria dengan kelakuan yang sama seperti ayahnya. Bahkan itu seolah sudah tertanam di dalam otaknya. Jadi, saat tau kebejatan sang mantan kekasih, Kaluna tidak terkejut sama sekali. Sebab yang ada di dalam pikirannya, semua pria sama saja. Ya, sama saja seperti ayahnya. Tapi Jagat Kaivan Mahatama mengapa berbeda? Dan ini justru membuat Kaluna merasa takut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD