Part 23

2270 Words
Fely dan Barra tengah menatap bocah kecil yang tidur diantara mereka saat ini. Bocah yang sedari tadi memperhatikan Barra yang sedang bermain game. Bahkan bocil yang menyaksikan bagaimana Barra yang terus saja melayangkan ciumannya pada pipi maupun bibir Fely. "Fel, dia udah tidur tuh" ucap Barra. Fely menoleh kearah suaminya. "Ya terus?" "Bayangin deh, nanti bakalan anak kita yang ada disini" ucap Barra. "Emang lo siap jadi bapak?" tanya Fely. Jika Fely yang ditanya, jujur saja ia belum siap. Karna Fely masih ingin sekolah dan lanjut kuliah dikampus yang ia impikan selama ini. "Gue mah ayo aja sekarang juga" celetuk Barra yang langsung mendapat jitakan dari Fely. "Lo enak tinggal nanem saham doang. Lah gue gimana? Sekolah gue gimana?". Barra terkekeh melihat Fely sekarang. "Gue becanda gila" jawab Barra. Barra memang penyuka anak kecil. Tapi, ia juga sadar jika ia masih muda dan masih sekolah. Maka, tidak pernah terlintas dibenaknya tentang memiliki anak dalam waktu dekat. Walaupun mereka sudah melakukan hubungan suami istri, Barra tidak ada niatan untuk menghamili Fely dalam waktu dekat. *** "Mama, mama, aku mau nikah bial bisa kaya om Bala nyium tante Fely telus" adu Gavin pada ibunya saat sarapan pagi dengan keluarga besar mereka. "Lo apain anak gue Barra?" tanya Adam yang shock mendengar ucapan anaknya itu. "Gue ga ngapa-ngapain Bang" jawab Barra. Memang dirinya berkali-kali melabuhkan ciumannya terhadap Fely tepat didepan Gavin. Barra fikir Gavin tidak akan membuat laporan pada ibu dan ayahnya. "Si Barra ga bisa tahan emang? Ada bocah juga" sahut Bian. Jangan tanyakan kondisi Fely sekarang. Gadis itu sudah memerah wajahnya karna pembahasan sekarang. Ia ingin membela dirinya, tapi rasanya akan percuma. Tapi, ia malu sekali sekarang. Apalagi sekarang ada ayah mertuanya. "Udah dong, liat istri gue merah gitu mukanya" Barra yang melihat kearah Fely ingin sekali tertawa terbahak-bahak karna wajah Fely sangat merah sekali karna menahan malu. Fely mencubit perut Barra sekarang. Seenak jidat saja Barra berbicara didepan keluarganya. Barra sedikit meringis kesakitan karna ulah Fely. "Aw, sakit Fely" ringis Barra yang sambil mengusap perutnya yang ia rasa sudah memerah. Fely tidak peduli dengan ringisan Barra sekarang. Ia memilih untuk menandaskan sarapan paginya dan segera meninggalkan meja makan dengan alasan akan telat masuk sekolah. Tapi, sebelum Fely beranjak, rupanya Barra yang bangkit berdiri dan pamitan pada seluruh keluarganya. Termasuk pada Fely. Barra menyodorkan tangannya untuk istrinya itu salami. Dan tentu saja Barra memberikan ciuman dikening Fely. "Kalian ga barengan?" tanya Lita. "Ngga ma, Fely udah dibolehin bawa mobil sama Barra" jawab Fely sekenannya. "Kalo gitu, Fely berangkat juga ya". Fely menyalami semua yang ada disana kecuali Bian karna mereka memang seumuran. *** Fely keluar dari mobilnya bertepatan dengan keluarnya Jihan dari mobil yang ia bawa. Fely juga tidak sengaja berpapasan dengan gadis yang selalu disandingkan dengan suaminya itu oleh kebanyakan siswa disekolah mereka. Tapi, Fely memilih untuk pergi begitu saja. Melihat wajah Jihan rasanya ia ingin menjambak rambutnya karna Jihan selalu mengambil kesempatan agar bisa dekat-dekat dengan Barra. Fely berjalan menuju kelasnya yang melewati kelas Barra. Ia bisa melihat dari jendela suaminya itu sedang asyik bermain game. Memang segila itu Barra pada gamenya jika ada waktu senggang. "Fely" teriak dari seseorang berhasil menghentikan langkah Fely yang tepat didepan pintu kelas Barra yang terbuka lebar. Fely juga menoleh kearah belakang yang rupanya Nindi sedang berjalan menghampirinya. Kamal yang mendengar nama Fely disebut, ditambah dengan berdirinya Fely didepan pintu kelasnya sontak berlari keluar dan menghampiri gadis yang ia taksir sudah lama itu. "Eh ada Fely, mau masuk dulu ga kekelas abang Kamal" ucap Kamal. Fely menoleh kearah Kamal sekarang. Begitu juga Nindi yang sudah berdiri didekat Fely. kedua gadis itu menatap Kamal dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ga!" jawab Fely lantang, "Ya udah, abang Kamal anterin ke kelas aja mau ga?" tanya Kamal lagi. "Ga usah makasih" setelah berkata seperti itu, Fely dan juga Nindi segera pergi meninggalkan Kamal yang menyun. Kamal memilih masuk kedalam kelasnya. Duduk dibangkunya dengan wajah yang sangat meminta dikasihani karna selalu ditolak mentah-mentah oleh Fely. "Yang sabar ya, Mal. Perjuangannya digedein lagi, yu bisa yu" ucap Vino sambil mengelus bahu sahabatnya itu. "Dia temen lo kan Vin?" "Iya kenapa?" tanya Vino. "Bantuin lah" "Ogahh, usaha aja sendiri hahahaha". *** "Tumben lo bawa mobil. Tadi gue liat mobil lo diparkiran. Kaki lo udah sambuh gitu?" tanya Nindi saat ia sudah berada dikelas dengan teman-temannya yang lain. "Udah, gue udah kontrol kedokter" jawab Fely. "Latihan lagi dong? Kaku rasanya ini ga dipake seminggu badan buat dance" ucap Clarin. "Nanti aja istirhat atur, biasa aja kumpulin anak-anak yang lain" jawab Fely. Fely memang sudah mendapatkan izin dari Barra untuk kembali latihan. Maka ia memutuskan untuk memulai kembali aktivitasnya yang sempat tertunda karna kakinya yang cedera. Untung saja Barra mengerti akan kompetisi yang akan Fely hadapi beberapa minggu lagi. Dengan catatan Fely jangan terlalu over agar kakinya tidak kembali cedera. "Serius kaki lo udah ga papa?" tanya Febri. Fely menganggukan kepalanya. "Aman, kemarin udah dicek ke dokter. Asalkan gue ga over aja geraknya" *** Fely dkk memilih untuk pergi kekantin terlebih dahulu setelah mereka berganti baju. Mereka membutuhkan asupan makanan karna mereka akan semakin menggencarkan latihan karna sudah satu minggu mereka tidak ada latihan sama sekali. "Fel, sini" teriak Vino pada Fely. Fely menoleh kearah sumber suara. Sesekali menuruti sahabatnya itu tidak ada salahnya. Fely berjalan kearah meja Vino yang pastinya ada Barra disana. Fely menatap sebentar kearah suaminya itu yang dimana Barra juga memperhatikan Fely yang sudah tidak memakai seragam lagi. "Ngapain?" tanya Fely. "Kaki lo udah ga papa?" tanya Vino. "Iya, bukannya kemarin cerdera ya?" tanya Ansell. "Aman. tumben lo berdua peduli sama gue" ucap Fely sedikit bergurau. Karna nyatanya Vino dan Ansell selalu menjadi garda terdepan Fely jika mempunyai masalah disekolah. "Emang setan punya temen cewek satu" ucap Vino yang kesal dengan jawaban Fely barusan. Sedangkan Fely terkekeh. "Baperan amat lo babi. Udah ah ya, kalo ga ada kepentingan lagi mendingan gue cabut, diem disini ga akan buat gue kenyang" Fely memutuskan untuk kembali ke meja teman-temannya. "Vin, kenapa dibiarin cabut elah, suruh semeja aja tadi" ucap Kamal pada Vino. "Sadar diri gobl*k!!' sahut Barra yang melempar tissu yang ia bulat-bulatkan. "Yee, serah gue. Siapa tau dia jodoh gue". Barra terkekeh mendengarnya. Seandainya ia bisa berkata saat ini, jika impian Kamal tidak akan pernah terwujud karna gadis yang ia sukai itu sudah menjadi milik Barra seutuhnya. "Ga papa Bar, maklumin aja. Umur orang ga ada yang tau" sahut Luthfi. "Iya siapa tau lo duluan ya Fi" jawab Kamal. "Sialan". "Hai guys" sapa Jihan yang ntah sejak kapan berdiri didekat meja Barra dkk. Jika diperhatikan, memang Jihan sekarang terlihat banyak absen disetiap berkumpulnya para teman lelakinya. "Hai" jawab Haykal mewakili teman-temannya. "Gue boleh disini?" tanya Jihan. "Boleh, boleh banget sini duduk sebelahnya si Barra" jawab Kamal yang memberikan ruang untuk Jihan duduk disebelah Barra. karna memeang Kamal duduk disebelah sahabatnya itu. Dengan senang hati Jihan duduk diantara Barra dan juga Kamal. "Barra udah pesen makan?" tanya Jihan pada Barra yang sedang asyik bermain hp nya. Barra memang sedang ingin mengirim pesan untuk Fely. B Jangan hiperaktif Cia Jangan gatel Barra menyunggingkan bibirnya. Ia tahu jika Fely pasti memperhatikan dirinya yang sedang duduk disebelah Jihan. B Iya, ngga Cia Gue liatin disini. Sampe lo ketauan deket, abis lo dikamar nanti Barra kembali menyunggingkan bibirnya saat membaca ancaman dari Fely. Bukannya takut, Barra justru ingin menggoda istrinya itu. B Kalo dikasih jatah mah mau gue Luthfi yang duduk disebelah kanan Barra menyikut tangan pria itu karna sedari tadi Barra tersenyum sendiri sambil menatap layar hp nya. Ditambah dengan Barra yang tidak menjawab pertanyaan dari Jihan. "Liatin hp sambil senyum-senyum. Gila ya lo?" tanya Luthfi. "Tau lo, Jihan nanya ga dijawab" timpal Kamal. "Chattingan sama siapa sih lo? Gue liat lo sering banget buka hp sekarang, mana sering senyum-senyum sendiri lagi" sahut Nizam yang sering kali memergoki Barra yang fokus pada hp nya. Karna Nizam yang satu bangku dengannya, tentu saja Nizam tahu banyak tentang Barra yang selalu memainkan hp nya di kelas. Dengan segera Barra menaruh hp nya ke saku kemeja sekolahnya. "Apa sih lo?" tanya Barra balik pada Nizam. "Paling juga chattan sama ceweknya" sahut Haykal. "Lo serius ada cewek Bar?" tanya Ansell. "Menurut lo aja" Jawan Barra lalu menyeruput minuman yang ia pesan tadi. "Si Jihan gimana Bar?" tanya Kamal. "Apaan sih Mal?" tanya Jihan yang tidak terima namanya disebut-sebut disini. "Kita mah friend ya Han?" tanya Barra pada Jihan. Jihan tersenyum dengan ogah-ogahan karna Barra menyebut dirinya hanya sebatas teman saja. "Anjing, kenapa ga jadian aja? Nih ya gue jamin kalo lo berdua pacaran bakal dapet banyak dukungan disekolah" ucap Haykal dengan lantang. "Eh, inget si Barra pernah sama cewek pas dia main game. Gue denger suaranya" timpal Luthfi. "Bacot lo" sahut Barra. Barra sejujurnya tidak keberatan jika Luthfi tahu dan teman-temannya tahu kalau yang sedang mereka bicarakan itu Fely. Ia hanya takut saja jika statusnya dengan Fely terbongkar begitu saja. Bisa-bisa banyak yang mengira jika Fely hamil diluar nikah. Padahal, sampai detik ini Barra selalu bermain aman dengan Fely. "Ganti topik aja ga sih?" tanya Jihan yang mulai tidak nyaman. *** "Eh liat-liat anak dance. Tumben banget pintunya dibuka. Masuk yu ah" ucap Kamal saat melihat ruangan dance dibuka begitu saja. Pasalnya, selama mereka bersekolah disini, ruangan itu selalu tertutup rapat jika sedang latihan. Tapi, sekarang ruangan itu terbuka dengan lebar. Kamal yang memang ingin melihat Fely sontak menarik teman-temannya untuk masuk kedalam sana. Yang ditarik malah ikut-ikut saja. Saat merasa ada yang masuk keruangan dance, bahkan mereka dapat meliat dikaca besar yang ada disana, Fely mengajak teman-temannya untuk berhenti dan menoleh kearah Barra dkk. "Ngapain disini?" tanya Fely pada siapapun yang mau menjawab pertanyaannya. "Mau liat latihan aja" jawab Vino. Fely kini mengacuhkannya. Ia kembali mengajak teman-temannya untuk kembali menari. Karna mereka harus benar-benar tampil maximal nantinya. "Aw" pekik Fely saat pergelangan kakinya terasa sakit lagi. Spontan Barra berlari menghampiri Fely yang sedang berdri sambil memegang kakinya itu. Sadarkah Barra kini ia menjadi pusat perhatian semua orang yang ada disana?. "Lo ga papa?" tanya Barra. Fely membulatkan matanya saat melihat Barra yang kini merangkulnya. Bahkan, teman-teman dari suaminya ini sudah berdiri mengerubuni mereka berdua, sama halnya dengan teman-teman Fely. Barra membawa Fely kepinggiran ruangan untuk istrinya itu duduk selonjoran. Barra masih belum sadar atas kode-kode yang Fely berikan untuknya. Tatapan dari teman-teman mereka sangat sulit dibaca sekarang. Apalagi, sangat bisa dilihat dengan jelas, Barra yang sangat mengkhawatirkan Fely sekarang. "Barra ini dimana?" tanya Fely berbisik. Baru lah Barra menyadari semuanya. Ia bingung harus berbuat apa sekarang. Sebisa mungkin alasannya bisa meyakinkan semua orang yang ada disini. "Barra, menang banyak lo pegang-pegang dia" Protes Kamal yang tidak terima dengan Barra yang seenak jidatnya merangkul Fely didepan matanya. "Gue... gue refleks aja liat dia kesakitan" alibi Barra. "Tapi, gue liat lo khawatir banget" komentar Vino. "Apaan sih, mendingan tolongin dia dulu" ucap Barra mengalihkan pembicaraanya. Ia kini memilih untuk memegang pergelangan kaki Fely, memastikan apakah istrinya itu baik-baik saja atau tidak. "Aw, sakit jangan dipegang" keluh Fely. Barra yang panik itu sontak menggendong Fely dan hendak membawa gadis itu untuk kembali kontrol kerumah sakit. Barra tidak ingin jika terjadi apa-apa pada istrinya itu. "Lo mau bawa gue kemana?" tanya Fely yang sudah mengalungkan tangannya pada leher Barra karna ia tidak ingin terjatuh. "Ikut aja" jawab Barra sambill membawa Fely keluar dari ruangan dance. Tidak ada yang berani mengikuti mereka berdua. Yang ada diruangan ini hanya melongo tidak percaya atas apa yang mereka lihat barusan. "Barra mau dibawa kemana cewek gue?" tanya Kamal sedikit berteriak. "Gue juga heran, tapi bener kata Barra. Pastiin dulu kakinya Fely baik-baik aja atau ngga" ucap Kai yang mendapat anggukan dari semuanya kecuali Febri dan juga Kamal. *** Banyak sekali yang memperhatikan Barra dan Fely sepanjang koridor sekolah. Tapi, tidak ada yang berani menegur mereka kecuali Indira yang merupakan coach dance dari Fely. Ia melihat Fely yang sedang digendong Barra itu sontak bertanya kenapa anak asuhnya itu. "Fely, you okay?" tanyanya. "Fely kakinya sakit lagi bu, lagi latihan tadi" jawab Barra yang mewakili Fely. "Oh, gitu. Cepet bawa dia kontrol Barra. Pastiin Fely baik-baik saja" titah Indira yang mendapat anggukan dari Barra. Sesampainya diparkiran, Barra dengan segera membawa Fely kedalam mobilnya. Fely benar-benar diam seribu bahasa saat ini. Ia menyimpan stok kata-katanya untuk ia keluarkan pada Barra yang kini sudah masuk kedalam mobil dan mulai mengendarai mobilnya meninggalkan pelataran parkiran sekolah. "Barra, lo apa-apaan sih? Lo tuh bikin semuanya curiga!! Lo kan bisa minta tolong sama yang lain buat bantuin gue!! Kalo anak-anak curiga sama hubungan kita gimana?" ucap Fely nyeroscos. "Lo istri gue!! Keselametan lo itu gue yang tanggung jawab. Harus berapa kali gue bilang, hah? Gimana gue ga khawatir liat lo kesakitan gitu? Lo ga mikirin apa orang-orang rumah gimana kalo lo sampe kenapa-kenapa lagi?" Barra mulai tersulut emosinya saat ini. Jika berbicara tentang emosi, Barra memang tipikal orang yang tempramental. Tapi, sebisa mungkin ia menahan emosinya itu jika berhadapan dengan seorang wanita. "Ya tapi kan lo bisa nyuruh Vino atau Ansell yang jelas-jelas dia temen gue". "Gue ga akan tenang kalo bukan gue yang anterin lo!!". Fely memilih diam saat ini. Sorot mata Barra sangat menakutkan saat ini. Walaupun jika dari ekspresinya Barra terlihat sangat mengkhawatirkan Fely. Tapi, jujur saja Fely ketakutan sekarang. "Iya gue yang salah maaf, jangan dimarahin juga" ucap Fely dengan menundukan wajahnya. "Fel, gue minta maaf. Gue ga sengaja bentak lo. Gue cuman khawatir sama lo. Emang salah ya?" tanya Barra yang sudah mulai melembut. Fely tidak menjawabnya, Barra juga tidak memaksanya untuk menjawab. Keduanya memilih untuk diam tanpa memulai pembicaraan sedikitpun sampai mereka tiba dirumah sakit. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD