Part 39

2226 Words
Setibanya dirumah, Fely segera bergegas mandi. Tidak lupa ia menyalami tangan Barra yang sudah pulang sedari tadi. Suaminya itu sedang asyik bermain game seperti biasanya. Tapi, kali ini saat Fely datang, Barra menyudahi game nya itu. "Gue ada latihan basket ditempat gue. Lo jangan kemana-mana ya?" ucap Barra sebelum Fely masuk kedalam kamar mandi. "Ko gitu?". "Kemarin kan udah jalannya, lo butuh istirahat. Udah, diem aja dirumah, gue juga ga akan lama". Barra bersiap untuk mengambil jaketmya. Karna ia berencana ingin menggunakan motornya. Sudah lama ia tidak memakai kuda besi kesayangannya itu. "Tapi lo juga kemarin kan jalannya sama gue". "Felysia...". Fely terdiam. Ia memilih untuk masuk kedalam kamar mandi saja. Ia terus mendumel sampai mulutnya capek sendiri. Barra tidak tahu jika Fely masih mendumel karna Barra yang melarangnya untuk keluar. Sebenarnya, yang membuat kesal adalah, dirumah tidak ada siapa-siapa sekarang. Mertuanya belum pulang, sedangkan Barra malah seenaknya mau keluar meninggalkan Fely sendirian dirumah. Barra mengetuk pintu kamar mandi terlebih dahulu sebelum ia pergi. Karna ia tidak ada waktu untuk menunggu Fely selesai mandi. Sedangkan Barra harus tetap berpamitan pada istrinya itu. "Fel, gue berangkat dulu. Makan malem tungguin gue" ucap Barra sebelum berlalu. Tidak tahukah Barra jika Fely terus menggerutu didalam kamar mandi saat mendengar kembali suara Barra yang berpamitan padanya. *** Barra memang diajak latihan basket oleh Davin. Tentu saja Barra tidak akan bisa menolak ajakan dari ketua gengnya itu. Lagi pula, mereka sudah biasa latihan seminggu sekali. Dengan begitu, Barra juga bisa kembali bertemu dengan Malvin, sosok laki-laki yang menyukai istrinya itu. Setelah satu pertandingan selesai, kesepuluh pemain basket itu menyingkir ke pinggiran lapangan dengan menselonjorkan kaki mereka, agar tidak terlalu pegal. "Bang, sorry nih gue harus balik abis isya" ucap Barra yang memang sudah berjanji akan makan malam bersama Fely. Ia bisa membayangkan semarah apa Fely nanti jika ia mengingkari janjinya itu. "Anjir, buru-buru amat Bar" jawab Davin. "Iya, suruh jaga rumah sama nyokap. Kan dirumah ga ada siapa-siapa" alibi Barra. "Halah, gak akan ada yang berani bawa juga itu rumah lo. Lagian kan ada Pak Muh juga disana" sahut Vino yang memang masih ingin bermain disini. "Kalian kalo masih mau main disini gapapa" ucap Barra. "Elah, cepet amat gila. Tumben banget sumpah" ucap Davin lagi. Karna, tidak biasanya mereka bermain hanya sebentar saja. Biasanya mereka main sampai larut malam jika sudah asyik dengan bola basket mereka. Maka, melihat Barra yang ngotot untuk pulang adalah hal yang paling aneh sedunia. "Tau lo Bar, ga asyik banget" sahut Malvin. "Ye, gimana lagi. Next time deh kaya biasanya" ucap Barra. Walau teman-temannya memaksanya untuk berdiam diri disini. Barra tetap pada pendiriannya. Lagi pula, ia khawatir jika Fely akan keluar rumah tanpa sepengetahuannya. Walaupun Barra menepis fikiran itu dengan segera diotaknya. *** Tepat jam 8 malam, Barra sudah sampai dirumahnya. Saat masuk, sebelum ia membersihkan dirinya, Barra memilih untuk mengecek Fely yang sepertinya sedang membantu Bi Inah untuk menyiapkan makan malam untuk keduanya. Barra berjalan kearah meja makan yang berada tidak jauh dari dapur itu. Barra segera menyodorkan tangannya untuk Fely menyalaminya. Tidak lupa Barra mencium kening Fely. Walau Fely dengan ogah-ogahan dicium oleh suaminya yang penuh dengan keringat itu. "Ish, bau tau ga itu keringet?" Fely menutup hidungnya agar aroma keringat Barra tidak tercium lagi. Walau sebenarnya tidak bau sama sekali, tapi Fely jijik melihatnya. "Enak aja, wangi gue mah" jawab Barra. "Iya, lebih wangi kalo lo mandi dulu". Fely mendorong tubuh Barra untuk menjauh darinya. "Mendingan makan dulu gue laper". "Ngga, ngga, mandi dulu. Gue ga mau makan sama orang yang keringetan banyak gitu" tolak Fely dan semakin mendorong Barra untuk menjauh darinya. Mau tidak mau, Barra meninggalkan Fely yang terus memintanya untuk mandi terlebih dahulu. Walau perutnya sudah terasa lapar sekali. *** Tidak perlu waktu yang lama, hanya dalam waktu sekitar sepuluh menit, Barra sudah kembali turun dengan dirinya yang sudah mandi dan memakai pakaian yang sudah Fely siapkan sebelumnya. Barra juga segera duduk disebelah Fely yang kini sedang menyiapkan nasi untuknya. "Ini masakan lo?" tanya Barra saat melihat adanya ayam balado didepannya. Ada juga sayur sup disana. "Masakan bibi. Kan lo bilangnya makanan gue lumayan, bukan enak. Jadi, gue males lagi masak buat lo". Barra tertohok mendengar jawaban dari istrinya itu. Rupanya Fely masih mengingat penilaiannya terhadap masakan Fely kemarin. Padahal, Barra hanya gengsi saja kemarin. Nyatanya ia meludeskan semua masakan Fely. "Baperan amat sih lo" komentarnya. Fely mendelik. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan Barra sekarang. Lebih baik ia makan saja makanan yang sudah ada didepannya. Karna, bedebat juga memerlukan energi. Selang dua puluh menit kemudian, Barra dan Fely sudah selesai makan malam. Mereka memutuskan untuk segera kembali ke kamar, karna Barra sudah meminta Bi Inah untuk membereskan bekas makan mereka berdua. "Fel, gue denger sekolahan si Bang Dav bakalan ke sekolah kita pas ada kompetisi" ucap Barra saat keduanya akan tertidur. "Iya kan jadi kontestan juga sekolahnya" jawab Fely. "Lo, udah ga ada apa-apa lagi kan sama dia?" tanya Barra hati-hati. Fely menoleh dengan bibirnya yang tersenyum menggoda Barra. "Hayoo, lo cemburu ya?" tanya Fely. "Ih ngga, gue nanya kan dia udah ada cewek. Takutnya malah salah faham". alibi Barra. "Halah, gue mah udah bestian sama ceweknya". "Kalo ke si Malvin?" tanya Barra lagi hati-hati. Fely kini kembali menoleh keraah suaminya yang sepertinya agak aneh ini. "Lo kenapa sih? Lo cemburukan? Bilang aja sama gue" tanya Fely. "Ngga ih apaan sih" alibi Barra lagi. Melihat Fely yang terus menatapnya seperti itu membuat Barra salah tingkah sendri. Ia memutuskan untuk memejamkan matanya saja setelah menarik Fely kedalam pelukannya. "Udah ah, tidur udah malem" ucap Barra sambil mendekap Fely. Fely hanya bisa pasarah, walau dalam hatinya ingin sekali tertawa karna sikap aneh Barra malam ini. *** Keesokan paginya, disekolah Fely ditugaskan untuk membawa kostum yang akan dipakai anggota dance untuk kompetisi nanti bersama Clarin. Setelah mengambil dispensasi, Fely dan Clarin segera keluar dari sekolah. Sebenarnya bisa saja nanti sore Fely dan Clarin mengambil baju itu. Tapi, atas perintah Indira lah yang mengharuskan mereka untuk mengambilnya sekarang. "Coach pengertian banget ya, tau aja kalo gue males belajar" ucap Clarin yang duduk dikursi penumpang disebalah Fely yang sedang menyetir. Mereka memang pergi menggunakan mobil Fely. Sebenarnya Fely sudah meminta Clarin untuk menyetir, namun gadis itu menolaknya dengan alasan jika gadis itu malas menyetir. "Halah, tiap hari juga lo males belajar" jawab Fely yang mendapat cengengesan dari temannya yang satu ini. "Ga tau ya, bosen gue belajar". "Ga usah sekolah sekalian". Clarin tidak ingin menanggapi lagi ucapan dari temannya yang sedang menyetir itu. Ia lebih memilih untuk memainkan hp nya. Membaca beberapa komentar yang masuk kedalam akun instagramnya tentang foto yang ia unggah barusan. Beberapa saat kemudian, Fely dan Clarin sudah sampai di boutique tempat mereka memesan baju untuk kompetisi nanti. Setelah memarkirkan mobilnya, Fely dan Clarin segera masuk kedalam sana. Karna mereka juga sudah ada janji dengan pemilik boutique nya, bahwa mereka akan mengambil pakaiannya sekarang. Tidak perlu memerluka waktu yang lama, kedua gadis itu sudah selesai membawa baju pesanan mereka. Fely dan Clarin masing-masing memvawa dua paper bag yang berisikan dua baju dalam paperbag itu. Hanya satu yang berisi tiga baju, yaitu yang dibawa oleh Fely. Fely dan Clarin menyimpan baju paperbag itu dibangku belakang kursi mobilnya. Lalu keduanya segera kembali kesekolah. Karna masih ada jadwal latihan hari ini. Mereka juga harus membagikan baju-baju ini kepada anggota yang lainnya. *** Tiga puluh menit kemudian, Fely dan Clarin sudah kembali ke sekolah. Keduanya kembali membawa masing-masing dua paper bag yang mereka bawa di jok belakang mobil. Keduanya juga kini berjalan menuju ruangan dance. Sekarang memang sudah masuk jam istirahat disekolahnya. Maka dari itu, banyak sekali siswa yang berlalu lalang disekitaran koridor sekolah. Saat berbelok, tidak sengaja Fely dan Clarin bertemu dengan Barra dkk yang sepertinya akan pergi kekantin. Diantara mereka juga kini ada Jihan. Fely menatap Barra sebentar dengan tatapan yang cukup tajam. Tapi, dengan segera Fely menormalkan kembali tatapannya. Karna, Jihan yang menatapnya sedikit curiga. "Widih, abis dari mana kalian?" tanya Vino sat melihat kedua tangan dua gadis didepannya ini sedang menenteng paper bag. "Kepo" jawab Clarin segera. "Yeu, si Clarinta ditanya tuh jawab yang bener" ucap Vino kesal. "Mau gue bantuin ga?" tanya Vino menawarkan diri. Fely segera menyerahkan dua paper bag yang ada ditangannya pada Vino. Bukan hanya Fely, Clarin juga menyerahkan papar bag yang ada ditangannya pada Vino. "Anjing, ga semuanya juga kali" protes Vino yang sedikit kewalahan karna Fely dan Clarin menyodorkannya kedepan d*da Vino. Bukan ke tangan Vino agar pria itu bisa lebih gampang untuk mengambil empat paper bag itu. "Kalo nolongin itu jangan nanggung-nanggung" ucap Fely. "Bawain ke ruangan dance ya Vino ganteng" Ucap Fely lalu segera melengos ke ruangan dance dimana ia sudah janjian bersama anggotanya yang lain disana. Vino yang kini sudah membawa paper bag yang berisikan baju anak-anak dance sontak memutar arahnya berjalan menuju ruangan dance. Ia tidak sendiri, Ansell ikut padanya karna Ansell yakin ada Fanya disana. "Vin, ikut" ucap Ansell. "Eh gue juga" Kamal sedikit berteriak sambil berlari kecil mengikuti dua sahabatnya ini. "Eh ga jadi ke kantin ini?" tanya Haykal. "Kayanya anak dance lagi ngumpul" ucap Nizam yang lebih memilih untuk ikut pada Vino juga. "Yeu, bubar jalan ini mah" ucap Haykal saat melihat Nizam yang sudah berjalan menjauhinya bersama Luthfi. Tidak lama ia mengikuti keenam temannya itu untuk pergi ke ruangan dance, meninggalkan Jihan dan juga Barra yang masih mematung dikoridor sekolah. "Bar, kita jadi ke kantin kan?" tanya Jihan. "Eh, gue mau keruangan dance aja deh Han, sorry ya" ucap Barra lalu meninggalkan Jihan seorang diri disana. "Ish, Barra nyebelin banget sih malah ninggalin gue sendirian" gerutu Jihan saat memperhatikan punggung Barra yang semakin menjauh darinya. *** Jangan harap ruangan dance akan tenang jika sudah ada Barra dkk yang sedang menonton mereka latihan. Tidak ada kata bosen bagi mereka untuk melihat kesembilan anak gadis ini menari. Setiap harinya mereka semakin kompak saja. Itu yang membuat Barra dkk sangat tertarik untuk melihat latihan mereka. Karna, rata-rata dari mereka merupakan anak basket, dimana sering kali melihat cheerleader menari untuk mendukungnya dengan gerakan yang sudah bosan mereka lihat. Jadi, melihat anggota dance yang menari dengan gerakan dan musik yang pas, tidak membuat mereka jenuh melihatnya. Belum lagi, baju yang mereka kenakan tidak seperti anggota cheerleader yang selalu memakai pakaian seragam dengan rambut yang selalu dikuncir. Sedangkan anggota dance memiliki kebebasan dalam berpakaian dan gaya rambut. Selesai latihan, mereka menepi ke pinggiran tempat duduk yang disediakan disana. Fely juga membebaskan angotanya untuk pergi kekantin, barangkali ada yang lapar. "Kak Fely, aku mau ke kantin sama Tias" ucap Fanya izin pada Fely. Ansell yang melihat Fanya ingin pergi ke kantin itu sontak menghampiri adik kelas yang sedang ia dekati itu. Sebelum Fanya keluar, Ansell sudah lebih dulu menghampiri gadis itu yang sedang berdiri didekat Fely, sahabatnya. "Fanya, mau aku anter ga?" tawar Ansell dengan modusnya. Fanya menoleh dan tersipu malu karna Ansell menawarkan dirinya untuk menemani Fanya didepan Fely. Dimana Fanya mengetahui jika Ansell merupakan sahaabat dari Fely. "Boleh kak" ucap Fanya lalu ia segera keluar dari ruangan dance bersama Tias dan juga Ansell. Melihat Ansell yang berjalan keluar bersama dua adik kelasnya, mebuat Luthfi ingin mengikutinya juga. Barangkali, Tias bisa dekat dengannya juga. Lumayan, untuk menambah daftar wanita yang dekat dengannya. "Sell, ikut" teriak Luthfi lalu berlari kecil mengikuti Ansell yang sedang berjalan beriringan dengan dua adik kelas perempuannya. Barra, Kamal, Nizam, Vino dan juga Haykal berjalan sedikit untuk menghampiri anggota dance yang lainnya yang masih duduk diruangan. Karna jarak duduk mereka yang cukup jauh. Tidak asyik jika mereka tidak mengobrol dengan wanita-wanita yang ada disini. "Fely sayang" ucap Kamal yang langsung mendapat kalimat pedas dari Fely. "Heh, bisa ga sih stop manggil gue sayang? Jijik gue dengernya" tanya Fely. Gelak tawa kini terdengar renyah disini. Mereka semua tidak habis fikir pada Kamal yang selalu berusaha mendekati Fely. Yang dimana, sudah jelas-jelas Fely selalu menolaknya mentah-mentah. "Anjir lo Fel sadis amat sama si Kamal" ucap Vino yang masih mentertawakan Kamal. "Ya abis temen lo bikin naik darah mulu" jawab Fely kesal. "Jangan benci sama gue. Tar lo cinta baru tau rasa" ucap Kamal pada Fely. "Ih amit-amit gue cinta sama lo". Fely memang tidak bisa memfilter ucapannya jika ia tidak setuju dengan ucapan dari lawan bicaranya. Seharusnya Kamal mundur dari sekarang, saat mengetahui seberapa sadis ucapan Fely setiap Kamal menyatakan perasaan sukanya terhadap Fely. "Mal, beli kaca yang gede makanya" sahut Nindi. "Buat apaan?" tanya Kamal. "Buat lo ngaca, kalo lo itu ga pantes buat Fely Hahahaha" Nindi tertawa diakhir ucapannya. Tidak hanya Nindi, semua orang juga ikut tertawa. Melihat Kamal yang sedang dibuly, adalah hiburan bagi mereka. Tapi, Kamal tidak pernah mengambil hati sedikitpun jika ia sedang dibully seperti sekarang. Karna ia yakin, teman-temannya ini baik. Hanya saja mulut mereka yang super duper pedas. Kepedasannya mengalahkan semua jenis cabe yang ada didunia ini. "Mulut kalian emang pada pedes anjir" komentar Nizam. "Ga papa pedes, yang penting yang kita omongin itu fakta bukan cuman kalimat manis buat jaga perasaan orang lain" jawab Nindi. Prinsip Fely dkk memang sama. Tidak papa bermulut pedas tapi jujur. Dari pada mereka harus berkata manis tapi itu semua hanya bohong belaka untuk menjaga perasaan lawan bicara mereka. Karna, mereka tidak mempunyai kewajiban untuk menjaga setiap perasaan orang lain yang sedang berbicara dengan mereka. Tidak ada larangan juga bagi mereka untuk mengutarakan pendapat mereka walau itu sangat menyakitkan. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD