Part 32

2079 Words
Fely sedang memainkan hp nya dikelas seorang diri. Tidak ada pesan dari Barra yang ia harapkan akan mewujudkan keinginannya untuk membelikannya ice cream. Fely mendengus sekali lagi saat mengingat balasan Barra yang begitu menyebalkan sekali itu. Kring Sebuah pesan masuk kedalam hp nya saat ini. Pesan dari Barra akhirnya datang juga. Tapi, Fely tidak membalasnya. Ia masih kesal dengan suaminya itu. Fely lebih memilih untuk menscrool kembali halaman beranda akun instagramnya. Kring Satu pesan kembali masuk kedalam hp nya. Dengan malas, Fely membukanya sekarang. Tapi, belum sempat Fely membaca, ada seorang yang sepertinya adik kelasnya datang menemui Fely yang seorang diri dikelas itu. "Kak, ini ada titipan buat kakak" ucap salah satu perempuan diantara dua gadis yang datang menghampiri Fely. Orang itu juga menyerahkan satu cup ice cream rasa stroberi pada Fely. "Hah, dari siapa?" Tanya Fely. "Orang ganteng katanya" jawabnya. Seketika senyum Fely mengembang. Ternyata Barra membelikannya juga. Walau harus merajuk dulu, akhirnya Barra menuruti kemauannya itu. Dengan segera Fely menerimanya dan dua orang adik kelasnya itupun segeraa meninggalkan Fely dikelas. Fely juga menyempatkan membuka pesan singkat yang masuk terlebih dahulu sebelum ia memakan ice cream yang sangat menggiurkan itu. B Udah gue titipin ke ade kelas Jangan ngambek lagi Cia Makasih suamiii :* B Diturutin aja baru seneng Cia Iya dong, makanya turutin ;p B Dimakan keburu bel Cia Siap suamii (Read) Tanpa menunggu balasan pesan lagi dari Barra, Fely segera menyantap ice cream nya sebelum cair. Tidak lama juga teman-temannya datang menghampiri Fely. Mereka baru saja keluar dari kantin setelah menunggu Clarin yang paling lama menghabiskan makanannya. "Widih, dapet dari mana tuh?" tanya Febri yang langsung duduk diatas meja Fely. "Ada deh" jawab Fely. "So main rahasia rahasiaan lo" Jawab Febri kesal. "Paling dari cowok misteriusnya" sahut Nindi yang duduk didepan Fely. "Kepo amat lo pada" jawab Fely. Febri memutar kedua bola matanya. Fely terlalu banyak menyimpan rahasia belakangan ini. Maka ia tidak percaya begitu saja atas apa yang Fely katakan jika menyangkut diri Fely sendiri. Karna, sejak dulu Fely selalu berbagi cerita pada keempatnya, tidak seperti sekarang. "Terserah lo" jawab Febri. *** Sepulang sekolah, Fely disuruh Barra untuk langsung pulang. Padahal, Fely niatnya mau jalan bersama teman-temannya. Tapi, ucapan dan perintah Barra harus Fely turuti. Tidak boleh dibantah apa lagi sampai Fely melawan suaminya itu. Fely masih takut dosa jika harus melawan perkataan Barra, selama itu tidak macam-macam dan tidak menjerumuskannya pada hal yang buruk. Walau beberapa kali Barra memintanya untuk bolos masuk jam pelajaran hanya untuk menemani suaminya itu. Dengan berbagai alasan pada teman-temannya, akhirnya Fely bisa terbebas dari ajakan teman-temannya itu. Dan kini, ia sudah berada dirumah, menanti Barra yang belum pulang juga. Ntah pergi kemana dulu suaminya itu. Memang selalu picik Barra ini. Fely tidak boleh sering keluar rumah, sedangkan Barra bisa seenak jidat meninggalkan Fely dirumah. Setelah selesai mempersiapkan baju yang akan dipakai Barra saat pulang nanti, Fely memutuskan untuk turun dan menemui keluarganya yang lain. Menunggu Barra yang tidak tahu kapan pulang itu sangat membosankan sekali bagi Fely jika harus berdiam diri dikamar saja. "Fely, suami kamu mana?" tanya Oma Ratu saat Fely sudah memangku Haura. "Katanya mau beli sesuatu dulu, Fely ga tau apa" jawab Fely sekenannya. "Tumben ga ikut Fel?" tanya Diandra yang kebetulan duduk bersebelahan dengannya. "Barra nyuruh aku pulang langsung kak". "Tuh, ma. Lita ga salah kan pilih istri buat Barra? Fely ini nurut tau sama Barra. Ga pernah bantah, bener-bener istri solehah" komentar Lita memuji Fely didepan ibunya. "Iya iya" jawab Oma Ratu pada anak tengahnya itu. Sedang bercengkrama kesana kemari, kelima wanita berbeda generasi itu didatangi seorang pemuda yang tidak lain Barra. Lebih tepatnya Barra menghampiri istrinya yang sedang menggendong keponakan perempuannya itu. Barra juga menyulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Fely, setelah itu Barra mencium kening istrinya itu. "Bajunya udah gue siapin, baju kotor taro dikeranjang cucian" ucap Fely pada Barra yang sedang mengusili Haura, tapi Haura malah tertawa saat pipinya dicoleh-colek oleh Om nya. "Om Balaaa" teriak Gavin dari arah belakang Barra. Sepertinya bocah itu baru saja dari minimarket, bisa dilihat dari ice cream yang ada ditangan Gavin. Bocah itu juga kini berhambur kedalam pelukan Barra. "Hai bro, abis dari mana?" tanya Barra pada Gavin. "Abis beli ice cleam blo" jawab Gavin sangat menggemaskan. Gavin memang diajari Barra bahasa anak Jakarta saat usia Gavin masih teramat kecil untuk mengenalnya. Memang pembawa pengaruh buruk. "Gavin, panggilnya Om Barra bukan bro" tegur Diandra yang kaget mendengar putranya itu berbicara kurang sopan pada Barra. Bagaimanapun Barra tetap pamannya Gavin. "Om Bala yang ajalin Gavin ma" adu Gavin. "Barra ah, kamu sampe ajarin anak kakak yang ga bener lagi awas ya" Diandra sangat kesal sekali saat ini. Memang Barra selalu memanjakan anak-anaknya, tapi Barra juga terkadang mengajarkan sesuatu hal yang tidak seharusnya diektahui lebih dulu oleh kedua anaknya, terutama Gavin. "Tau kamu Barra, Gavin masih kecil. Ajarin yang baik-baik sama dia" sahut Lita yang tidak habis fikir pada anak semata wayangnya itu. "Ya biar Gavin jadi anak gaul lah ma" jawab Barra mengutarakan keinginannya. "Belum waktunya. Gavin itu belum ngerti apa-apa". jawab Lita lagi. Fely menggelengkan kepalanya. Barra benar-benar tidak bisa membedakan mana yang harus anak kecil tahu dan mana yang tidak boleh. Tidak bisa terbayangkan jika nanti Barra sudah mempunyai anak. Rasanya Fely tidak percaya jika kelak harus meninggalkan anaknya dengan Barra berdua. Fely takut anaknya mempunyai sifat absrud seperti Barra. "Udah, sana bersih-bersih, ganti baju juga" Fely sedikit mendorong tubuh Barra agar suaminya itu pergi dari sana. "Gavin mau ikut ke kamar om ga?" tanya Barra pada bocah yang ada dipangkuannya. "Mau" jawab Gavin dengan semangat. Tanpa meminta izin pada kedua orang tua Gavin, Barra sudah menggendong Gavin untuk ikut padanya ke kamar. Diandra hanya bisa menghela nafasnya saat melihat putra sulungnya itu dibawa oleh Barra begitu saja. *** Barra mengajak Gavin untuk bermain PS dikamarnya. Mengajarkan keponakannya sejak dini bagi Barra tidak ada masalah. Selama Gavin bisa menikmatinya. Barra memang tidak mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh ia ajarkan pada Gavin. Yang terpenting bagi Barra adalah kebahagiaan Gavin sendiri. "Om Bala, Gavin kan ga bisa" ucap Gavin saat memegangi stick game yang bahkan ukurannya lebih besar dari tangan bocah itu. "Nanti om ajarin, biar Gavin bisa nanti. Terus ajakin Om Bian juga buat main ini, kalo Gavin bisa kalahin Om Bian, Gavin bisa minta uangnya" ucap Barra yang mengajari Gavin hal-hal yang cukup buruk lagi. Dengan polosnya Gavin mengiyakan saja ucapan om nya yang absrud itu. Lalu keduanya asyik bermain PS sampai adzan magrib berkumandang. Jika Fely tidak masuk kedalam kamar untuk mengajak Barra sholat berjamaah di mushola, mungkin Barra dan Gavin akan terus bermain PS sampai larut. "Ya ampun Barra, lo ajarin apa lagi sama Gavin?" tanya Fely saat ia melihat Barra dan Gavin asyik dengan stick game ditangan mereka. "Tante, Gavin udah bisa loh" ucap Gavin yang laporan pada tantenya itu dengan mengacungkan stick PS ditangannya. "Udah ya sayang, sini kasih tante stick nya. Gavin harus sholat bareng-bareng ya. Udah ditungguin dibawah sama yang lainnya" Fely menyulurkan tangannya untuk Gavin menyerahkan stick PS yang ada ditangan anak itu. Beruntung, Gavin tipikal anak yang penurut, jadi Gavin menyerahkan benda itu pada Fely. "Lo juga, udah adzan magrib ini. Lo buruan ambil wudhu ditungguin sama yang lain dibawah" ucap Fely pada Barra. "Iya, iya. Bawa Gavin aja dulu kebawah, nanti gue nyusul" ucap Barra yang langsung dituruti oleh Fely. "Yu, Gavin sama tante kebawah ya" Gavin menerima uluran tangan dari Fely lalu keduanya keluar dari kamar dengan bergandengan tangan. Sedangkan Barra memilih untuk berwudhu dikamar mandi yang ada dikamarnya. *** Selepas sholat isya dan juga makan malam, Fely memutuskan untuk diam dikamar bersama Barra tentunya karna suaminya itu meminta Fely untuk menemani main PS. Karna Barra yang tidak puas saat bermain PS bersama Gavin. Dengan alasan sudah lama Fely tidak menemaninya bermain PS, Barra berhasil membujuk Fely. "Lo main aja sama si Bian napa? Ga papa deh gue mah dia masuk kesini" ucap Fely saat Barra menyodorkan satu stick PS pada Fely. "Terus lo kemana?" tanya Fely. "Gue tidur". "Enak aja. Nanti sama gue tidurnya barengan" ucap Barra yang berhasil membuat Fely mendengus kesal. "Gue main sekali, kalo lo kalah, gue panggilin si Bian buat main sama lo". Barra menyetujui permintaan dari Fely. Setelah satu kali pertandingan, Fely berhasil mengalahkan Barra. Itu artinya Barra harus menuruti permintaan dari Fely. Sepertinya memang Fely sedang tidak ingin bermain PS dengannya. "Sesuai perjanjian" ucap Fely. Barra mendengus. "Iya, iya. Jangan tidur, gue mau panggilin si Bian dulu" ucap Barra sambil bangkit berdiri. Fely hanya menganggukan kepalanya lalu meraih hp nya karna banyak sekali chatt di grup nya. Selang 5 menit, Barra sudah kembali dengan Bian yang berada dibelakang suaminya itu. Barra dan Bian juga segera duduk didekat Fely yang masih asyik dengan hp nya. "Nah, udah ada Bian, jadi boleh kan gue tidur?" tanya Fely pada Barra yang sudah duduk disebelahnya. Sedangkan Bian berada disebelah Barra. Fely bangkit dari duduknya. Tapi, tangannya ditarik begitu saja oleh Barra, alhasil Fely terjatuh tepat dipangkuan Barra. "Barra" pekik Fely. Dengan cepat Barra mengunci tubuh istrinya itu agar tidak kabur dari pangkuannya. Fely memelototkan matanya karna Bian berada disana. "Barra ada Bian" ucap Fely pelan. "Ya biarin, udah sah ini" jawab Barra dengan santai. "Ekhm, ngajakin gue main PS atau mau jadiin gue nyamuk disini?" tanya Bian yang merasa terganggu dengan pemandangan disampingnya itu. "Main PS lah, sekalian jadi nyamuk hahaha" ucap Barra sambil menyerahkan satu stick PS pada Bian, yang langsung diterima oleh sepupunya itu. "Barra awas ah" Fely memukul satu tangan Barra yang masih asyik melingkari pinggangnya. "Apa sih, udah disini aja temenin gue" jawab Barra. "Biarin aja Fel, suami lo emang ga bisa ngerhargain jomblo banget" sindir Bian pada Barra. Karna sedari tadi Bian bisa melihat jika Barra memaksa Fely untuk diam diatas pangkuan sepupunya itu. "Tuh, ga papa katanya" jawab Barra yang membuat Fely memutar kedua bola matanya. Mau tidak mau Fely duduk diatas pangkuan suaminya itu. Fely juga menyenderkan kepalnya pada d*da bidang Barra yang kini sudah memulai PS nya bersama Bian. Sudah dua jam Barra dan Bian bermain PS, ntah sudah berapa banyak permainan yang mereka mainkan selama itu. Barra merasakan hembus nafas Fely did*danya. Dilihatnya sebentar Fely yang ternyata sudah terlelap diatas pangkuannya, dengan hp gadis itu berada diatas perutnya. Barra tersenyum tipis saat melihat wajah Fely yang tengah terlelap itu. Wajah yang terlihat tenang sekali, tidak seangkuh yang selalu Fely perlihatkan disekolah. Wajah yang manis dan cantik itu sangat enak sekali Barra pandangi. "Coba, kaleman dikit, jangan bawel juga, pasti gue bisa cepet sayang sama lo" ucap Barra sambil menyalipkan beberapa helaian rambut yang menutupi wajah Fely kebelakang telinga gadis itu. Bian menoleh pada Barra saat Bian mendengar apa yang sepupunya itu katakan barusan. Dilihatnya Barra yang masih asyik memandangi wajah Fely yang sedang terlelap itu. "Lo, belum sayang sama dia?" tanya Bian yang penasaran. Barra dan Bian memang selalu berdebat jika sedang bersama. Tapi, jangan salah, Bian dan Barra juga sesekali selalu bertukar cerita jika sempat. Jadi, Barra tidak keberatan jika harus menceritakan apapun pada Bian, begitupun sebaliknya. Usia mereka yang berdekatan membuat Barra dan Bian merasa cocok jika diajak bercerita. "Gue ga tau" jawab Barra yang kini menoleh pada Bian. "Tapi, lo kan udah lakuin itu sama Fely". Barra tersenyum saat mengetahui maksud dari ucapan Bian padanya. "Ya, itu kan udah jadi kewajiban kita" jawab Barra asal. "Masa iya lo ga sayang, tapi lo mau gituan". ucap Bian yang tidak percaya pada ucapan Barra barusan. "Gue nyaman sama dia. Gue juga udah saling janji buat ga ninggalin satu sama lain" jawab Barra. "Jadi, lo lakuin itu cuman karna perjanjian itu?" tanya Bian. "Ya, gue kan udah milih dia jadi pasangan gue. Masa iya sih gue sama dia ga mikirin keturunan nantinya. Gue juga cowok normal kali". Bian menganggukan kepalanya. "Tapi, lo jangan punya anak dulu gila" ucap Bian mengingatkan Barra. "Ngga lah gila. Masa depan dia gimana nantinya?" tanya Barra. "Udah ah, gue pindahin dulu, ntar lanjut lagi" ucap Barra lalu bangkit berdiri dan membawa Fely untuk dibaringkannya diatas kasur mereka. Tidak lupa, Barra menyelimuti tubuh Fely dan mencium kening Fely dengan lembut. Lalu Barra kembali duduk lesehan didepan tempat tidur untuk kembali bermain PS bersama Bian sampai larut malam. Sekitar jam 12 malam, barulah keduanya mengakhiri permainannya. Bian kembali ke kamarnya sedangkan Barra merebahkan tubuhnya disamping Fely, tidak lupa Barra mendekatkan diri pada Fely yang masih terlelap itu dan memeluk tubuh istrinya sebelum Barra benar-benar telelap itu. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD