Fely dan Barra segera memasuki rumah Winda. Dengan Barra yang membawa kantung kresek berisikan seratus tusuk sate ayam yang keduanya beli dijalan tadi saat keduanya kesini.
"Assalamu'alaikum" ucap keduanya lalu segera menghampiri Winda dan juga Radit yang baru saja selesai menunaikan ibadah sholat magrib. Fely dan Barra menyalami tangan kedua orang tua mereka itu.
"Waalaikum salam, eh ada menantu mommy" jawab Winda. Barra tesernyum pada ibu mertuanya itu. Sedangkan Fely hanya memutar kedua bola matanya. Memang, sejak menikah Winda terlihat lebih sayang pada Barra, ketimbang Fely yang merupakan anak kandungnya sendiri. Tapi, Fely juga mendapatkan hak itu dari Lita. Keseringan Lita memarahi Barra jika Fely mengadu tentang bagiamana sikap Barra yang tidak mengenakan dihati Fely.
"Sama Barra aja ramah, anak sendiri ga di tanya" cibir Fely yang terdengar oleh Barra yang duduk disebelahnya.
Barra hanya bisa terkekeh saat Fely menggerutu. Karna, biasanya Barra yang menggerutu kala Fely dibela habis-habisan oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya sendiri, Lita.
"Ini, Barra sama Fely beliin sate buat makan malem" Barra menyodorkan kantung kresek yang berisikan sate itu pada Winda. Dan dengan senang hati Winda menerima pemberian dari menantu nya itu. Karna, Winda yakin Barra lah yang berinisiatif membelikannya sate. Karna, Fely tidak mungkin pernah berfikiran seperti itu.
"Ya ampun Barra, repotin kamu jadinya" jawab Winda.
"Ngga ko mommy" jawab Barra sekenannya.
"Kalian, udah sholat magrib?" Tanya Radit. Barra dan Fely menggelengkan kepalanya.
"Yaudah sana, sholat dulu abis itu makan malem" ucap Radit lagi yang mendapat anggukan dari kedua anaknya.
Fely dan Barra segera naik ke lantai dua, dimana kamar Fely berada disana. Keduanya memang akan melaksakan sholat magrib dikamar saja. Walaupun, dirumah Fely ini ada mushola kecil yang biasa dipakai untuk sholat berjamaah.
***
Fely menyalami tangan Barra saat keduanya sudah selesai melaksanakan sholat magrib. Tidak lupa Barra mencium kening Fely. Keduanya juga duduk berdapingan sekarang.
"Bar, nginep aja disini ya. Gue udah kangen tau tidur dikamar ini" pinta Fely pada Barra saat ia sedang melipat mukenanya.
"Besok sekolah Fel, barang-barang kita dirumah semua" jawab Barra.
Fely hanya bisa cemberut sekarang. Ia sudah terlalu rindu untuk tidur dikasurnya. Tapi, jika Barra tidak mengizinkan, ia bisa apa. Hidupnya sekarang harus sesuai dengan izin Barra. Ia juga harus tinggal bersama dengan Barra. Dimanapun suaminya itu tinggal, maka Fely harus mengikutinya.
Barra menghela nafasnya saat melihat Fely yang sedikit murung. Mungkin, memang istrinya itu ingin sekali menginap disini. Tapi, Barra tidak tega jika harus meninggalkan Lita saat Heru tidak berada dirumah.
"Lo mau banget ya?" Tanya Barra.
"Iya, tapi kan lo ga mau. Yaudah" Fely meminta sejadah yang Barra pakai. Lalu ia berjalan untuk menyimpan alat sholat mereka ketempat semula.
"Yaudah, iya kita nginep disini. Tapi, besok ya. Biar besok Kita bawa baju seragam sama barang-barang sekolah yang lainnya" ucap Barra saat Fely sudah duduk disebelahnya diatas ranjang.
"Bener?" Tanya Fely semangat. Barra menganggukkan kepalanya.
"Iya. Kan kita kesini itu cuman buat makan malem aja. Jadi ga ada prepare apapun" jawab Barra.
Fely memeluk Barra seketika. Ia terlalu senang sekarang. Walau Fely seperti kucing dan anjing bersama Winda. Tetap saja ia merindukan ibunya itu.
"Udah ah, mommy sama daddy udah nungguin kita di bawah" Barra melepaskan pelukan mereka.
Keduanyapun kini segera turun kebawah untuk makan malam bersama Radit dan juga Winda.
***
Fely maupun Winda sedang menyiapkan makan malam untuk suami mereka. Sedangkan Barra dan Radit hanya diam saja melihat istri mereka sambil menunggu makanan mereka ada didepan mata.
"Makasih Mommy" ucap Radit pada Winda, saat sepiring nasi dan juga beberapa tusuk sate ayam ada didepannya.
"Sama-sama Dad" jawab Winda.
Fely menaruh piring didepan Barra.
"Makasih Fel". Fely hanya menganggukkan kepalanya lalu mengambil nasi untuknya.
Dua pasang suami istri ini kini sedang menikmati makan malam mereka yang dimana Radit sudah memimpin doa untuk makan.
"Fely, gimana sama dance kamu?" Tanya Winda yang sudah tahu tentang Fely yang menjadi juara dan dia mendapat kesempatan untuk mewakili solo dance nanti.
"Gimana apanya?"
"Kamu jadi ambil kesempatan solo dance itu?". Fely menganggukkan kepalanya.
"Jadi mom, lagian Barra juga udah kasih izin" jawab Fely.
"Beneran Bar? Dia ada karantina loh nanti" tanya Winda pada Barra.
Winda sangat tahu bagaimana kegiatan Fely jika sudah berhubungan dengan dance. Sebelum Barra mendukung penuh karir Fely disini, Winda lah yang paling mendukung Fely untuk mengembangkan bakat menarinya. Winda yang berada di jajaran paling depan jika urusan mendukung segala hobby Fely.
"Iya mom, lagian ini impiannya Fely kan? Barra sebagai suaminya harus dukung dong apapun yang Fely lakuin selagi itu bener?" Jawab Barra bijaksana.
"Mommy ga salah pilih kamu Bar, kamu dewasa banget". Puji Winda pada menantunya yang tampan itu.
"Harus dong mom, kalo Barra ga dewasa, mana bisa dia bimbing Fely yang kekanak-kanakan ini" sahut Radit yang membuat Fely mendelik.
"Puji aja terus menantunya. Kan anak kandungnya Barra sekarang" gerutu Fely yang terdengar jelas oleh semuanya.
"Apa sih Fel?" Tanya Winda.
Bukannya menjawab, Fely malah langsung melahap nasi dan beberapa potong daging yang sudah ia pisahkan dari tusukannya. Semua hanya bisa terkekeh melihat Fely yang cemburu pada Barra.
"Liat aja, gue bakal bales lo Barra" ucap Fely dalam hati.
Dalam fikirannya, Fely sudah merencanakan bagaimana melihat Barra yang akan cemburu padanya karna Lita yang jauh lebih sayang pada Fely. Ia tidak terima jika Barra dipuji dan dibela terus menerus oleh kedua orang tuanya.
"Kalian mau nginep disini?" Tanya Radit pada Barra dan Fely.
"Ngga Dad, besok kayanya kita nginep" jawab Barra.
"Kok kayanya? Kan kata lo besok kita nginep disini?" Protes Fely.
"Fely, mommy ga pernah ya ajarin kamu buat kaya gitu sama suami kamu!" Tegur Winda. Pasalnya, nada bicara Fely sedikit meninggi. Padahal, Fely tidak sengaja melakukannya.
"It's okay mom, ga papa" bela Barra. Sedikit mencari muka didepan mertuanya tidak akan membuat dosa kan?.
"Untung Barra baik, kalo ngga udah mommy marahin kamu".
"Udah mommy ga papa jangan dimarahin Fely nya" bela Barra lagi.
Fely hanya bisa bersungut-sungut saat Winda kembali membela Barra. Walau Barra membelanya juga, tetap saja Fely tidak terima.
***
Sekitar jam 9 malam, Fely dan Barra memutuskan untuk pulang kerumah Lita. Keduanya kini sudah dalam perjalanan pulang dengan wajah Fely yang ditekuk maksimal. Karna Fely yang masih kesal dengan Winda yang membela Barra habis-habisan.
"Udah dong, ko malah marahnya ke gue" ucap Barra sambil meraih tangan Fely.
"Lo kasih pelet apa sih sama mommy, belain lo nya gitu amat?" Tanya Fely kesal. Barra terkekeh. Padahal, jika diingat mereka kan dijodohkan. Wajar saja jika Winda teramat sayang pada Barra. Karna Barra lah yang Winda pilih menjadi menantunya.
"Ngga lah gila. Ngapain gue pelet? Tanpa gue pelet juga kan Mommy udah pilih gue sebagai menantunya. Buktinya kita udah nikah sekarang" jawab Barra tanpa melepaskan sedikitpun genggamannya.
"Lagian, lo ga sadar ya? Mama juga jauh lebih sayang sama lo dari pada gue?" Tanya Barra. Fely menoleh pada suaminya itu.
"Dulu ya, kalo gue kesiangan mana da mama marah banget? Sekarang mah, bawelnya minta ampun. Apa lagi, kalo sampe lo ga sarapan. Beuh, lo ga tau aja mama suka ceramahin gue" lanjut Barra.
"Ya itu mah salah lo!" Jawab Fely.
"Iya, kan gue bilang dulu mama ga sebawel itu".
"Ya pokonya itu salah lo" jawab Fely keukeuh. Barra hanya bisa menghela nafasnya. Melihat Fely yang masih kesal itu.
"Udah dong, jangan ditekuk terus mukanya. Jadi jelek tau" bujuk Barra.
"Oh, jadi lo udah sadar ya kalo bini lo itu cantik?" Tanya Fely. Barra hanya bisa memejamkan matanya. Sepertinya salah bicara Barra kali ini.
"Ya kalo ganteng cowok" jawab Barra.
"Halah, bilang aja sih gue cantik, ga bakalan bikin lo dosa kalo jujur. Justru kalo lo boong yang bikin lo do-".
CUP
Sebuah ciuman mendarat dibibir Fely sekilas. Ya, laju mobil keduanya terhenti kala lampu lalu lintas berwarna merah. Bahkan, Barra melumatnya sebentar sebelum Barra kembali menarik bibirnya yang menempel pada bibir Fely.
"Berisik tau ga" ucap Barra.
Wajah Fely seketika memerah. Mendapat ciuman mendadak dari Barra apalagi saat keduanya berada didalam mobil. Dan lebih parahnya mereka sedang di tengah jalan. Beruntung, kaca mobil Barra berwarna hitam, jadi aksi kilat keduanya sudah pasti tidak akan terlihat oleh siapapun.
Barra mencium kedua pipi dan juga kening Fely sebelum ia benar-benar menjauhkan wajahnya dari wajah Fely. Rona merah semakin menghiasi wajah Fely kali ini. Jangan tanya debar jantungnya sekarang. Sepertinya jantung gadis itu ingin keluar saja dari tempatnya.
Barra hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat melihat Fely yang tiba-tiba terdiam akibat ulah dirinya yang mencium Fely secara tiba-tiba.
"Felysia, Felysia. Kaya baru pertama kali aja" komentar Barra.
"Lo yang ga tau tempat" jawab Fely.
"Ini kaca mobilnya gelap, lo lupa?" Tanya Barra. Fely mengutuki dirinya yang tiba-tiba terlihat bodoh sekali didepan Barra.
***
Sekitar empat puluh lima menit, Fely dan Barra sudah sampai dirumah. Keduanya segera masuk kedalam kamar dan langsung membersihkan diri untuk keduanya segera tidur.
"Tumben lo ga main game, biasanya tiap malem gangguin gue kalo tidur?" Tanya Fely pada Barra yang dimana pria itu malah tidur disampingnya. Tidak seperti biasanya, dimana Barra selalu bermain game sebelum pria itu terlelap.
"Ngga, lagi males aja. Ga ada temen mabar juga" jawab Barra. Fely hanya bisa menganggukan kepalanya.
"Gue lagi mau main aja sama lo" lanjut Barra yang berhasil membuat Fely membuka kembali matanya. Karna, Fely yang tadi sudah memejamkan matanya.
"Maksud lo?".
Barra mendekatkan dirinya pada Fely. Membuat Fely sedikit waspada pada Barra. Karna, ia sudah mengerti mau dari suaminya itu. Walau sudah sah, tapi tadi siang mereka sudah melakukannya.
"Lo mau dosa?" Tanya Barra.
"Lo emang mau maksa kalo gue ga mau?" Tanya Fely balik.
"Jangan salahin gue, kalo dosa lo gede karna nolak ajakan suami lo". Barra semakin mendekatkan diri pada Fely. Fely pun semakin menjauh dari Barra. Bahkan, ia sudah mepet ke pinggiran kasur.
"Kan dosa gue juga lo nanggung" jawab Fely lagi. Berdebat dengan Fely? Yakin?.
Barra tersenyum miring. Tidak ada yang bisa menolak apa yang Barra inginkan. Termasuk keinginannya pada Fely.
1... 2... 3...
Kring....
Suara hp Barra berbunyi pertanda telfon masuk. Barra memejamkan matanya kesal. Ia mengutuki seseorang yang sedang menelfonnya sekarang ini. Mengganggu Barra saja. Tidakkah bisa orang tersebut menelfon Barra sesudah Barra meminta haknya pada Fely.
Fely terkekeh melihat wajah Barra yang kesal akibat telfon masuk itu. Apa lagi saat Barra mengambil hp nya untuk melihat siapa yang menelfon suaminya itu. Wajah Barra sangat terlihat kesal saat melihat nama yang tertulis di hp nya. Tapi, Barra juga mengangkat telfon itu.
"Hallo..." ucap Barra kesal.
"...."
"Lo dimana?"
"...."
"Anying lo malu-maluin abis ngapel malah bensin sekarat"
"...."
"Share lock, nanti gue kesana".
Barra mematikan sambungan telfonnya. Ia juga kini sedang melihat peta maps yang baru saja temannya kirim.
"Kenapa?" Tanya Fely.
"Temen lo tuh abis ngapel malah mogok mobilnya" jawab Barra sambil berjalan ke walk in closet untuk mengambil jaketnya. Lalu ia kembali untuk mengambil kunci mobil yang Barra taruh dinakas dekat tempat tidur.
"Siapa?"
"Si Ansell". Jawab Barra sambil mengulurkan tangannya untuk Fely salami. Barra juga mencium kening Fely sebelum ia berangkat menjemput Ansell. Lebih tepatnya membelikan Ansell bensin, agar mobil pria itu kembali bisa menyala.
"Lo mau ke sana?". Barra menganggukkan kepalanya.
"Kalo ngantuk lo tidur duluan aja ya" ucap Barra. Fely menganggukkan kepalanya.
"Hati-hati ini udah malem". Barra menganggukkan kepalanya lalu segera keluar dari kamar, meninggalkan Fely yang sedang menatap punggungnya yang semakin menjauh.
***
Kurang lebih tiga puluh menit, Barra berhasil menemukan Ansell. Temannya itu tengah duduk di tepian jalan tepat disamping mobilnya. Terlihat cukup mengenaskan, karna tidak ada satu orangpun yang lewat. Rasanya Barra ingin mentertawakan keadaan Ansell saat ini.
Barra keluar dari mobilnya dan membawa dua botol berisi 1,5 liter bensin yang ia bawa didalam botol air mineral bekas. Lalu diberikannya pada Ansell. Dengan mandirinya, Ansell mengisi bensin dengan ditemani Barra.
"Anying lo, cewek lo orang mana sih? Bisa-bisanya lo keabisan bensin" tanya Barra.
"Gue lupa isi bensin" jawab Ansell yang membuang dua botol cukup besar itu ditepi jalan.
"Lain kali, prepare kalo mau jalan. Untung aja cewek lo ga tau. Malu-maluin tau ga" ucap Barra.
"Ga papa lah, repotin lo gue suka kok". Barra menoyor kepala Ansell pelan. Untung, Ansell temannya sekaligus teman Fely. Yang Fely sudah anggap seperti kakaknya sendiri. Jika tidak, mungkin Barra akan membiarkan Ansell kesusahan sendirian disini.
"Btw, thanks ya Bar, kalo lo ga kesini, gue ga tau nanti mau gimana".
"Santai, kaya sama siapa aja lo" ucap Barra.
"Beli bensinnya berapa?" Tanya Ansell yang kini tengah mengeluarkan dompet disaku celananya.
"Ga usah kaya sama siapa aja" tolak Barra.
Salah satu alasan kenapa Barra sangat disegani oleh teman-temannya adalah ini. Dimana Barra tidak pernah itungan pada teman. Saat temannya mengalami kesusahan, Barra lah yang selalu membantu di barisan paling depan. Jadi, cara mereka membalas kebaika Barra adalah dengan menyegani pria itu. Karna, jika dibantu dengan materi lagi, Barra adalah orang yang paling punya segalanya diantara teman-temannya yang lain.
"Lo mau langsung balik?" Tanya Ansell.
"Iya lah. Udah malem anying". Ansell terkekeh. Ia baru menyadari jika Barra sedang memakai piyama, rupanya sahabatnya itu sudah akan tidur. Namun, Barra harus menemui dirinya karna Mobilnya yang tidak mau menyala.
"Lo udah mau tidur ya? Kasian banget anjir" tanya Ansell.
"Lebih kasian lo" kedua pria itu terkekeh pelan. Lalu, mereka segera memasuki Mobil masing-masing dan segera pulang kerumah karna waktu yang sudah cukup malam.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part