Part 12

2191 Words
Barra meminta Febri ataupun Kai untuk membukakan pintu mobilnya agar Fely bisa ia bawa kedalam. Setelah terbuka, Barra mendudukan Fely dikursi penumpang disampingnya. Barra juga memasangkan seat belt pada Fely. Fely menatap tingkah Barra yang terlihat sangat cemas. "Gue ga papa" ucap Fely agar Barra tidak terlalu khawatir". Hidung mereka nyaris bersentuhan karna jarak keduanya yang begitu dekat. Fely sebisa mungkin menormalkan keadaan. Jangan sampai Barra tahu jika hatinya berdegup kencang dari biasanya. Apa lagi diluar, ada Kai dan Febri yang akan ikut Fely dan Barra. Barra mengeluarkan sebagian tubuhnya yang sedari tadi didalam karna membatu Fely. Ia juga menutup pintu mobil sebelum ia memutari bagian depan mobilnya. "Kalian masuk aja" ucap Barra pada Febri dan Kai. Kadua gadis itupun masuk kedalam mobil Barra. *** "Fel, gue minta maaf ya gue ga konsen tadi" ucap Febri menyesali perbuatannya yang tidak sengaja membuat kaki Fely terkilir. Kini, Barra, Fely, Kai dan Febri sedang menuju tukang pijit dengan Barra yang diberi interupsi jalan olah Kai. Karna Kai yang mengetahui lokasinya dimana. "Its okay" jawab Fely. "Lo mikirin apa sih tadi lagian?" tanya Kai. Karna tidak biasanya Febri tidak konsentrasi saat dance. Biasanya Febri selalu fokus jika sedang latihan. "Ngga ada. Emang lagi ga konsen aja" jawab Febri karna ia tidak mungkin jujur pada Kai untuk alasan yang sebenarnya kenapa dirinya yang tidak konsentrasi itu. Barra sesekali menoleh kearah Fely. Dilihatnya Fely yang sedang meringis kesakitan. Setahu Barra Fely kan manja sekali. Pasti gadis itu sedang menahan sakitnya karna gengsi pada kedua temannya yang duduk dibelakang. "Masih sakit?" tanya Barra membuka suara sejak tadi dirinya terdiam. "Lumayan, tapi ga papa" jawab Fely. Dengan susah payah, keduanya harus berakting seolah tidak saling mengenal satu sama lain sekarang. Karna sampai detik ini tidak ada satu orangpun yang tahu tentang hubungan mereka. "Bar, sorry banget jadi ganggu lo latihan" ucap Febri. Memang Barra sangat dikenali disekolahnya. jadi Barra tidak heran jika teman-teman Fely mengetahui namanya. Lagi pula, belakangan ini mereka sering berpaapan diparkiran maupun dikantin. "Ga papa santai" jawab Barra "Ini masih jauh?" tanya Barra pada Kai. "Ngga mungkin sekitar 1kilo lagi deh didepan belok kiri ikutin jalan aja" jawab Kai. Barra hanya menganggukan kepalanya. *** Barra kembali menggendong Fely kedalam rumah tukang pijat. Barra benar-benar memastikan Fely baik-baik saja. Hanya selang satu menit saja, mobil Clarin terparkir dibelakang mobil Barra. Barra mendukan Fely di sofa yang disediakan disana. Dengan kaki Fely yang senagaja ia naikan agar kaki Fely tidak menahan beban tubuhnya. Barra mengerjakannya dengan telaten. Ia juga duduk disebelah Fely sekarang. Clarin, Febri, Kai dan Nindi berdiri didekat Fely dan Barra karna kurangnya kursi disana. Mbah Santo, selaku tukang pijat langganan Kai datang menghampiri semuanya. "Mbah, ini temen Kai kaki nya keseleo" ucap Kai. Lalu Mbah Santo duduk didekat Fely. Debar jantung Fely berdegup kencang saat ini. Jujur saja ia takut sekali. Ini pertama kalinya kakinya keselo dan mengharuskannya utnuk diurut. Yang Fely dengar selama ini jika kaki diurut itu sangat saki sekali. "Mana yang sakit?" tanya Mbah Santo. Fely menunjuk kaki kanannya yang sakit. Mbah Santo mengoleskan minyak urut ditelapak tangannya. Ia memulai memijat kaki Fely. Belum apa-apa Fely sudah meringis. Sampai dimana Mbah Santo membenarkan kakinya, Fely berteriak sekencang mungkin sampai dirinya tidak sadarkan diri. "Arrrrggggghhhhhhh" teriak Fely sambil meremas tangan Barra yang duduk disampingnya. Fely juga tidak sadarkan diri dipangkuan Barra. Membuat Barra dan teman-temannya khawatir sekali pada Fely saat ini. "Fel, Fely" Barra menepuk pipi Fely, sedangkan teman-temannya menggerubungi Fely karna khawatir dengan Fely. "Fel, malah pingsan" ucap Kai. "Ga papa, dia shock aja, kasih tau temen kalian kakinya harus istirahat dulu, jangan kebanyakan gerak selama seminggu ini" ucap Mbah Santo. Barra mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan ribu dari dompetnya. Karna Barra memang menyimpan dompetnya didalam mobil. Setelah itu, Barra kembali membawa Fely kedalam mobilnya dengan Fely yang masih pingsan. *** Diperjalanan pulang, jujur Barra kebingungan harus membawa Fely kemana. Jika Fely dibawa kerumahnya, teman-teman Fely pasti akan curiga dengan hubungan mereka. Tapi, jika dibawa kerumah Fely, Barra pasti akan bertemu dengan mertuanya. Ditambah dengan Fely yang masih tidak sadarkan diri. "Barr, bawa kerumahnya lo bisa kan?" tanya Kai. Mau tidak mau, Barra menganggukan kepalanya. Dengan pura-pura Barra tidak mengetahui keberadaan rumah Fely dimana. Ia mengikuti arahan yang Febri dan Kai berikan padanya. Sambil harap-harap cemas jika mereka sudah sampai dirumah Fely nanti. Sekitar dua puluh menit kemudian, Barra memarkirkan mobilnya dipekarangan rumah Fely. Berbarengan dengan mobil Clarin yangf kembali terparkir dibelakang mobil Barra. Fely masih saja belum sadarkan diri. Mau tidak mau Barra kembali membopong Fely untuk masuk kedalam kamarnya. Setelah Kai mengetuk pintu, pintu dibuka oleh Winda. Winda terkejut saat melihat Fely yang tidak sadarkan diri dipangkuan Barra. Winda juga mempersilahkan Barra dan yang lainnya untuk masuk kedalam rumah. Setelah membaringkan Fely diatas kasurnya, Barra izin untuk pulang terlebih dahulu. Ia tidak mungkin menunggu Fely disini dengan adanya teman-teman Fely. Rencananya Barra akan menjemput Fely nanti setelah keadaan memungkinkan. "Umm, tan,, tante saya pamit dulu ya" ucap Barra sambil menyalami tangan Winda. "Iya, makasih ya nak Barra sudah mau anterin Fely kesini". Barra menganggukan kepalanya. Setelah itu ia turun kebawah untuk pulang dengan diantar oleh Winda sampai depan rumah. *** "Mom, kasih tau Barra aja ya kalo temen-temen Fely udah pulang. Nanti Barra jemput Fely" ucap Barra setelah ia dan Winda berada dihalaman depan rumah. "Iya Bar, nanti mommy kabarin kamu kalo ada apa-apa sama Fely". Barra dan Winda memang sengaja berakting tadi seolah tidak mengenal satu sama lain. Karna tidak mungkin rahasia hubungan Fely dan Barra terbongkar saat ini. Ini terlalu cepat. Apa lagi Fely dan Barra masih sekolah. Flasback On "Gue ke toilet bentar ya, kebelet ini" ucap Barra yang kebetulan perjalann menuju rumah Fely melewati toilet umum. Setelah mendapat persetujuan, Barra segera memarkirkan mobilnya dan keluar sebentar dengan membawa hp nya. Barra hendak menelfon Winda jika dirinya akan datang bersama Fely dan teman-teman Fely. Barra akan meminta bantuan pada mertuanya itu. "Hallo Barra kenapa?" tanya Winda disebrang sana. "Mommy, Barra mau anterin Fely pulang kerumah mommy" "Loh kenapa? Kalian berantem?" tanya Winda yang cemas karna Barra malah ingin memulangkan putrinya itu. "Ngga mom, Fely jatoh pas lagi latihan, dia dibawa ke tukang urut terus pingsan, Barra bingung mau bawa Fely kemana. Ini temen-temennya Fely pada ikut. Jadi, kepaksa Barra anterin Fely kerumah Mommy" jelas Barra agar mertuanya itu tidak khawatir. "Ya ampun terus Fely gimana?" "Belum bangun Mom, nanti pura-puranya kita ga kenal ya biar temen-temennya Fely ga curiga sama hubungan Fely sama Barra" pinta Barra. "Oh oke, Mommy ngerti. Tapi mommy minta tolong ya Fely nya dijagain sampe sini" "Iya mom pasti. Kalo gitu, Barra mau balik ke mobil terus lanjut kesana ya". Setelah mendapat jawaban 'iya' dari mertuanya, Barra kini kembali masuk kedalam mobil. Lalu ia kembali melajukan mobilnya menuju rumah Fely. Beruntung, teman-teman Fely tidak ada yang curiga padanya. Flasback Off "Ya udah, Barra sekali lagi pamit ya mom". Barra kembali menyalami tangan Winda sebelum ia benar-benar pergi dari rumah mertuanya itu. Sedangkan Winda kembali masuk kedalam rumah setelah mobil menantunya itu tidak terlihat lagi dari pandangannya. *** Fely memerjapkan matanya. Dilihatnya kearah sekeliling, ia tidak berada dikamar Barra, melainkan kamarnya sendiri. Fely juga melihat ada sahabat-sahabatnya yang sedang duduk diatas kasurnya. "Fel lo udah bangun?" tanya Febri yang memang duduk paling dekat dengan Fely. "Lo pingsan kaya orang yang latihan mati aja Fel" ucap Nindi yang mendapat delikan tajam dari Fely. Mata Fely mencari sosok Barra. Tapi pria itu tidak ada. Dimana Barra sekarang? Apa hubungannya dengan Barra sudah diketahui oleh teman-temannya?. Tapi jika dilihat dari gelagatnya, sepertinya salah satu diantara mereka belum ada yang mengetahui hubungannya dengan Barra. "Nyari siapa lo?" tanya Clarin yang menyadari jika Fely sedang mencari seseorang. "Nyari si Barra ya lo?" tebak Kai. Fely menoleh seolah ingin membantahnya. "Dia udah balik tadi anterin lo doang sampe sini" Febri membatu melanjutkan ucapan Kai. Fely menganggukan kepalanya. "Dia baik juga ya, dia loh yang bayarin lo tadi, mana bayaran nya gede banget gila" ucap Febri. Fely tidak terkejut mendengarnya. Karna sudah menjadi kewajiban Barra jika Fely membutuhkan biaya untuk berobatnya. Barra juga suami yang tidak pernah itungan. Barra tipikal suami yang mengerti akan kebutuhan istrinya. Maka, tanpa dimintapun Barra berani membayar jasa tukang pijat yang membantu Fely. "Ya kan dia tajir" ceplos Fely. "Ko lo tau?" tanya Febri sedikit curiga. "Ya, ya gue liat dari mobilnya aja sih, keliatan kan dia anak orang tajir" alibi Fely. Sebenarnya Fely berkata jika Barra kaya memang Fely bisa membuktikannya sendiri. Uang jajannya meningkat drastis sejak menjadi istri Barra. Bahkan, teman-temannya saja terhitung sudah dua kali makan dengan uang Barra. Tapi, tidak mungkin Fely menceritakan hal tersebut pada teman-temannya. "Beruntung dong ya, nanti yang jadi ceweknya dia?" tanya Clarin. "Iya ya, abis duit tinggal minta aja sama si Barra hahaha" lanjut Nindi yang membuat semuanya tertawa. Fely ikut tertawa karna yang sedang mereka bicarakan merupakan Fely sendiri. Jika dibilang beruntung, memang Fely beruntung bisa menjadi istri dari Barra. Terlahir dari keluarga yang kaya raya, pewaris tunggal semua aset milik orang tuanya yang kini sudah resmi menjadi mertuanya pula. Dari segi materi, Selama menjadi istri Barra, Fely tidak pernah merasa kekurangan sedikitpun. Yang ada, setiap Barra memberinya uang, selalu ada uang yang tersisa dari hari kemarin. Ntah berapa jatah perbulan Fely dari Barra. Karna terkadang Barra memberinya uang sehari dua kali dengan nominal yang bisa dibilang fantastis untuk anak sekolahan seperti dirinya. "Udah ah, ngapain jadi ngomongin dia?" tanya Fely mengalihkan pembicaraan. Tak terasa hari sudah semakin larut, Clarin, Kai, Febri dan Nindi memutuskan untuk pulang. Mengingat keempatmya belum pulang kerumah sejak tadi. Mereka terlalu khawatir pada Fely, sampai mereka lupa jika mereka belum pulang kerumah masing-masing. *** Setelah mendengar kabar dari Winda jika teman-teman Fely sudah pulang, Barra segera bergegas menjemput istrinya itu. Karna Lita yang terus menerus meminta Barra untuk menjemput Fely pulang karna khawatir akan kondisi menantunya. Setelah dibukakan pintu oleh Winda, Barra segera masuk dan menyalami Radit yang sedang menonton pertandingan bola disalah satu stasiun televisi diruang TV. Tapi, Barra memilih untuk menghampiri Fely yang masih berada dikamarnya. "Dad, udah pulang?" tanya Barra basa basi. "Iya, kamu mau jemput Fely?" tanya Radit. "Iya Dad, Barra keatas dulu ya" Radit menganggukan kepalanya lalu Barra segera menaiki anak tangga untuk menuju kamar istrinya itu. Ceklek Fely menoleh kearah pintu. Dilihatnya Barra yang sedang berjalan kearahnya setelah Barra menutup kembali pintu kamarnya. Fely yang sedang asyik bermain hp itupun kini menaruh hpnya diatas nakas. "Gimana kakinya masih sakit?" tanya Barra yang duduk dipinggiran kasur dekat istrinya. "Lumayan" "Ke rumah sakit ya? Periksa ke dokter" ajak Barra yang langsung saja ditolak mentah-mentah oleh Fely. Fely sangat tidak menyukai aroma rumah sakit. Apapun yang berbau rumah sakit Fely tidak suka dan tidak akan pernah suka. Jika bukan karna terpaksa, ia juga tidak akan mau dibawa ke tukang pijat tadi siang. "Ga, ga usah ah kan udah diurut" "Tapi kaki lo butuh di gips loh" "Ngga Bar, gue bukan patah tulang aman ko" ucap Fely. Barra menghela nafasnya. Sepertinya tidak akan berhasil baginya untuk membujuk Fely. Lebih baik Barra menuruti ucapan dari Fely saja. "Balik sekarang yu?" ajak Barra. "Ga boleh apa nginep disini aja sekali?" "Mama khawatir banget sama lo". "Ya udah iya" jawab Fely dengan menundukan kepalanya. Karna sebenarnya Fely ingin satu malam saja menginap disini. Tapi, Barra tidak mengizinkannya. "Bisa jalan sendiri?" tanya Barra. "Ga tau, gue coba ya" Fely turun dari tempat tidurnya. Dengan tangan yang memengan kepinggiran kasur, Fely berusaha berdiri. Tapi, kakinya belum pulih seutuhnya, Fely kehilangan keseimbangan sehingga membuat dirinya terjatuh dan menimpa Barra yang sedang berdiri dibelakangnya. Mata keduanya bertemu kala Fely berada diatas tubuh Barra yang sudah terbaring diatas ranjang. Seolah waktu terhenti begitu saja, Fely dan Barra saling menatap tanpa berkedip. 1 menit, 2 menit, 3 menit... Fely mengangkat tubuhnya agar kembali duduk, begitu juga dengan Barra. Keduanya kini salah tingkah. Ntah kenapa, walau mereka pernah berjarak sangat dekat, kejadian barusan tetap membuat mereka gugup. "Gue gendong aja gimana?' tawar Barra. "Ga perlu, lo papah gue aja. Kan dirumah lo juga kamar kita diatas. Sekalian latihan juga". Lagi dan lagi Barra hanya mengikuti keiinginan istrinya itu. Setelah itu, mereka berjalan keluar dengan langkah yang sangat hati-hati sekali karna Barra takut Fely kembali merintih kesakitan. Apa lagi seharusnya Fely tidak banyak bergerak selama satu minggu kedepan. Barra memang belum memberi tahu Fely tentang itu. Karna Barra ingin berbicara setelah mereka pulang kerumah Barra. Dengan telaten, Barra menuntun Fely menuruni satu persatu anak tangga yang mereka lewati. Saat seperti ini, memang Barra bisa sekali diandalkan oleh Fely. Fely hanya perlu nurut saja apa yang Barra ucapkan dan Barra perintahkan padanya. Karna, yang Barra minta, itu pasti demi kebaikan diri Fely. Jujur saja, Fely tidak menyangka jika Barra bisa seperhatian ini pada Fely. Fely fikir, Barra akan acuh terhadapnya. Tapi, sejak disekolah, Barra lah yang sangat terlihat khawatir saat melihat kakinya terkilir. Fely tersenyum melihat wajah Barra. "Kenapa lo?" tanya Barra yang menyadari tatapan dari Fely. "Ngga" jawab Fely. Barra memilih untuk tidak memperpanjangnya. Ia hanya fokus membawa Fely untuk turun kebawah dan membawa Fely pulang kerumahnya untuk bertemu dengan Lita yang terus saja menghkawatirkan keadaan Fely saat ini. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD