Part 14

2214 Words
Fely sedang memakai skin care dimeja rias yang baru saja Barra beli untuknya. Karna sebelum pindah, Fely meminta Barra untuk membelikan benda itu karna skin care dan make up Fely yang cukup banyak. Tidak mungkin semua itu Fely taruh dimeja belajar milik Barra. Sedang asyik bercermin, Fely sedikit tertohok saat melihat ada yang aneh dilehernya. Fely menolehkan lehernya kearah kanan untuk bisa melihat adanya tanda merah disana. Refleks Fely memegangi lehernya. "Gila, ini kapan?" tanya Fely yang seketika lupa apa yang Barra lakukan padanya. Fely mencoba mengingat kembali kejadian semalam dimana Barra yang menciumi lehernya bahkan sampai menghisapnya. "Gimana nutupinnya ini?" tanya Fely bingung. Pantas saja ibu mertuanya tadi bersikap aneh. Rupanya ini yang Lita lihat. Fely sangat malu sekali sekarang untuk keluar dari kamar. Sepertinya ia harus berdiam diri sampai Barra pulang. *** Sementara disekolah, Barra memikirkan Fely yang tidak masuk. Walaupun Barra sudah memberi tahu ibunya dan juga Bi Inah, tetap saja Barra khawatir jika Fely tidal mau diatur oleh kedua wanita paruh baya itu. Fely kan keras kepala. Fely hanya akan nurut jika Barra yang berkata langsung padanya. Karna terus memikirkan Fely, Barra yang sedang dalam jam pelajaranpun tidak konsentrasi. Ia terus melamun sampai Pak Guntur, guru matematika yang sangat kiler melemparkan sebuah penghapus papan tulis pada Barra. Beruntung penghapus papan tulis itu tidak mengenai wajah tampannya, melainkan jatuh tepat diatas mejanya. Tapi tetap saja membuat Barra kaget dan juga Nizam yang duduk sebangku dengannya. "Anjing!" umpat Barra refleks karna benar-benar kaget. "Barra Alman Said, jelaskan lagi apa yang saya jelaskan tadi" ucap Pak Guntur dengan nada yang cukup keras membuat seisi kelas tertuju pada Barra. Barra menyikut tangan Nizam agar sahabatnya itu bisa membatunya. Tapi, jangankan membantu, Nizam saja tidak mengerti apa yang Pak Guntur jelaskan didepan. Nizam hanya memasang mata dan telinganya untuk pelajaran kali ini. Tidak ada niatan sedikitpun untuk Nizam memahaminya "Bantuin gue napa" bisik Barra. "Gue juga ga ngerti" jawab Nizam berbisik pula. "Heh, kalian berdua kenapa bisik-bisik?" tanya Pak Guntur pada Barra dan Nizam. "Gini pak" Barra pura-pura berfikir sambil melihat kearah papan tulis dengan gaya sok sok'an. "Saya ga ngerti" ucap Barra yang berhasil membuat gelak tawa seisi kelas karna dengan gayanya yang seperti orang mengerti saja. Tapi, ternyata Barra tidak mengerti sama sekali. "DIam" teriak Pak Guntur yang berhasil membuat seisi kelas terdiam. "Barra. keluar kamu dari kelas saya!!" usir Pak Guntur pada Barra. Bagi Barra, diusir dari kelas sudah biasa. Karna memang Barra dan teman-temannya tidak pernah fokus saat belajar. Jadi, dengan senang hati ia keluar dari kelasnya. Ia jadi bisa leluasa untuk menelfon istrinya sekarang. Barra bangkit dari duduknya lalu segera keluar dari kelas tanpa rasa bersalah. Pak Guntur menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Barra sekarang. Benar-benar tidak ada penyesalan dari wajah Barra. Justru wajah kalem Barra yang ia perlihatkan. "Kalian semua kalo tidak mau memperhatikan saya, bisa keluar juga!!" ucap Pak Guntur. *** Barra diam di rooftop setelah aksi pengusiran dari Pak Guntur padanya. Ia memilih untuk berdiam diri ditempat ini. Tempat yang dimana sekarang Barra selalu mengajak Fely kesini jika ingin berduaan saja dengan istrinya disekolah. Barra segera menghubungi Fely melalui sambungan Vidio Call. "Ngapain lo jam segini udah vidio call gue?" tanya Fely yang saat ini sedang rebahan diatas kasur mereka dengan mulut yang mengunyah makanan. "Lagi ngapain lo?" tanya Barra balik. "Gue lagi gabut, stok makanan dikamar abis mau belanja gue belum bisa naik mobil, lagian laki gue ga akan kasih izin kayanya" curhat Fely. Barra terkekeh mendengar celotehan Fely yang sedang mengadu padanya. "Laki lo kan ga mau lo kenapa-napa" "Tapi gue bosen" "Lo belum jawab pertanyaan gue, lo ngapain jam segini dirooftop?" tanya Fely lagi. "Gue diusir sama Pak Guntur dari kelas" Jawab Barra sambil menyenderkan punggungnya disofa. "Emang murid teladan ya lo" "Apa gue bolos aja ya sekalian?" tanya Barra seperti sedang meminta pendapat pada Fely. "Gila lo, janganlah" "Atau lo kangen ya sama gue?" tanya Fely GR. Barra terkekeh saat Fely sudah over PD seperti ini. "Najis" "Kalo ga kangen ngapain vidio call?" tanya Fely mencoba memancing Barra. Barra terdiam, memang sedari tadi Barra memikirkan Fely yang sedang dirumah. "Gue kefikiran lo aja, takutnya lo malah bandel jalan-jalan dirumah karna ga ada gue" "Kaki gue masih ada sakitnya, tapi gue bisa naik turun tangga sendiri sekarang" "Emang ya lo itu susah dibilangin, kan gue udah kasih tau apa-apa minta tolong" "Gue ga enak Barr" "Jangan kemana-mana tunggu dikamar" seteleh mengucapkan itu, Barra menutup vidio call nya dengan Fely. Ia turun dari rooftop dan hendak pergi ke kantin untuk membeli beberapa makanan. *** Setelah berhasil menyogok satpam sekolah, akhirnya Barra bisa keluar dari sekolah alias bolos. Barra juga sudah men whats app teman-temannya untuk mengizinkan Barra dan menyimpan tasnya di tempat biasa. Sejak Fely berkata Fely naik turun tangga sendirian, Barra mencemaskan istrinya itu. Bagaimanapun keselamatan Fely sudah menjadi tanggung jawabnya. Sebelum pulang juga, Barra menyempatkan untuk ke mini market terlebih dahulu untuk membelikan beberapa snack untuk Fely karna Fely tadi berkata jika stok makanan dikamar sudah habis. Fely dan Barra memang senang menstok makanan ringan jika sewaktu-waktu mereka lapar ditengah malam. Asalkan kebersihan selalu terjaga saja dikamar mereka. Sekitar 30 menit, Barra sudah sampai dirumahnya. Barra berbohong pada Lita jika dirinya pulang lebih awal dikarnakan guru-gurunya yang ada rapat dadakan. Padahal, Barra memang sengaja bolos karna ingin menjaga Fely. Dan Lita percaya pada putranya itu. Tanpa membuang waktu, Barra segera menemui Fely dikamar. Fely yang sedang asyik menonton drama korea dilaptopnya pun menoleh kearah Barra yang kini sedang berjalan kearahnya sambil membawa beberapa kantong berisikan beberapa jenis makanan. "Lo ko balik?" tanya Fely. "Nih, cukup ga?" tanya Barra sambil menyerahkan beberapa kantung makanan yang ada ditangannya. Dengan senang hati Fely menerimanya. Banyak sekali makanan kesukaannya didalam kantung itu. "Lo bolos ya" tanya Fely lagi. "Suami balik itu salim dulu, suruh ganti baju dulu" ucap Barra yang kini menyodorkan tangannya. Fely yang mengertipun mencium tangan Barra. "Gue ga tenang ninggalin lo. Lo susah banget dikasih tau soalnya" jawab Barra sambil beranjak untuk berganti pakaian lalu setelah selesai ia kembali menghampiri Fely yang masih duduk selonjoran diatas kasurnya. "Tapi kalo ga dibiasain gue jalannya pincang" "Ga ada alesan Fely, gue suruh lo istirahat apa susahnya sih?" tanya Barra yang kini sudah duduk disamping Fely. "Gue bo-" "Iya tau lo bosen, sehari aja Fel besok lo juga boleh masuk ko gue kasih izin" ucap Barra yang memotong perkataan Fely. Jujur Fely merasa bersalah sekarang. Ia tidak menyangka jika Barra akan seperi ini sekarang. Setelah menikah, rasa tanggung jawab Barra sebagai suami memang terasa sekali oleh Fely. Barra tidak seperti yang Fely bayangkan saat awal mereka akan dijodohkan. Fely fikir, Barra akan bersikap kekanak-kanakan. Ternyata Barra bersikap dewasa sekali jika sudah berusan dengan Fely. "Gue minta maaf ga dengerin lo, jangan marah ya?". "Makan aja itu, gue udah beliin buat lo, gue juga laper tolong simpen dipiring dong" jawab Barra yang tidak ingin memperpanjang pembahasan tentang Fely yang tidak menurutinya. Barra memang sempat membawa satu piring didapur untuk makan keduanya. Fely segera memindahkan sekantung siomai yang Barra beli untuk mereka berdua. Barra pasti sengaja membeli satu bungkus saja agar bisa makan satu piring dengannya. Tapi, Fely tidak keberatan sama sekali. Lagi pula Barra juga tidak jorok jika soal makanan. *** Selesai makan dan sholat dzuhur, Fely dan Barra menghabiskan waktu didalam kamar saja dengan piring dan sampah-sampah yang sudah Bi Inah bereskan. Biasanya Fely dan Barra yang bertanggung jawab atas kebersihan kamar mereka. Tapi dikarnakan Fely sedang cedera akhirnya Barra meminta tolong pada Bi Inah. Karna sebelum menikah, Barra memang tidak pernah membereskan kamarnya. "Besok beneran kan gue boleh sekolah?" tanya Fely pada Barra. "Iya, tapi berangkat nya sama gue" "Enak aja nanti ada yang curiga dong" tolak Fely. "Mending sama gue atau lo ga sekolah?" "Kan ada supir mama" "Oke" Barra juga sejujurnya belum siap jika hubungannya dengan Fely akan terbongkar dengan cepat. Mengiyakan Fely untuk diantar oleh supir pribadi ibunya adalah satu-satunya jalan agar Fely tidak mengendarai mobil sendirian. "Tapi, sampe gue liat lo nge dance, gue ga akan segan-segan buat seret lo balik" ancam Barra yang cukup mengerikan ditelinga Fely. Sepertinya memang dirinya tidak boleh keruangan dance untuk satu minggu kedepan. "Kejam amat pak" Fely menyandarkan kepalanya pada bahu Barra. Barra kini sedang mencari film yang akan ditonton oleh keduanya dilaptop. Karna mereka bingung harus beraktivitas apa lagi sekarang. Mau jalan keluar juga rasanya tidak mungkin. "Horror aja" ucap Fely. Barra hanya menuruti saja. Ia tidak bertanya apakah Fely takut atau tidak dengan film horor. Film pun dimulai. Fely berkali-kali bersembunyi dibahu Barra saat adegan hantu diperlihatkan dilayar. Barra terkekeh melihat Fely yang ketakutan itu. Bahkan, jika dihitung, Fely hanya beberapa kali melihat kelayar laptop dari awal fim dimulai sampai pada akhirnya selesai. "So' soan nonton horror, tau nya takut" ucap Barra. "Gue ga takut, tadi emang serem aja setannya" alibi Fely. *** Malam sudah tiba, selesai makan malam Fely dan Barra kembali kekamar mereka. Hari ini Fely benar-benar menghabiskan waktu hanya dikamar saja dengan Barra karna Barra yang melarangnya. Tiba-tiba hujan deras mengguyur kota Jakarta malam ini. Fely takut dengan suara pertir ia berkali-kali memeluk Barra saat suara dilagit itu bergemuruh. Berkali-kali juga Barra menenangkan Fely. "Udah tenang aja ada gue" "Gue takut Barra, gue ga bisa" "Ga usah takut, ada gue disini" Beruntung, suara petir tidak lagi terdengar. Fely sudah tenang saat ini, tapi ada yang lebih parah. Aliran listrik seketika padam. Fely yang sedikit kagetpun semakin erat memeluk Barra. "Cuman mati lampu jangan takut". Fely mendongkakan wajahnya agar bisa melihat wajah Barra dalam kegelapan. Mata keduanya kini bertemu. Barra mengelus pipi Fely dengan lembut. Fely memejamkan matanya saat Barra sudah berhasil melumat bibirnya. Hujan diluar seolah mendukung sepasang suami istri ini untuk melakukan hal yang memang sepantasnya mereka lakukan sejak hari pertama menikah. Baik Barra maupun Fely kini terhanyut dalam situasi saat ini. Bahkan, Barra sudah berani membuka satu persatu kancing piyama dari Fely. Sentuhan demi sentuhan Barra berikan pada Fely. Membuat istrinya itu mengerang kenikmatan dibuatnya. Fely sesekali menghisap leher Barra untuk menahan suara desahannya yang terus saja keluar dari bibirnya. "Fel, gue mau lo" ucap Barra tepat didepan bibir Fely. Fely menganggukan kepalanya. Ia tidak mungkin menolak ajakan Barra. Bagaimanapun mereka sudah menikah, sudah selayaknya Fely memberikan semuanya pada Barra. Setelah mendapat izin dari Fely, Barra mulai melucuti satu persatu pakaiannya dan juga Fely. Walau dalam keadaan gelap, Barra bisa melihat dengan jelas bagaimana kulit Fely yang sangat bersih dan mulus. Tidak ada bekas luka satupun disana. Barra kini sudah siap untuk melakukan hubungan suami istri dengan Fely, tapi Fely menahan tangannya sebentar. Membuat Barra menghentikan aksinya sebentar. "Bar, orang bilang kalo yang pertama itu sakit" "Gue bakalan pelan-pelan ko" setelah itu Barra mulai memasukan kepunyaannya pada Fely. Fely meremas bahu Barra saat rasa nyeri dibagian bawah tubuhnya terasa. Perlahan, Barra mulai mendorong pinggulnya. Ia juga merasakan jika ia merobek sesuatu disana. Melihat Fely yang meneteskan air mata, membuat Barra berdiam diri untuk memberikan jeda pada Fely agar terbiasa dengan benda yang kini sudah masuk kedalam tubuhnya. "Sakit ya?" tanya Barra. Fely menganggukan kepalanya pelan. "Gue selesain aja" "Ga, ga usah lanjut aja" Percuma juga jika ini diselesaikan sekarang. Fely sudah terlanjur memberikan apa yang selama ini ia jaga pada Barra. Mengakhiri semuanya sekarang tidak akan merubah keadaan bukan?. "Kalo lo sakit gue ga tega" "Pelan-pelan aja". Mendengar itu, Barra mulai berani untuk memaju mundurkan pinggulnya. Rasa nyeri yang dirasa oleh Fely seketika tergantikan dengan rasa nikmat surga dunia. Bahkan, Barra kini mulai mempercepat pergerakannya. Ini kali pertama bagi mereka. Menikah muda, walau saat keduanya masih sekolah tidak buruk juga rupanya. Erangan demi erangan sepasang suami istri itu terus keluar dari mulut masing-masing. Ntah Barra atau Fely, keduanya kini menikmati apa yang sedang mereka kerjakan sekarang. Sampai dimana Barra dan Fely akan sampai pada puncaknya. Dengan segera Barra mencabut kepunyaannya agar tidak mengeluarkannya didalam. Walau mereka sudah menikah, tetap saja keduanya masih sekolah. Barra tidak mungkin menghamili Fely saat keduanya masih sekolah. Keduanya kini terkapar lemas, tapi hanya untuk beberapa menit saja. Barra dan Fely kembali melakukannya sampai keduanya benar-benar sudah lelah. Ntah sudah berapa kali mereka melakukannya. Saat ini hujan sudah reda. Jam pun sudah menunjukan pukul 12 malam. Jika dihitung mereka melakukannya dalam waktu 4 jam sejak jam 8 malam tadi. Kini, Barra dan Feky memilih untuk berhenti dan merebahkan diri dengan tubuh yang ditutupi oleh selimut tebal dan tentunya saling berpelukan. "Thanks Fel buat semuanya" Barra mengecup kening Fely berkali-kali. "Udah seharusnya Bar, maafin gue baru mau jadi istri lo yang seutuhnya sekarang" "Its okay". "Gue harap setelah ini, lo bisa percaya sama gue kalo gue ga akan pernah khianatin lo Fel" lanjut Barra. "Jangan tinggalin gue ya Bar". Barra menganggukan kepalanya. "Asal lo percaya sama gue, gue ga akan tinggalin dan khianatin penikahan kita. Gue juga bakal berusaha buat jadi suami yang bisa lo banggain" jawab Barra. Sebuah kalimat yang keluar dari mulut Barra tulus dari hati. Ntah kenapa, sekarang ia semakin yakin jika pernikahan ini adalah sebuah pernihakan yang tepat untuknya dan juga Fely. Barra yakin, keduanya akan bisa melewati semua rintangan yang ada didepan yang akan menerpa rumah tangga mereka. Keduanya kini terlelap tidur masih dengan keadaan tidak memakai sehelai pakaianpun. Karna keduanya yang sudah cukup lelah. Rasa bahagia menghampiri keduanya saat ini. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment  See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD