"Assalamu'alaikum" Ucap Barra dan juga Fely saat keduanya sudah tiba dirumah Winda dan juga Radit. Waktu adzan magrib sudah akan berkumandang beberapa menit lagi saat keduanya baru saja tiba.
"Waalaikum salam" jawab Winda yang kini berjalan menghampiri anak dan menantunya.
"Eh anak-anak mommy udah dateng" Lanjutnya saat Fely dan Barra menyalami tangannya. Barra hanya tersenyum, sedangkan Fely biasa saja. Memang ciri-ciri anak durhaka seperti ini.
"Ya udah, kalian ambil wudhu ya. Abis itu ke mushola, daddy udah nungguin buat sholat berjamaah. Udah lama katanya ga jamaah sama kalian" ucap Winda lagi, yang kini mendapat anggukan dari keduanya.
"Barra, izin keatas dulu ya Mom, mau simpenin barang" jawab Barra yang dimana ia membawa dua tas miliknya dan juga Fely. Bahkan, Fely tidak ada niat sedikitpun untuk membantu Barra kali ini. Jika bukan ada Winda disini, mungkin Barra sudah mengur Fely, karna Barra yang merasa keberatan karna tas Fely yang banyak sekali isinya. Padahal, mereka hanya menginap satu hari saja. Tapi, seolah Fely akan menginap berhari-hari saja disini.
"Itu tas punya Fely juga?" tanya Winda. Barra menganggukkan kepalanya. Winda menggelengkan kepalanya, kelakuan anaknya ini benar-benar mirip sekali dengan dirinya. Dimana Winda juga selalu mengandalkan Radit dalam urusan membawa barang jika sedang bepergian. Jadi, sudah bisa ditebak bukan, kebanyakan sifat dan prilaku Fely itu turunan dari siapa?.
"Fely, kamu ini repotin Barra aja" tegur Winda. Fely mendelik.
"Kaya mommy ga gitu aja sama daddy" jawab Fely santai.
"Euh, itu mulut ya, ga sopan sama orang tua" Winda menyentil bibir Fely. Membuat Fely sedikit meringis, sedangkan Barra malah terkekeh.
"Ga papa mom, lagian kasian Fely ini berat tasnya" bela Barra. Lalu segera Barra mengajak Fely untuk menaiki tangga untuk masuk ke kamar yang sudah lama tidak mereka tiduri.
***
Selesai melaksanakan sholat magrib, Fely, Barra, Winda dan juga Radit memilih untuk makan malam, karna Bi Marni asisten rumah tangga dirumah Winda sudah selesai memasak untuk makan malam. Keburu dingin katanya, jika terlalu lama disimpan.
"Gimana sekolah kalian aman kan?" Tanya Radit pada Barra dan juga Fely. Keduanya menganggukan kepalanya.
"Aman dad" jawab Barra.
"Barra, kamu abis berantem?" Tanya Winda yang shock saat melihat banyaknya plester pada leher Barra.
"Hah?" tanya Barra yang tidak mengerti.
"Itu leher kamu sayang" Winda menunjuk leher Barra. Fely yang sedang meneguk air putihnya lantas tersedak.
"Uhuk... uhuk" Dengan spontan, Barra mengelus punggung Fely, membantu Fely untuk meredakan sedikit tersedaknya.
"Pelan-pelan minumnya" tegur Barra. Fely menyingkirkan tangan Barra yang berada diatas pundaknya dengan pelan.
"Mommy kepo banget sih. Namanya juga udah nikah" jawab Fely. Barulah Winda tersenyum malu mendengarnya. Jelas ia sangat mengerti maksud dari ucapan putrinya itu. Winda lebih berpengalaman darinya.
"Iya mom, udah ya. Lagian, kalo emang terjadi sesuatu ke mereka juga daddy yakin, mereka akan kasih tau kita" timpal Radit. Winda hanya bisa mengangguk. Dalam benaknya sudah terbayang cucu yang tampan maupun cantik. Walau, bayangan itu tentu saja masih jauh.
"Barra, tapi pelan-pelan ya, masih sekolah" lanjut Radit sedikit berbisik namun tetap saja bisa didengar oleh kedua wanita yang ada disana.
"Siap Dad, nanti cucu daddy pasti ganteng kaya papanya" Barra mengacungkan jempol pada Radit. Walau keduanya jarang sekali bertemu, tapi Barra dan Radit sudah seperti sahabat saja. Ntah kenapa, baik Barra ataupun Radit sama-sama sudah menganggap sahabat satu sama lain. Jadi, tidak ada kecanggungan diantara mereka berdua.
"Heh, masih sekolah" ucap Fely.
"Ya kan nanti. Siapa tau aja lo udah siap hamil" jawab Barra. Fely mendelik tajam. Sedangkan yang lainnya hanya bisa terkekeh.
***
Fely sudah bersiap untuk tidur saat ini. Namun, Barra terus saja mengganggunya. Sejak Fely berusaha memejamkan matanya, Barra terus mencoleki bagian tubuhnya yang bisa Barra sentuh. Bahkan, tidak jarang Barra meniup leher Fely yang kini sedang memunggunginya.
"Barra diem ah, kenapa sih lo?" Tanya Fely kesal. Ia juga kini membalikan badannya, sehingga ia melihat kearah Barra yang sedang tidur menyamping dengan menghadap Fely.
"Gue ga bisa tidur" jawab Barra.
"Ya udah, biasanya juga main game"
"Main nya mau sama lo" jawab Barra to the point.
"Gue ngantuk Bar".
"Sekali aja deh janji". Fely memutar kedua bola matanya. Sekalinya Barra hanyalah bohong belaka. Selama ini, tidak pernah mereka bermain hanya satu kali saja. Pasti Barra akan memintanya lagi sampai suaminya itu benar-benar puas.
"Halah, ga usah janji. Lo suka minta lagi" jawab Fely. Barra hanya bisa nyengir kuda. Dua bulan menikah dengan Fely, rupanya Fely sudah bisa mengenal tabiat Barra. Tapi, bagus lah, dengan begitu, Fely bisa semakin mengenal Barra, begitupun sebaliknya.
"Ayo dong Fel".
"Huft! Ya udah" jawab Fely. Barra tersenyum lebar saat ini. Tebakan Fely tadi tentu saja akan Barra laksanakan. Bermain dengan Fely, adalah hal yang sudah menjadi candu untuk Barra. Rasanya, tidak akan pernah cukup jika mereka hanya bermain satu kali saja saat ada kesempatan.
***
"Bar, besok gue pake mobil yang mana?" Tanya Fely saat keduanya baru saja melakukan kewajiban mereka. Memang, sekarang Barra lebih suka untuk mendekap Fely kedalam pelukannya telebih dahulu. Berbincang-bincang sambil Barra yang selalu asyik mengelus rambut Fely. Ditambah, dengan Fely yang selalu anteng tidur dilengan Barra.
"Sama gue aja" jawab Barra singkat.
"Ah males gue, harus kucing-kucingan terus sama yang lain". Tolak Fely. Fely sudah malas jika harus pulang sekolah dengan menunggu sekolah sepi untuk keadaan yang cukup aman untuk mereka.
"Ya gimana lagi, kalo pake mobil disini, ntar harus balikin lagi. Ribet lagi Fel. Lagian, kita juga kan udah harus prepare buat ke Bandung" jawab Barra.
"Oh iya ya. Tiga hari lagi kan ya kita berangkat?" Tanya Fely.
"Lo dulu atau gue dulu yang ambil izin?" Tanya Barra.
Ya, Fely dan Barra memang berencana untuk mengambil izin yang berbeda hari. Meminimalisir kecurigaan yang akan terjadi nanti. Belum lagi, mereka yang akan izin sampai satu minggu lamanya. Jadi, sebisa mungkin mereka mengatur strategi agar tidak menimbulkan kecurigaan dari teman-temannya.
"Lo dulu aja, lo kan badung. Jadi, udah biasa kaga masuk kelas" jawab Fely.
"Dosa lo ngatain suami mulu" Barra sedikit menjitak kepala Fely. Karna, ntah sudah berapa kali Fely mengatakan jika Barra adalah siswa yang badung. Walau, memang pada kenyataannya begitu. Memang, Barra terkenal atas ketampanannya, kejagoannya bermain basket, belum lagi banyak fans nya dengan Jihan.
"Ya emang kenyataan itu mah" jawab Fely.
"Ya, jangan disebut juga Pe'a".
"Gue mah jujur orangnya". Barra kembali mengelus rambut Fely dengan sangat lembut.
"Lo udah Cinta sama gue?" Tanya Barra. Fely diam tidak berani menjawab.
Fely tidak akan pernah menjawab pertanyaan itu sampai Barra sendiri yang mengatakannya lebih dulu. Fely tidak mau cintanya hanya sendirian saja. Karna, jika Barra yang lebih dulu mengutarakannya, barulah Fely bisa memberikan sepenuh hatinya untuk Barra. Walaupun, memang kedepannya pasti akan terjadi hal tersebut. Tapi, setidaknya untuk saat ini, Fely meminimalisir terjadinya sakit hati.
"Kenapa diem?" Tanya Barra lagi. Fely sedikit mendongkakan wajahnya.
"Lo sendiri?" Tanya Fely balik.
"Malah nanya, gue yang lagi nanya sama lo" jawab Barra.
"Ga mau jawab gue" jawab Fely lalu menenggelamkan wajahnya pada d*da bidang Barra yang tidak mengenakan sehelai pakaianpun.
"Kenapa? Jangan-jangan lo cinta ya sama gue?" Tanya Barra.
"Ga" jawab Fely singkat.
"Gue ngantuk mau tidur" lanjut Fely. Barra tidak berani bertanya lagi pada Fely. Karna, hari juga sudah semakin larut. Bisa-bisa Fely kembali mengamuk jika gadis itu kesiangan karna Barra yang mengajaknya untuk begadang malam ini.
***
Pagi hari sudah tiba, Fely dan Barra sedang sarapan bersama Winda dan juga Radit. Nasi goreng dengan telor mata sapi adalah menu sarapan pagi ini.
"Kalian kalo kesekolah barengan?" Tanya Winda.
"Ngga, aku bawa mobil sendiri" jawab Fely dengan segera.
"Loh, kalian kan searah gitu loh. Bukan searah lagi, tapi satu tujuan. Lagian, kalian kan udah lama nikah, masa jalannya sendiri-sendiri terus".
"Mommy, Fely ga mau ya status kita kebuka gitu aja. Siapapun pasti bakalan curiga kalo kita keseringan berangkat bareng" jawab Fely memberikan alasan mengapa ia dan Barra tidak pernah berangkat bersama.
"Terus, kan sekarang kamu ga bawa mobil Fel. Mau pake mobil kamu aja yang disimpen disini?" Tanya Radit.
"Ngga dad, sama Barra berangkatnya. Ya kadang Kita juga berangkat bareng kalo udah kepepet". Jawab Barra mewakili Fely. Radit menganggukan kepalanya.
"Pokonya selagi itu ga ganggu sekolah kalian, ga papa. Yang terpenting itu bukan berangkatnya sama siapa, tapi nilai kalian itu yang harus selalu bagus" ucap Radit yang mendapat anggukan dari keduanya.
Fely dan Barra pun segera menyelesaikan sarapan mereka. Karna hari sudah semakin siang. Keduanya harus segera pergi kesekolah sekarang jika tidak ingin terlambat. Karna, jarak rumah Fely sedikit lebih jauh ketimbang jarak rumah Barra kesekolah.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part