Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Semua siswa berhamburan untuk segera pulang. Mayoritas siswa yang membawa kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat berhamburan pergi ke parkiran. Tak terkecuali Barra dkk dan Fely dkk yang kini mereka sudah berada di pelataran parkir sekolah mereka.
"Ga nongkrong dulu?" Tanya Nindi pada keempat temannya.
"Skip dulu, gue ada urusan" jawab Fely. Padahal, ia hanya ingin menginap saja dirumah orang tuanya. Dan belum lagi, Barra yang sudah pasti tidak akan mengizinkannya.
"Lah lo skip mulu perasaan" sahut Febri.
"Eh, tapi gue juga ga bisa guys" sahut Clarin.
"Lah kenapa? Tumben?" Tanya Nindi.
"Ga tau nyokap. Katanya sih temenin nyalon sama shopping. Lumayan lah" jawab Clarin.
"Ya udah next time aja kalo pada bisa" ucap Kai yang mendapat anggukan dari semuanya.
Kamal sudah bersiap-siap untuk mendekati Fely. Ia juga sudah merapikan rambutnya saat ia melihat Fely dkk berjalan menuju area parkiran. Kamal juga menghadang Fely dkk untuk berhenti sebentar didekatnya.
"Hai Fely cantik, mau babang anterin ga pulangnya?" Tanya Kamal pada Fely. Fely memutar kedua bola matanya.
"Minggir" ucapnya.
"Babang Kamal anterin ya, dijamin Fely cantik akan selamat sampe tujuan" ucap Kamal lagi. Berharap Fely mau pulang dengannya.
Barra menarik Kamal untuk menjauh dari Fely. Sejak Kamal menghadang langkah istrinya itu, Barra sudah tidak suka dengan aksi Kamal. Tapi, ia belum bisa mengatakan yang sejujurnya pada teman-temannya tentang hubungannya dengan Fely.
"Mal, dia mau balik" ucap Barra.
"Ya, gue mau anterin dia" jawab Kamal.
"Dia ada bawa mobil".
"Kenapa lo tau?" Tanya Kamal curiga.
"Gue tadi barengan datengnya. Ya gue liat dia keluar dari mobilnya lah" jawab Barra sedikit berbohong. Karna yang sebenarnya memang setiap hari mereka datang berbarengan hanya saja berbeda Mobil.
"Ko bisa? Lo dateng jam berapa tadi?" Tanya Kamal.
"Ah kepo lo. Udah Fel balik aja ga usah paduliin dia" ucap Barra. Fely yang mendengar ucapan Barra barusan lantas segera pergi memasuki mobilnya dan segera meninggalkan pelataran parkiran sekolah, begitupun dengan teman-temannya.
Kamal kembali protes kala melihat mobil Fely yang tadi terparkir sejajar dengan mobil Barra. Sangat kebetulan sekali menurut pria itu. Disaat Kamal susah sekali mendekati Fely, Barra begitu banyaknya kesempatan untuk bisa selangkah lebih maju darinya. Belum lagi, Barra yang belakangan ini selalu menahan Kamal untuk mendekati Fely.
"Wah, wah. Ga bisa ini. Masa lo parkiran deket gitu sama Si Fely" ucap Kamal pada Barra.
"Anjirlah ini masalah parkiran doang" jawab Barra.
"Tau lo, lagian mungkin aja ga sih parkiran penuh, jadi mereka dempetan gitu" bela Nizam. Karna, selalu banyak kemungkinan terjadi didunia ini.
"Tapi, udah mah barengan datengnya, parkiran juga sampingan gitu" jawab Kamal.
"Ah elah, ribet banget lo. Udah ah gue mau balik duluan" ucap Barra yang langsung memasuki mobilnya. Diikuti oleh Nizam dan juga Haykal yang dimana mereka berdua tidak membawa kendaraan hari ini. Jadi, mereka berencana untuk nebeng pada Barra.
"Bar nebeng" ucap Haykal yang langsung membuka pintu mobil Barra.
"Gue juga" sahut Nizam yang langsung duduk dikursi belakang Mobil Barra, karna Haykal yang duduk didepan.
"Elah, arah kita beda anjir" ucap Barra. Walau begitu, ia tetap mengantarkan kedua temannya ini.
***
Barra memasuki kamarnya yang dimana sudah ada Fely yang sudah mempersiapkan segala kebutuhan mereka berdua untuk menginap dirumah Winda. Fely sudah mempersiapkan seragam, alat tulis dan beberapa perlengkapan lainnya untuk besok. Walau hanya sehari, Fely tidak ingin ada barang yang tertinggal sehingga membuat Barra dan Fely kesusahan esok hari.
Barra menghampiri Fely lalu menyodorkan tangannya untuk Fely salami seperti biasa. Tidak lupa, ia mencium kening istrinya itu sebelum Barra membersihkan badannya.
"Ko telat?" Tanya Fely yang heran kenapa Barra pulang sedikit telat tanpa memberi kabar padanya.
"Abis anterin si Nizam sama si Haykal" jawab Barra seadanya. Lalu ia segera memasuki walk in closet yang dimana sudah Fely siapkan satu stel pakaian untuk Barra. Fely memilih duduk diatas sofa sambil menunggu Barra berganti pakaian. Selang beberapa menit, Barra sudah kembali dan menemui Fely yang sedang duduk menunggunya dengan Fely yang asyik bermain hp.
"Udah disiapin semuanya?" Tanya Barra. Fely menganggukkan kepalanya.
"Udah, berangkat sekarang?" Tanya Fely balik.
"Bentar dulu napa, baru juga balik gue" tolak Barra. Fely hanya menganggukkan kepalanya lagi. Memberi Barra jeda untuk istirahat tidaklah buruk. Lagi pula, jika Barra sakit karna kecapean, ia juga yang akan repot nantinya.
"Heh, tanggung jawab lo, ini leher gue merah-merah gini. Ketuan sama temen gue malu banget" ucap Barra yang berhasil membuat Fely menoleh kaget karna Barra yang sedari tadi terdiam setelah Barra menjawab pertanyaan dari Fely.
"Biasa aja kali ngomongnya" protes Fely.
"Mana sini liat" lanjut Fely sambil meminta Barra menunjukan lehernya pada Fely.
"Halah, segitu doang. Liat gue, nih berapa banyak karna ulah lo? Belum lagi yang kehalangan baju" lanjut Fely sambil memperhatikan ulah Barra padanya. Yang sama sekali tidak sepadan dengan apa yang Barra terima karna ulah Fely.
"Ya lo enak bisa ditutupin rambut, gue kaga" jawab Barra membela dirinya.
Fely beranjak dari duduknya. Ia membawa kotak P3K yang selalu tersedia dikamar mereka. Setelah itu, ia kembali duduk disamping Barra. Fely membawa beberapa plester yang segera ia tempel di leher Barra, untuk menutupi bekas cupang yang Fely lakukan tadi siang.
"Mau ngapain lo?" Tanya Barra curiga.
"Diem" jawab Fely lalu melakukan apa yang ada di fikirannya.
"Nah, udah selesai. Ga keliatan lagi" lanjut Fely lalu segera merapikan kotak P3K nya itu, dan kembali menaruhnya ketempat semula.
Barra berjalan kearah meja rias yang ada dikamarnya. Memperhatikan beberapa plester yang ada dilehernya kini. Memang sangat menutupi tanda merah disana. Pintar juga Fely ini rupanya.
"Gimana? Aman kan?" Tanya Fely yang kini sudah berada didekat Barra.
"Pinter juga lo" jawab Barra.
"Gue liat di vidio" jawab Fely seadanya. Barra hanya menganggukan kepalanya.
"Jadi, kapan kerumah mommy sama daddy?" Tanya Fely lagi. Barra menoleh kearah istrinya itu.
"Sekarang aja". Fely tersenyum lalu menoleh kearah suaminya.
"Lo bawain itu tas nya ya. Gue ga mau ribet. Gue tunggu dimobil. Bye suami ganteng ku" ucap Fely lalu segera pergi meninggalkan Barra yang mematung ditempatnya.
***
"Barra gue mau cilok" rengek Fely saat ia melihat padagang kaki lima dipinggir jalan yang banyak sekali dikerumuni pembeli.
"Fel, liat itu dipinggir jalan, ya maksud gue tuh dia keliling loh dagangnya. Ga higienis" tolak Barra. Barra memang tidak pilih-pilih soal makanan. Tapi, jika untuk pedagang kaki lima, Barra kurang menyukainya. Jika penjualnya stay disatu tempat, Barra baru mau.
"Tapi gue mau. Lo jangan beli aja kalo ga mau" jawab Fely. Pokoknya ia mau cilok, titik.
"Beli yang lain aja ya. Ke minimarket ya bebas deh lo mau jajan apa aja. Nih uangnya gue kasih" bujuk Barra.
"Ngga mau, gue mau cilok Barra. Gue udah lama ga makan itu ya ampun"
"Lo sering juga makan dikantin".
"Itu cilok kuah goang, itu bukan yang di si abang-abang gerobak". Jelas berbeda dengan apa yang selalu Fely beli dikantin. Yang Fely mau itu cilok yang dijual oleh abang-abang kaki lima, yang memakai saus dan juga kecap. Belum lagi tahu yang berisikan tepung kanji yang kenyal jika sudah masuk kedalam mulut dan sangat nagih jika sudah digigit.
"Fel, udah ya cari yang lain. Lagian itu udah kelewat jauh" bujuk Barra lagi.
"Ga mau. Lo emang tega sama gue. Padahal gue cuman mau cilok aja Barra. Lo mah jahat" Fely berakting sedih kala mengucapkannya. Karna Fely tahu kelemahan Barra. Ia tidak bisa melihat wanita sedih apalagi sampai nangis. Belum lagi wanita itu Fely dan juga Lita. Barra tidak akan pernah tega untuk melihatnya.
***
"Jangan banyak-banyak pedesnya" tegur Barra saat Fely meminta penjual cilok itu menuangkan cabe pada cilok pesanan Fely.
Ya, pada akhirnya Barra menuruti permintaan istrinya itu. Dengan mereka yang kini mengenakan kacamata hitam, dan juga masker untuk menutupi wajah mereka. Karna hari ini masih terang, mereka takut ada yang mengenali mereka saat ini.
"Udah bang cukup suami saya udah larang" ucap Fely dengan mengatakan Barra sebagai suaminya pada penjual cilok yang sama sekali mereka tidak kenal. Barra shock bukan main saat Fely jujur pada penjual cilok. Bukan apa, keluarga besarnya saja belum semuanya tau jika Barra sudah menikah. Bahkan, bisa Barra tebak, keluarga besar Fely juga belum mengetahui pernikahan keduanya. Ini, penjual cilok yang tidak kenal sama sekali dengan mereka, malah Fely beri tahu semuanya.
"Oh, kalian udah nikah. Nikah muda ya? Tapi ga papa. Terbebas dari zina" tanya penjual cilok.
"Suami saya itu ganteng bang, kalo ga cepet saya ajak nikah, ntar ada yang ambil" jawab Fely. Ntah pujian ntah apa, yang jelas Barra ingin segera menarik istrinya itu untuk pergi dari sini.
"Berapa Bang?" Tanya Barra saat penjual cilok memberikan satu kantung kresek pada Fely.
"Sepuluh ribu mas". Barra lalu mengeluarkan uang pecahan dua puluh ribu, lalu diberikannya pada penjual cilok.
"Ini, ambil aja kembaliannya buat abang" Barra menyerahkan selembar uang dua puluh ribu pada abang cilok. Lalu segera mengajak Fely untuk kembali masuk kedalam mobilnya.
***
"Nih cobain, ga bakal bikin lo sakit perut sumpah" Fely menyodorkan satu tusuk cilok pada Barra saat keduanya sudah berada didalam mobil. Dan Barra yang tengah menyetir.
"Ga, ga mau gue pedes itu" tolak Barra.
"Ngga, ish makan ini gue pegel tau" paksa Fely.
"Ngga Fely ga mau" tolak Barra lagi. Tapi, jangan sebut Fely jika tidak bisa memaksa Barra untuk mengikuti keinginannya.
"A sayang a...." Barra melirik kearah Fely sebentar. Ia tahu jika Fely hanya ingin membujuknya saja.
"Ga mau, maksa banget" tolak Barra lagi. Tapi, Fely terus menyodorkan cilok itu kedepan mulut Barra. Bahkan, Fely mengoleskan saus kebibir Barra. Yang akhirnya berhasil membuat Barra melahap dengan satu lahapan cilok yang cukup besar itu.
"Nah, enak kan sayang?" Tanya Fely. Dalam hatinya ingin sekali Fely muntah kala menyebut Barra 'sayang'. Tapi, tidak papa Barra kini sudah menelan cilok yang tadi pria itu kunyah.
"Gimana? Ga sakit kan perutnya?" Tanya Fely lagi. Barra mendelik tajam.
"Sampe lo makan pedes besok, liat aja ya, gue tarik makanan lo!" Ancam Barra saat ia memakan cilok Fely yang cukup pedas menurutnya.
"Ini ga pedes Barra" sanggah Fely. Karna memang tidak pedas menurutnya.
"Pedes itu. Kan gue nyobain" jawab Barra. Fely hanya bisa memanyunkan bibirnya. Lebih baik ia menghabiskan beberapa butir ciloknya dari pada ia harus berdebat dengan Barra.
***
TBC.
I hope you like the story
Don't forget to vote and comment
See you in the next part