Part 8

1320 Words
Sekitar jam setengah sepuluh pagi, Fely dkk memutuskan untuk pergi kekantin karna perut mereka yang sudah mulai terasa lapar. Seperti biasa, sesuai jadwal sekarang Febri dan Kai yang harus memesan makanan teman-temannya. "Gue kayanya mau minum aja deh" ucap Fely. Febri menyerngitkan alisnya. "Tumben lo" tanyanya. "Lagi diet gue" jawab Fely. Dari arah pintu kantin, terdengar suara segerombolan pria yang seperti akan datang. Benar saja, Barra dkk tentunya bersama Jihan kini sudah duduk tidak jauh dari meja Fely dkk. Fely menatap Barra yang pasti saja selalu dekat dengan Jihan. "Yang lain pesen apa?" tanya Kai. Lalu semuanya memberi tahu makanan yang akan mereka pesan pada Kai dan juga Febri. Febri dan Kai pum segera pergi untuk memesan makanan teman-temannya setelah list pesanan sudah penuh. Sedangkan Nindi, Clarin dan juga Fely asyik memainkan ponselnya. B Jgn diet nnti lo skit Sebuah pesan masuk kedalam hp Fely. Pesan dari suaminya yang ternyata sedari tadi memperhatikan dan mendengarkan ucapannya yang hanya memesan minuman saja. Karna Kai yang menyebutkan kembali pesanan teman-temannya itu. Cia Gue gndt B Mau dosa sma suami? Cia Mau punya bini gndut? Terlihat Barra yang bangkit dari duduknya setelah membaca pesan dari Fely. Membuat Jihan bertanya pada pria yang sedaru tadi duduk disampingnya itu. "Mau kemana Bar?" "Pesnen makan" "Aku ikut boleh?" Barra tidak menjawab pertanyaan dari Jihan. Ia memilih untuk langsung pergi saja ketempat makanan yang ada di fikirannya. Tentu saja, gerak gerik Barra tidak luput dari pandangan Fely. Cia Awas ya lo gatel sama dia Barra membaca notifikasi yang masuk kedalam hp nya. Sebuah senyum terbit dari bibirnya. Segera Barra menyimpan hp nya kedalam saku celananya karna Jihan yang curiga dengan Barra yang beberapa hari ini sering sekali memainkan hpnya. Bahkan Barra bisa tersenyum sendiri jika sudah mendapatkan pesan dari seseorang yang tidak JIhan ketahui. *** "Bu pesen dua ya, yang satu pedes yang punya saya biasa jangan pedes" ucap Barra pada penjual batagor yang ada dikantin. JIhan sudah ke GR-an sekarang. Ia berfikir jika Barra memebelikan makanan untuknya. Karna buat apa Barra memesan dua makanan sekaligus jika bukan untuk JIhan?. "Han, lo ga mau pesen?" tanya Barra. "Itu kamu pesen dua buat siapa?" "Oh ada deh gue mau ngasih seseorang". Seketika semua ekspektasi Jihan buyar. Ia juga kini melihat Barra yang sedang berbisik kepada penjual batagor. Mood Jihan seketika berubah saat ini. "Gue duluan ya" ucap Barra yang kini sudah beranjak pergi kembali ke majanya meninggalkan Jihan yang masih berdiri disana. Dengan wajah yang ditekuk maksimal. *** "Ini mbak Fel batagor pedes kaya biasanya" ucap penjual batagor sambil menyimpan sepiring batagor didepan Fely yang sedang asyik bergosip ria dengan teman-temannya. Fely dkk menoleh heran. Tidak ada yang memesan seporsi batagor untuk Fely. Bahkan Felypun tidak merasa dirinya memesan makanan itu. "Siapa yang pesen?" tanya Fely. "Orang ganteng katanya" Fely menyerngitkan alisnya. Fely menoleh kearah Barra yang ternyata sedang menatapnya juga. Tapi dengan cepat Barra memalingkan wajahnya agar tidak menjadi perhatian teman-temannya. Kring Setelah penjual batagor pergi, suara pesan masuk kedalam hp Fely. Dengan segera Fely membacanya. Sudah ia yakini jika Barra lah yang mengiriminya pesan. B Abisin, jngn diet" Cia Perhatian bgt sma gue B Lo istri gue Tidak terasa, sebuah senyuman terbit diwajah Fely. Membaca pesan dari Barra membuat hatinya cukup hangat. Dengan hati yang cukup berat, akhirnya Fely memilih untuk memakan makanan yang diberikan oleh suaminya itu. "Itu dari cowok lo ya?" Tanya Febri. "Ciee ciee. Kenalin ke kita napa, biasanya juga dikenalin" ucap Nindi. Fely menatap tajam sahabat-nya itu. *** Saat berbelok ke koridor sekolah, tidak sengaja Fely menabrak seorang pria. Hampir saja ia terjatuh jika pria itu tidak berhasil menahannya. Mata Fely dengan pria itu bertemu. Kembali ada yang berdesir didada keduanya. Ya, pria itu merupakan Barra, suaminya. Mereka bertatap dalam diam. Menikmati setiap detik yang datang. Tidak memperdulikan teman-teman Barra yang ada didekat mereka. Bahkan, Kamal yang notabenenya sangat menyukai Fely. "Eh eh apaan sih ini" ucap Kamal sambil memisahkan Barra dan juga Fely. Dengan spontan Barra melepaskan Fely secara perlahan. Ia tidak mau jika Fely akan benar-benar terjatuh. "Bar, jangan ikutan suka sama Fely dong. Saingan gue makin banyak dong. Susah juga kalo saingan sama lo" ucap Kamal lagi melantur. "Berisik lo!!" Ucap Fely lalu segera meninggalkan Barra dan teman-temannya. "Mal, gue rasa kubur jauh-jauh impian lo" ucap Vino yang mendapat delikan tajam dari Kamal. "Sialan lo Vin. Bukannya bantuin gue!!" "Sadar diri Boss!!" Ucap Ansel yang diakhiri dengan tawa bersama teman-temannya kecuali Kamal. *** Hujan deras mengguyur malam ini. Fely dan Barra memutuskan untuk menghabiskan waktu didalam kamar saja. Karna, jika keluarpun tidak akan mungkin rasanya. "Barra gue ga bisa tidur" ucap Fely. "Gue juga" jawab Barra. Memang terlalu siang untuk keduanya tertidur malam ini. Biasanya Fely dan Barra akan tidur diatas jam 10 malam. Sekarang baru saja jam 8 malam. Hujan memang mengguyur kota Jakarta sehabis magrib tadi. "Fel, lo ga papa kan kalo tinggal dirumah gue?" Tanya Barra saat mengingat tinggal besok malam saja keduanya tinggal dirumah Fely. "Ya giman lagi, mau ga mau gue harus tinggal disana kan sama lo?" Tanya Fely balik. "Fel" panggil Barra. "Hmm?". Barra kini bangun dari baringnya. Ia duduk menyender disenderan kasur. Diikuti oleh Fely yang duduk disebelahnya. Duarrrr Suara petir yang cukup besar membuat Fely sangat takut sekarang ini. Fely memang takut pada petir di saat hujan. Refleks Fely memeluk Barra dengan erat. "Barra gue takut" lirih Fely. Barra mengelus rambut istrinya itu dengan lembut. Memberikan ketenangan pada Fely saat ini. Jujur Barra lebih terkejut saat mengetahui jika Fely sangat takut dengan suara petir. Fely yang selalu terlihat angkuh dan juga sombong, ternyata mempunyai ketakutan. "Udah-udah tenang ada gue" ucap Barra. Fely mendongkakkan kepalanya agar bisa melihat wajah Barra. "Gue ga bisa dengerin petir Bar, gue takut" ucap Fely. "Ga papa, everything is gonna be okay". Fely menarik dirinya yang berada dipelukan Barra. Menormalkan posisi duduknya lagi agar tidak terlalu mepet pada Barra. "Fel, gue boleh minta sesuatu ga?" Tanya Barra hati-hati. Fely menoleh. "Apa?" Tanyanya. "Gue cowok normal Fel, gue juga punya nafsu" ucap Barra yang cukup menyeramkan bagi Fely. "Bar lo mau ap-" ucapan Fely terhenti saat Barra menaruh telunjuk pria itu diatas bibir Fely. Fely gugup sekarang saat Barra mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Fely. Fely memejamkan matanya saat jarak keduanya sudah sangat dekat, bahkan nyaris bersentuhan. Hembusan nafas Barra sangat terasa jelas dipipi Fely. Kini, bukan telunjuk tangan Barra lagi yang berada dibibir Fely. Melainkan sebuah benda kenyal yang kini berusaha untuk melumat bibir Fely dengan lembut. Barra mulai melesakkan lidahnya pada mulut Fely yang sudah merespon ciumannya. Lidah Barra mengabsen gigi-gigi Fely yang rapi itu. Tanpa sadar, Fely mengalungkan tangannya pada leher Barra, karna ia yang sudah terbawa suasana. Sampai pada akhirnya suara petir kembali terdengar dan membuat kacau semuanya. Duarrrr Fely dengan segera melepaskan bibirnya yang tertaut dengan bibir Barra. Barra yang dengan terpaksa menghentikan adegan keduanya tadipun sontak menoleh pada Fely. "Kita tidur ya, biar lo ga keganggu lagi sama suara petir" ajak Barra. "Bar, sorry ya" ucap Fely yang tidak enak pada suaminya itu. "Its okay". Barra mengajak Fely untuk berbaring dengan keadaan keduanya yang berpelukan. Sebagai antisipasi jika Fely ketakutan lagi saat mendengar suara petir malam ini. "Thanks ya Fel" ucap Barra lagi. "Itu pertama buat gue" ucap Barra yang cukup membuat Fely kaget. Fely fikir, hanya dirinya saja yang baru merasakan yang namanya ciuman. Ternyata Barra juga. "Itu juga pertama buat gue" ucap Fely. Tanpa sadar, Barra tersenyum. Tidak sia-sia Barra menahan hawa nafsunya. Karna ia bisa melakukan ciuman pertamanya dengan istrinya. Pasangan yang sudah halal dengannya. Begitu juga dengan Fely. Ia tidak menyesal tentang dirinya yang belum pernah merasakan ciuman dengan seorang lelaki. Impiannya untuk memberikan ciuman pertamanya pada suaminya akhirnya bisa terkabul. Bahkan, saat diusianya sangat muda. Keduanyapun kini terlelap tidur. Rasa nyaman satu sama lain, sudah bisa mereka rasakan sekarang. Walaupun pernikahan mereka baru seumur biji jagung. *** TBC. I hope you like the story Don't forget to vote and comment See you in the next part
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD