5. Perhatian Nathan

1174 Words
Nathan melirik Azkia yang duduk di sampingnya. Hujan masih turun dengan deras, membuat hawa dingin itu merasuki tubuh mereka. Azkia berasa masuk angin lantaran perutnya yang kosong juga sangat kedinginan. Bibirnya bahkan membiru dan bergetar kecil. Nathan melirik Azkia, dia tidak tega melihat gadis di sampingnya yang tampak menyedihkan. Tangan Nathan terulur mengambil kedua telapak tangan Azkia, cowok itu menggosoknya dengan pelan. Azkia menurut, ia tidak kuasa untuk menolaknya karena dia sendiri butuh kehangatan. “Masih dingin?” tanya Nathan masih setia menggosok tangan Azkia sembari sesekali meniupnya. Azkia menjawab dengan menggelengkan kepalanya pelan. “Kruuk … kruuk ….” Suara perut Azkia yang keroncongan makin membuat Nathan kasihan. Hujan masih sedikit deras, sedangkan dia tidak membawa mantel, dan hanya membawa Hoddie yang saat ini dia kasihkan ke Azkia. “Lo sabar sebentar ya. Nanti kalau hujannya reda, kita cari makan,” ucap Nathan masih senantiasa mengusap telapak tangan Azkia. “Kamu kenapa perhatian sama aku?” tanya Azkia. Di pertanyaan itu banyak harapan, termasuk harapan bahwa Nathan akan menjawab karena dia suka Azkia. Namun, jawaban itu tak kunjung keluar dari bibir Nathan. “Kayaknya sebentar lagi hujannya reda,” ucap Nathan lirih. Angin yang mulanya berhembus sangat kecang, kini lambat laun juga berhenti. “Dingin,” keluh Azkia. Nathan merapatkan tubuh Azkia ke tubuhnya. Azkia bersandar dengan nyaman di pundak Nathan. Azkia tidak peduli bila dia dinilai mencari kesempatan kepada Nathan atau dinilai sudah dikasih hati minta jantung. Namun kali ini Azkia ingin egois. Ia ingin bersama Nathan, begini terus. “Azkia, sudah reda hujannya,” ucap Nathan. Azkia mengangguk, menjauhkan tubuhnya dari Nathan. “Lo harus nurut apa yang gue bilang! Sekarang lo nurut sama gue, gue ajak makan gue yang bayarin. Gak usah pakai acara lari-lari lagi,” tambah cowok itu. “Iya,” jawab Azkia mengangguk. Nathan menggandeng tangan Azkia untuk mengikutinya menuju motor. Nathan mengusap air di jog motornya agar tidak basah kala diduduki Azkia. Cowok itu naik ke motor dan mempersilahkan Azkia untuk naik juga. Dengan canggung, Azkia menurut. Ini kali pertamanya dia dibonceng sama orang yang dia sukai. “Kamu suka soto gak?” tanya Nathan mulai melajukan motornya. “Suka, Nathan!” jawab Azkia. Nathan melajukan motornya sedikit cepat agar segera sampai di warung soto langganan papanya. Soto enak dan murah di kantong. Sesekali Nathan melirik spionnya melihat wajah Azkia. “Lo bodoh atau gimana sih? Pegangan biar gak jatuh!” teriak Nathan menarik tangan Azkia untuk melingkari perutnya. Azkia tergagap, dia ingin menarik lagi tangannya tapi dicegah oleh Nathan. “Gue naiknya kenceng nih. Kalau lo jatuh gue gak mau puter balik,” ucap Nathan ketus. Azkia lagi-lagi menurut, gadis itu menenggelamkan kepalanya di punggung Nathan. Azkia merasakan wajahnya memanas, dia malu mendapat perlakuan manis tapi bar-bar dari Nathan. Kalau Nathan begini terus, Azkia akan rela diusir papanya agar ditolong Nathan lagi. Nathan menghentikan laju motornya saat sudah sampai di depan warung soto yang lumayan sepi. Mungkin baru hujan orang-orrang malas keluar, padahal bisanya mau duduk saja harus nunggu tempat kosong. “Bu, soto dua mangkuk sama teh panasnya dua!” ucap Nathan pada ibu penjual. “Wah dek Nathan, sama pacarnya ya?” tanya ibu-ibu itu kepo. Nathan hanya mengedipkan sebelah matanya untuk menjawab ibu itu. “Dulu papa kamu waktu sekolah pacarnya banyak. Seminggu yang dibawa ada tujuh cewek berbeda,” ucap Ibu itu bernostalgia. Nathan hanya terkekeh. Ia tidak kaget saat orang membicarakan reputasi papanya yang b****k. Mamanya saja mengakui kalau papanya dulu playboy akut. “Nathan mah setia, Bu. Orang ganteng mah mahal.” Nathan berkata dengan penuh percaya diri. Azkia berdehem menahan tawanya. “Sana kalian duduk. Ibu siapkan dulu!” Nathan mengiyakan, remaja itu menarik tangan Azkia menuju pojok ruangan karena dia tipe cowok yang suka mojok. Nathan juga memilih duduk lesehan biar bisa selonjoran. Saat duduk di lantai beralaskan karpet tipis, membuat Azkia merasa kedinginan. Nathan yang menyadari gelagat Azkia pun menyuruh Azkia melepas hoddienya. “Lepas dulu hoddynya!” titah Nathan memaksa Azkia menghadap ke arahnya. “Kenapa? Aku kedinginan,” jawab Azkia yang tidak rela hoddienya diminta Nathan. “Apa yang gue bilang tadi?” tanya Nathan tajam. “Aku harus nurut sama kamu,” jawab Azkia. “Lha terus kenapa gak nurut?” Azkia menundukkan kepalanya. Dia takut mendapat tatapan tajam dari Nathan. Lagian kenapa Nathan bisa secepat ini berubah. Tadi kalem dan perhatian, sekarang galaknya melebihi grandong. “Sini aku bantu lepasin!” ucap Nathan menarik hoddie dari tubuh Azkia. Setelah terlepas, Nathan memaksa Azkia untuk berdiri sebentar. “Nathan, apa yang kamu lakukan?” tanya Azkia saat Nathan melipat hoddienya dan meletakkan di lantai. “Kamu kedinginan kan, sini duduk biar gak terlalu dingin!” ucap Nathan menepuk hoddienya mengisyaratkan Azkia untuk duduk di sana. “Tapi tubuhku juga dingin,” ucap Azkia kembali duduk di atas hoddie Nathan. Tangan Nathan memeluk bahu Azkia dari samping. “Gini kan enak, atas anget bawah juga anget,” ucap Nathan mengeratkan rangkulannya pada Azkia. Azkia menyibak rambutnya. Sungguh dia menyesal telah berpikiran buruk tentang Nathan. Dia kira Nathan meminta hoddienya untuk dia ambil kembali, tapi ternyata untuk alas Azkia duduki. Sungguh tidak salah Azkia menyukai Nathan, walau b****k Nathan sangat perhatian. “Dua mangkuk soto dan dua gelas teh panas untuk muda-mudi yang lagi kasmaran,” ucap Bu Sutinah penjual soto meletakkan nampan di meja Nathan. Azkia bersemu malu. “Gak usah malu-malu gitu. Walau begini ibu pernah muda dan pernah pacarana juga,” ucap ibu itu lagi. Karena canggung Azkia ingin melepas rangkuan tangan Nathan, tapi Nathan dengan kekeuh tidak mau melepasnya. Ibu Sutinah pergi kembali ke dapur setelah menghidangkan makanan untuk pelanggannya. “Ayo makan. Kalau kurang nanti nambah lagi!” ujar Nathan mendekatkan mangkuk soto pada Azkia. Azkia langsung mengambil sendok dan melahap sotonya dengan cepat. Azkia sungguh kepalaran, dia tidak gengsi saat Nathan melihatnya makan bak orang yang belum makan tujuh hari. “Pelan-pelan, nanti lo tersedak!” tegur Nathan. Azkia mengangguk, mengunyah pelan makanannya. Nathan pun ikut makan soto kesukaannya. Azkia mengambil teh yang ada di depannya. Karena tergesa-gesa Azkia tidak meniupnya, membuat lidahnya kepanasan. Nathan meletakkan sendoknya spontan dan meniup-niup bibir Azkia. Azkia mematung melihat tingkah Nathan. Nathan sendiri yang sadar, segera menjauhkan tubuhnya. “Sialaan! Kenapa gue monyong-monyongin bibir untuk tiup bibirnya?” kesal Nathan pada dirinya sendiri. Karena salah tingkah, Nathan mengambil alih teh panas Azkia, meniup teh itu dengan pelan lalu menyodorkan pada Azkia. “Lain kali kalau mau minum hati-hati!” ujar Nathan. Azkia mengangguk, gadis itu menerima teh dari Nathan dan menyeruputnya pelan. “Masih panas?” tanya Nathan membantu menahan gelas Azkia. “Masih,” jawab Azkia. “Sini aku tiupin lagi!” Nathan kembali mengambil alih gelas. Meniupnya sebentar, cowok itu juga menyeruput sedikit untuk memastikan kalau Tehnya benar-benar hangat dan tidak membuat lidah Azkia kepanasan. “Nih minum! Sudah lumayan hangat,” ujar Nathan. Azkia menerima gelasnya kembali dan meminum sampai tandas. “Terimakasih!” ucap Azkia tulus. Nathan menganggukkan kepalanya. Cowok itu kembali mefokuskan dirinya pada soto yang belum habis. Demi menghindari tatapan Azkia, Nathan dengan lahap memakan sotonya.           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD