Ketika Bima mandi aku dengan segera menghubungi Lila untuk mengatakan pada Rifat jika kami berangkat dari kantor saja dan tidak lupa aku meminta bibi untuk menyiapkan pakaianku selama beberapa hari ke depan. Bima keluar dengan bertelanjang d**a yang selalu bisa membuatku tergoda.
Bima mendekatiku lalu mencium bibirku lembut "jangan menatapku seperti itu sayang rasanya aku ingin memakanmu kembali" ucap Bima setelah melepaskan ciuman kami dengan membelai pipiku perlahan.
"Aku tidak keberatan menjadi santapanmu" godaku membuat Bima tertawa lalu mengacak rambutku dengan gemas “hari ini aku berangkat ke Bandung dengan Rifat dan kamu pergi ke Kalimantan” Bima mengangguk “kita akan lama tidak bertemu” aku memeluknya dari belakang “apa akan merindukanku?” tanganku bermain di s**********n Bima.
Bima membalikkan badan memegang kedua pipiku dan mengangkatnya hingga tatapan kami bertemu “tentu karena hanya kamu yang bisa memuaskan aku” Bima mencium bibirku lembut “jalang kecil tercinta” setelah melepaskan ciuman “jangan nakal disana dan bantu Rifat dengan baik” aku mengangguk.
Selama perjalanan yang kami lakukan adalah bicara banyak hal yang menjadi kesukaan Bima, jika kami berbicara seperti ini seakan aku telah menjadi setengah bagian diri Bima walaupun dia hanya menganggapku jalang atau budaknya. Bima memarkirkan mobilku di parkiran khusus dan menatapku lembut seolah kita tidak bertemu ya memang kita tidak bisa bertemu karena urusan pekerjaan masing-masing. Aku tersenyum menatapnya seakan kami akan baik-baik saja.
"Jangan nakal" ucap Bima "aku akan menghubungimu malam hari kita melakukan video seks jika saling merindukan" aku mengangguk menikmati belaian pada pipiku.
"Tidak bisakah sehari lagi kita bersama" aku menatapnya dengan memohon sebelum kami keluar dari mobil.
"Rasanya tidak karena pekerjaan menunggu" jawab Bima dengan lesu “jaga diri disana” Bima mencium bibirku lembut.
Aku membalas ciumannya "jaga diri disana dan terima kasih buat semuanya" Bima mengangguk lalu mengangkat daguku dan mencium bibirku kembali seakan tidak ingin berpisah.
Setelah merapikan diri kami segera keluar ternyata sopir Devan menunggu di dekat mobil Devan sambil membawa tas koper yang tadi aku minta dari bibi, Bima yang melihat langsung memasukkan ke dalam mobil. Tidak lupa aku mengucapkan terima kasih pada sopir Devan sebelum masuk dan aku mengikuti dari belakang
Lila menatapku tajam ketika melihatku datang bersama dengan Bima, Bima seolah tidak peduli dengan tatapan Lila karena langsung masuk ke dalam ruangan sedangkan aku harus siap dengan berbagai nasehat yang Lila berikan.
"Mana Rifat?" tanyaku sebelum Lila menerorku dengan berbagai pertanyaan
"Seenaknya aja nyuruh orang" ucap Lila masih dengan menatapku tajam setelah menghubungi Rifat agar naik ke atas "semua pengeluaran harus dibuktikan dengan nota kecuali belanjaanmu" aku mengangguk "tutupi lehermu dengan syal gak enak dilihat Rifat lagian kalian seganas apa mainnya" sindir Lila.
"Ganas lah secara Via panas" ucap Bima keluar dari ruangan menggoda Lila "saya berangkat setelah ini, sopir sudah siap ya?" Lila mengangguk "pekerjaanmu dan Pak Devan sudah saya pisah seperti biasanya jika butuh kamu tahu menghubungiku dimana" Lila mengangguk "Pak Wijaya juga barusan saya hubungi tapi sepertinya sibuk dengan Bu Tania jadi nanti sampaikan kembali ya dan mengenai Pak Soni sepertinya dia akan menyerahkan proposal lain untuk kerja sama kamu terima dan berikan pada Devan nanti kami berdiskusi bersama melalui video call"
"Siap, pak" ucap Lila gemas "untung banget Bu Tania lepas dari bandot tua itu dan dapatin Pak Wijaya"
"Kalian bicarain orang tuaku loh gak takut apa" godaku seketika Lila menutup mulut dan Bima menggelengkan kepala atas sikap Lila yang selalu suka tidak bisa memfilter kata-kata
“Jaga kalau bicara, mbak” ucap Bima “ya udah aku berangkat” Lila dan aku mengangguk dan aku menatap kepergian Bima
Aku tahu jika papa sangat menyayangi kedua makhluk di depanku bahkan sudah dianggap sebagai saudara, kami bertiga juga menganggap mereka keluarga jadi tidak pernah malu mengeluarkan kejelekan kami disamping itu Lila suka nyambung dengan Mbak Tina bahkan Devan selalu mengalah jika sudah ada Mbak Tina bertemu dengan Lila.
"Permisi saya sudah siap" ucap Rifat membuyarkan lamunanku dan menatap penampilannya yang seketika membuatku ingin merasakan bagaimana berada dibawahnya
Aku mengangguk menatap Rifat dan barang bawaannya "udah siapkan?" Rifat mengangguk "ya udah ayo" Rifat langsung mengangkat tasnya "mbak aku berangkat ya" memeluk Lila sekilas "pamitin sama Kak Devan dan papa eh tapi papa nanti aku hubungi sendiri aja" Lila mengangguk dan aku mencium pipinya sekilas
Rifat membawa banyak barang yang aku yakini sebagai dokumen yang digunakan selama disana, aku memberikan kunci pada Rifat karena aku malas menyetir dengan jarak yang cukup jauh. Perjalanan hanya diisi musik karena kami tidak ada niat untuk bicara karena memang hubungan kami hanya atasan dan bawahan, beberapa kali Rifat seolah menghormatiku dan takut akan membuat kesalahan
"Kalau berdua jangan panggil bu panggil Via aja" ucapku menatap Rifat sekilas yang hanya dijawab dengan anggukan
Seketika aku membayangkan Rifat mendesahkan namaku ketika kami melakukan hubungan, aku menatap Rifat apakah mungkin kami bisa melakukannya. Sial aku menjadi seperti wanita yang haus akan sentuhan semua ini karena Bima yang mengajariku dan membuatku kecanduan atas semuanya
"Kenapa?" tanya Rifat yang menyadari aku menatapnya dengan nafsu dan aku tidak tahu Rifat mengartikan apa tatapanku ini
Aku menggelengkan kepala "kamu udah punya pacar?" seketika aku membodohi tindakanku yang terbawa suasana dan tidak sadar menanyakan hal begini
Rifat menatapku sekilas "belum tapi aku pengalaman membuat wanita puas" goda Rifat membuatku terkejut
"Puas seperti apa?" tanyaku penasaran
"Rahasia" jawab Rifat langsung dan seketika membuatku cemberut "kalau mau tahu bisa dibuktikan nanti di kamar"
Aku melotot mendengar perkataan Rifat tapi berbanding dengan tubuhku yang ingin merasakan bagaimana dia bisa memuaskan seorang wanita
"Baiklah akan dibuktikan nanti" ucapku tenang sambil mengelus pahanya
Aku melirik jika penisnya sudah mulai tegang dan seketika tanganku berada di bagian luar celana yang menutupi penisnya, aku membayangkan bagaimana rupa penisnya apakah lebih besar dari Bima, bisa membuatku ketagihan dan rasanya di dalam mulut serta vagina
"Jangan sekarang biarkan aku fokus menyetir" Rifat memegang tanganku dan diciumnya jariku satu persatu
Perkataan Rifat berbanding terbalik dengan perbuatannya dimana jari Rifat sudah bermain di vaginaku dengan dirinya yang fokus menyetir dan aku beberapa kali memberikan tatapan menggoda pada Rifat, membuat gerakannya semakin cepat dalam vaginaku.
"Ahhh" desahku dan aku merasakan jika aku mengeluarkan cairan
Aku menatap Rifat yang menciumi tanganku dan aku mengakui jika pria ini hebat bisa membuatku o*****e hanya dengan memainkan jarinya di v****a yang langsung dijilatnya satu persatu terdapat cairanku, Rifat menciumi tanganku dengan memjilati jari saru persatu hal ini merasakan vaginaku berdenyut lagi menikmati rangsangan yang diberikan Rifat
"Akkhhhh aku keluar akhhh" desahku seketika
Aku tidak tahu kapan Rifat meminggirkan mobil dan menghentikannya seketika Rifat menarik daguku dan menciumku membuatku langsung membalas ciumannya
"Aku tidak akan meminta maaf untuk hal ini" ucap Rifat menatapku tajam
"Aku menginginkanmu" bisikku sambil membuka resleting celana Rifat
Rifat langsung menyingkirkan tanganku dari celananya "nanti bukan sekarang karena aku ingin kita segera sampai jadi sabarlah" membelai pipiku lembut dan menciumnya pelan