Malam harinya mereka berkemas untuk menginap ke kota, rumah utama keluarga Radeya. Mereka menginap tiga hari, baju yang di bawa juga agak banyak terutama ibu dan Violet. Sedangkan ayahnya masih memiliki baju yang ditinggal di kamarnya di rumah utama.
Setelah subuh mereka mulai perjalanan, biar masih pagi dan tidak terlalu terkena mecat. Apalagi hari ini masih hari kerja, saat jam ke kantor pasti akan macet. Perjalanan pagi yang mereka lalui Violet dengan tidur kembali, dia membawa bantal yang biasa dia pakai.
Melihat Violet yang tertidur membuat ayahnya tertawa, dan bertanya kepada istrinya.
“Vio, kenapa tidur? Dia tidak mau melihat pemandangan di sepanjang jalan, bukannya ini dia pertama kali ke kota.”
“Vio, sedikit tidak nyaman berkendaraan dengan mobil. Suka mabuk. Dia kadang makan di sepanjang jalan atau tidur dari awal. Kalau sudah tidur, jangan dibangunkan di jalan. Saat sampai nanti saja kita bangunkan. Kalau terkejut dibangunkan anaknya sering langsung muntah.”
Mendengar penjelasan istrinya, Hendra menganggukan kepalanya tanda mengerti apa yang dibicarakan istrinya.
“Itu salah satu alasan, dia tidak pernah mau saat diajak pergi jauh menggunakan mobil?”
“Iya. Dia lebih suka hujan-hujanan naik motor daripada naik mobil.”
“Memang pernah kejadian seperti itu?”
“Tentu saja. Anak itu dengan hujan sudah seperti kawan, waktu kecil dia paling suka kalau mandi hujan. Dia akan mandi hujan sampai bibirnya biru.”
“Tidak kamu larang, dia mandi hujan.”
“Tidak, kalau kena hujan anaknya jarang sakit. Dia sakit kalau dia kecapekan, kondisi fisiknya akan drop dengan cepat.”
“Itu mengapa saat dia hujan dulu, kamu sering membuatkannya s**u dan camilan yang bergizi agar dia tidak terlalu capek.”
“Iya. Bagaimanapun hasil ujian yang dia peroleh, aku tidak akan pernah mempermasalahkannya. Aku hanya tidak ingin melihat dia sakit.”
“Selama ini, kamu tidak pernah membicarakan masalah ini. Ternyata masih banyak yang belum aku ketahui tentang Vio.”
“Maaf, Mas. Bukan tidak ingin memberitahumu, tetapi topik itu tidak pernah muncul saat kita berbicara menghabiskan waktu bersama.”
“Iya juga sih. Kita sibuk membuat kenangan atau mengenang masa indah kita dulu.”
Mereka berdua tertawa bersama dan berbicara tentang mereka lagi seperti yang selama ini mereka habiskan semenjak mereka menikah. Sedangkan Vio dia tidur nyenyak, mobil yang dikendarai ayahnya sangat lembut, sehingga tidak menggangu tidurnya.
Menjelang sore hari, mereka sampai di kediaman keluarga Radeya. Bangunan megah ini terdiri dari dua lantai, tetapi suasana yang ada sangat nyaman. Ternyata di kota tidak semua kediaman yang ada hanya berupa bangunan yang berdempet. Rumah ini cukup luas dengan taman yang terawat rapi dan kolam yang besar di sebelahnya.
Adrian tidak terlihat karena masih di kantor. Mereka disambut oleh pengurus rumah, Violet diantarkan ke kamar yang akan ditempatinya. Sementara orantuanya ke kamar utama.
Kamar yang akan ditempati Violet di lantai atas menghadap taman yang ada. Saat memandang ke bawah dia teringat dengan rumah mereka yang di desa, ini persis seperti itu. Bedanya taman yang ada lebih luas dan kamar yang ditempatinya terkesan mewah.
Orang kaya memang beda, ruangan kamar ini lengkap. Seakan-akan memang menunggu sang pemilik yang akan mendiaminya. Tempat tidur yang besar, lemari pakaian dan juga meja rias yang keseluruhan warnanya sesuai. Peraboatan di sini seperti satu set lengkap.
Violet membongkar bajunya untuk di tata di dalam lemari biar tidak terlalu kusut. Walaupun sudah di setrika sebelumnya, dengan kondisi yang masuk kedalam koper pasti akan kusut kembali walau hanya sedikit.
Setelah selesai menatat bajunya yang sedikit, Violet ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk menyegarkan diri. Setelah selesai, Violet menghampiri tempat tidur. Dia berbaring dengan bantal yang dia bawa dari rumah, setelah lima menitan akhirnya dia tidur kembali dengan nyenyaknya.
Gedorangdi pintu tidak mengusik Violet yang tertidur pulas, walau disepajang jalan dia tidur. Sekarang dia mengantuk karena lelah.
Karena tidak ada respon dari Violet, ibunya akhirnya mencoba membuka pintu dan ternyata tidak terkunci. Melihat istrinya yang tidak kunjung kembali ke ruang makan, Hendra menyusul istrinya ke atas di mana tempat kamar Violet berada.
“Mengapa mengintip dari pintu?” hendra melakukan hal yang sama dengan istrinya. Dia terkejut yang dilihatnya. Violet sudah pulas kembali, dengan raut wajah yang menunjukkan bahwa dia kelelahan sehingga dia tertidur pulas.
“Dia tidur lagi? bukannya di sepanjang perjalanan dia kan tidur.” Tanya suaminya keheranan.
“Vio memang seperti itu, kalau melakukan perjalanan jauh. Dia tidak akan menghiraukan segala hal yang lain kecuali istirahat.”
“Tetapi dia belum makan apapun, kecuali sarapan tadi. Itu kan subuh tadi.”
“Sudah biarkan saja dia tidur. Anaknya tidak akan bangun. Kalau dia merasa sudah cukup istirahat, dia akan bangun sendiri. lebih baik saya buatkan makanan yang bisa dia makan tanpa harus dia panaskan dulu.”
Istrinya meninggalkan kamar Vio dan berjalan ke dapur, dia akan membuat makanan untuk Vio saat dia bangun nanti. Melihat istrinya sibuk di dapur, Hendra menghampiri dan ikut membantu. Pekerjaan itu bukannya cepat selesai malahan lebih lama, karena lebih banyak diganggu daripada membantunya.
Setelah selesai, Salma mengambil nampan dan membawanya. Melihat istrinya membawa makanan ke atas lebih tepatnya ke kamar Vio membuat Hendra penasaran.
“Mengapa makananya dibawa ke atas?”
“Vio itu, anaknya pemalu. Kalau saat dia bangun tengah malam, dia tetap akan menahan laparnya sampai pagi.”
“Memang berapa lama dia akan tidur?”
“Tidak tahu juga. kadang bisa sampai setengah hari dia tidur.”
Hendra membuntuti istri berjalan ke kamar Vio. Setelah meletakkan makanan di meja rias yang tidak banyak perabotan. Salma mendekati Vio yang tidur, seperti orang mati. Dia mengelus keningnya dengan sayang sebelum mengecup keningnya. Hendra juga menghampiri dan mengelus kepala Violet, dia terkejut karena suhu badannya agak tinggi.
“Say...badannya panas.” Nadanya sedikit panik.
“Iya, saya tahu. Kalau kecapekan memang begitu. Imun tubunya tidak begitu baik. Kalau dia sudah cukup istrirahat, nanti panasnya akan turun sendiri.” melihat suaminya yang masih khawatir, akhirnya dia menenangkannya.
“Tidak perlu khawatir begitu, kalau panasnya sangat tinggi dan dia tidak sadarkan diri baru kita bawa ke dokter. Ayo, kita biarkan dia istirahat.”
Salma sudah ke luar terlebih dahulu dari kamar Violet yang masih tidur. Setelah memandang Violet untuk sekali lagi untuk memastikan bahwa dia bernafas dengan baik barulah Hendra keluar dari kamar mengikuti istrinya.
Suami istri itu menghabiskan waktunya, beristirahat di ruang santai keluarga dengan menonton televisi. Saat waktu menunjukkan pukul 8 malam, suara mobil Adrian terdengar. Tak lama kemudian, orangnya sudah masuk. Melihat orangtuanya di ruang santai keluarga, membuat Adrian terkejut.
“Ayah, Ibu. Kapan sampai? Mengapa tidak kasih kabar ke Adri?”
“Kita mau kasih kejutan kepadamu.” Katanya ayahnya sambil tersenyum lebar, dia berdiri dan merentangkan tangannya minta pelukan. Adrian menghampiri dan masuk ke pelukan ayahnya sebelum berbalik kepada ibu tirinya dan mencium kedua pipinya.
“Ayah masih saja suka kasih kejutan seperti ini.”
“Kamu sudah makan?” tanya ibunya yang dijawab Adrian dengan menggeleng.
“Belum sempat, Bu. Adri lebih senang makan di rumah, setelah habis mandi.”
“Kamu mandi dulu kalau begitu, nanti saja berbicara kita bicara.” Kata ayahnya sambil melambaikan tangannya menyuruh Adrian untuk segera pergi. Tetapi bukannya pergi, dia malahan melihat ke sekeliling seakan mencari sesuatu.
“Kamu cari apa?” tegur ayahnya yang membuat Adrian tersenyum malu.
“Adri tidak lihat Vio. Dia tidak ikut, Yah?”
“Kamu kangen?” goda ayahnya.
“Tidak juga. Dia kan sudah tidak ke sekolah lagi dan juga belum masuk kuliah, seharusnya dia bisa ikut ayah dan ibu.” Adrian memberikan alasan, sebenarnya dia juga tidak tahu mengapa sejak dia melihat ayah dan ibunya duduk di ruang santai keluarga ini, dia ingin melihat Violet tapi batang hidungnya tidak terlihat dimanapun.
“Dia sudah tidur. Kecapekan tadi di jalan, sehingga lebih cepat beristirahat.”
“Baiklah, Adri ke kamar dulu. Kalau ayah dan ibu sudah mau istirahat, istirahat saja. Adri akan makan setelah selesai mandi.” Adrian pamit kepada orangtuanya dan berjalan menuju kamarnya. Dia merasa senang dengan kepulangan ayahnya ke rumah.
Adrian tidak terlalu lama mandi dan segera kembali turun untuk makan malam yang terlalu larut, tetapi mengingat perutnya yang keroncongan lebih baik dia mengisinya daripada kena penyakit.
Dia tidak mengharapkan kedua orangtuanya masih akan menunggunya di bawah. Tetapi dia menemukan mereka masih setia seperti dia meninggalkannya tadi. Adrian langsung menuju meja makan, masakan yang dimasak kali ini adalah masakan ibunya. Dia sangat suka, Adrian secara tidak sadar bahwa dia rindu dengan suasana rumah yang lengkap dan makanan enak yang dimasak ibunya. Setelah selesai dia makan, bukannya berbincang dengan ayahnya, tetapi mereka semua memutuskan untuk beristirahat.