Dua Belas

1547 Words
Sesampainya mereka di lokasi pembangunan yang menjadi proyek perusahaan Radeya yang akan ditinjau oleh Adrian. Mereka keluar dari mobil, Violet yang mengendari mobil dengan atap terbuka tidak merasakan sedikitpun capek. Dia sangat antusia saat dimobil dengan menikmati pemandangan pagi hari selama perjalanan, berbeda saat dia melakukan perjalanan dengan orangtua mereka kemarin. Melihat Violet yang tidak menggunakan topi di lokasi proyek pembangunan, dia mengambil topi cadangannya dan memasangkannya langsung di kepala Violet. Mendapat pehatian dan perlakukan Adrian yang begitu tiba-tiba membuat Violet terkejut dan tersipu. Violet sebenarnya tidak masalah dengan panas matahari, kulitnya tidak sensitif dan sebenarnya dia agak menyukainya. Apalagi hari masih pagi, dan sinar matahari yang cerah sangat nyaman. Namun karena mereka berada di lokasi pembangunan Violet tidak mengatakan apapun dan hanya tersenyum tersipu malu kepada Adrian. Setelah memasangkan topi di kepala Violet langsung melangkah ke penanggungjawab pekerjaan yang sudah menunggunya. Sebelum sampai di tempat pegawainya berdiri menunggu, dia berbalik dan menyuruh Violet agar menunggunya. “Kamu, tunggu kakak di sini saja. Jangan kemana-mana, bahaya!” peringat dengan halus yang membuat para pegawainya, menaikkan alis karena heran mendengar suara yang diberikan Adrian kepada cewek yang ikut dengannya. Mereka tidak pernah mendengar suara sehalus itu dari Adrian walaupun dengan teman-teman dekatnya yang sering mereka temui di kantor. Begitu Adrian sampai, dia menyapa tanpa basa-basi lagi dan langsung ke pokok pembahasan seperti biasa. “Bagaimana perkembangannya? Apakah sesuai dengan perencanaan yang kita perhitungkan?” “Sejauh ini, masih mengikuti jadwal tetapi ada beberapa kendala di bahan baku yang sedikit tidak sesuai dengan spek yang kita minta.” “Bagaimana ini bisa terjadi?” nada yang naik satu oktaf membuat Violet dapat mendengarnya dari tempatnya berdiri. Violet ingat dengan suara yang sama yang pernah dia dengar saat pertama kali mereka bertemu sebelum pernikahan orangtua mereka. Tidak tersentuh. Egois dan dingin. Sementara Adrian dan pegawainya menuju lokasi yang dimaksud, Violet yang tadinya senang menjadi murung. Violet yang awalnya antusias melihat pemandangan yang ada di sekitar lokasi itu yang lumayan bagus, akhirnya menghabiskan waktunya dengan mengotak-atik ponselnya untuk membunuh kebosannya. Dia sudah tidak ingin menikmati lagi apa yang dapat dia lihat di sini. Adrian tidak tahu bahwa Violet yang tersentak dengan sikapnya yang berubah 180 derajat kepada karyawannya, saat dia berbalik dan mengakhiri kunjungannya. Sekali lagi Violet dibuat terkejut, bahkan para pegawai Adrian pun tersentak dengan perubahan sikap itu. “Ayo Vio. Kakak sudah selesai, kita bisa pergi ke toko buku sekarang.” Suara yang tadi didengar Violet tidak terdengar lagi, yang ada suara Adrian yang begitu perhatian saat dia memasangkan topi ke kepala Violet, sebelum dia memarahi pegawainya. Mereka masuk ke mobil dan meneruskan perjalanan mereka untuk ke toko buku. Sepanjang perjalanan, Adrian menyadari sikap Violet yang berubah. Ini sikapnya saat pertama kali mereka bertemu di awal pernikahan, karena perkataan Adrian yang sudah menuduh Violet waktu itu. Akhirnya Adrian mencoba membuat Violet kembali tersenyum seperti saat mereka pergi tadi. “Kamu kenapa Vio? Sakit gigi ya" suara bercanda Adrian terdengar. “Tidak.” “Sariawan ya?” ledek Adrian lagi. “Tidak juga.” jawab Violet masih dengan cueknya. “Terus mengapa kamu seperti itu? Atau jangan-jangan kesambet tadi ya?” kata Adrian masih dengan nada bercandanya. “Apaan sih kak. Violet ga apa-apa kok. Vio, capek.” Jawab Violet akhirnya melunak. “Benaran capek? Terus ke toko bukunya bagaimana? Jadi ga?” “Jadi kak. Vio mau cepat-cepat mulai belajarnya biar tidak terlalu mempet dan harus sks. Kan repot nantinya.” Mendengar suara Adrian yang berubah kembali lembut dan sikap Adrian yang sudah perhatian kembali kepada Violet, akhirnya trauma akibat suara yang dia dengar tadi terhapuskan. Violet juga akhirnya bisa menilai, jika sifat Adrian kepada pegawainya memang seperti itu. Terlihat dari sikap mereka yang biasa saja tanpa terkejut, justru mereka terkejut saat mereka melihat sikap Adrian yang begitu perhatian kepadanya tadi yang dapat Violet lihat dari pandangan mereka. Setelah perjalanannya yang memakan waktu satu jam lebih akhirnya mereka sampai di toko buku, yang berada di sebuah mall terbesar yang pernah Violet lihat berada di tengah kota. Mereka masuk ke dalam dan langsung menuju ke bagian buku-buku pendidikan. Terdapat banyak macam buku yang ada, mulai dari yang tipis sampai yang paling tebal dengan berbagai judul dan dari terbitan yang berbeda tersedia di sana. Violet membuka tiap contoh buku yang ada, dia harus memilih apa yang menurutnya yang terbaik. Saat Violet memilih ternyata Adrian sudah memasukan buku-buku itu ke tas yang dia ambil saat masuk di pintu masuk tadi. Melihat hal itu Violet terkejut, Adrian tanpa berpikir dua kali dia mengambil buku-buku itu. Dia kalap membelikan Violet buku, melihat hal itu Violet akhirnya membatasi dengan mengambil buku yang dipikir benar-benar dia anggap bagus dan menarik untuk dia pelajari. “Kak. Tidak semua buku harus kita beli semua.” Mendengar perkataan Violet, Adrian terdiam sambil memegang buku yang belum dia masukan ke dalam tas yang dia pegang. “Vio, hanya butuh beberapa saja. Tidak semuanya harus di beli.” Violet akhirnya menarik tas dari tangan Adrian. Dia mengeluarkan semua buku itu dan mengembalikannya ke tempatnya. Violet memasukan buku yang sudah dia pilih. Ada tiga buku, yang cukup tebal. Melihat pilihan Violet, Adrian melihat isinya dan membandingkannya. Akhirnya Adrian tahu apa yang diinginkan Violet, dia kemudian mulai membuka buku contoh yang ada. Akhirnya Adrian menambahkan dua buah buku lagi ke dalam tas belanjaan mereka sebelum membawanya ke kasir. “Violet, butuhnya tiga itu saja kak. Itu sudah cukup.” Violet mengikuti Adrian yang berjalan ke kasir. “Kamu perlu buku itu. Tambah dua lagi bisa lebih menambah latihan untukmu.” Jawab Adrian cuek dan terus menuju kasir. Mendengar jawaban Adrian, Violet akhirnya berhenti. Dia menunggu agak jauh dari kasir yang banyak antrian di sana. Adrian yang berdiri di sana terlihat sangat mencolok, banyak yang memandanginya baik yang secara terang-terangan maupun yang cuma sekedar meliriknya. Adrian tidak terganggu dengan semua perhatian itu, karena dia sudah terbiasa dengan sikap orang-orang terhadapnya. Melihat hal itu, Violet akhirnya menyadari bahwa dia tidak sebanding dengan sebagian besar dari wanita yang memberikan perhatian pada Adrian itu. Violet mengalihkan perhatiannya dari memandangi Adrian, dia melamun sambil menunggu Adrian selesai membayar buku-bukunya. Violet memikirkan bagaimana perjalanan yang sudah dia lalui selama ini. Dia tidak menyangka dia akhirnya bisa sedikit lebih dekat dengan Adrian. Saat Violet merenungkan semua hal, dia terkejut dengan tepukan di pundaknya dan suara Adrian yang berada dekat dengan telinganya. “Vio... Kenapa kamu kaget begitu? Kamu melamun?” selidik Adrian, Violet yang ditegur Adrian tersenyum malu dan hanya gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaannya. Belakangan ini, Violet sering kali dibuat malu dengan sikap Adrian yang lebih lembut kepadanya dan teguran yang seringkali terjadi saat Violet sedang memikirkan berbagai hal dalam hidupnya. Violet akhirnya berjalan mengikuti Adrian yang sudah dahulu keluar dari toko buku, setelah cukup jauh dia berbalik menunggu Violet yang sedikit tertinggal di belakangnya. “Kita makan dulu!” ajak Adrian setelah Violet hanya berjarak dua langkah darinya. “Baiklah.” Jawab Violet singkat dan kembali mengikuti Adrian berjalan. Adrian berjalan dengan sedikit cepat menurut Violet yang memiliki langkah kaki yang tidak begitu panjang bila dibandingkan dengan Adrian. Karena perbedaan tinggi mereka yang cukup jauh, Violet hanya sebatas pundaknya dan terlihat mungil bila mereka berjalan bersisihan. Mereka menikmati makanan dengan lebih santai, ini pertama kali terjadi diantara mereka berdua tanpa kehadiran orangtua mereka. Saat pertama dulu mereka bagaikan kucing dan anjing saat bertemu, walaupun hanya saat mereka berdua saja. Setelah kenyang mereka akhirnya pulang ke rumah, di perjalanan pulang Violet akhirnya tertidur. Saat mereka kembali ke rumah, mereka di sambut ayah dan ibunya. Mereka berdua terlihat bahagia melihat kedekatan kedua anaknya. Akhirnya mereka lebih lega, perjodohan yang dilakukan ternyata membawa angin segar dari hubungan anak mereka yang sebelumnya dingin. Walaupun mereka tidak melihat keduanya pernah bertengkar, tetapi mereka merasa bahwa anak-anak mereka tidak terlalu akur. “Bagaimana perjalanannya?” tanya ayahnya, walaupun dia senang melihat mereka dekat. Dia mengkhawatirkan keadaan Violet yang kemarin hanya tertidur di mobil selama perjalanan ke kota. “Baik, perjalanan lancar.” Jawab Adrian santai sambil meletakan buku-buku yang dia bawa ke meja yang ada di sebelah ayah dan ibunya duduk. Violet mendekat dan mencium tangan kedua orangtuanya setelah mengucap salam. Saat Violet mencium tangan ayahnya, beliau meraba kening Violet untuk memastikan bahwa Violet tidak demam seperti kemarin malam. Setelah yakin dia tidak deman, ayahnya bisa bernafas lega. “Ayah kenapa?” tanya Violet yang heran dengan tindakan ayahnya. “Memastikan saja, ayah takut kamu seperti semalam lagi.” Violet tersenyum lebar mendengar perkataannya ayahnya, dia sedikit terharu melihat betapa besar cinta orangtuanya untuk Violet walaupun tidak memiliki hubungan darah sedikitpun. “Vio, baik-baik saja Yah. Mobil Kak Adrian, atapnya bisa di buka.” Kata Violet memberitahu ayahnya dengan senang seperti anak kecil. “Oh... jadi kalau pakai mobil mahal kamu tidak mabuk?” tanya ayahnya dengan menggoda Violet. “Ayah.... tidak begitu. Kalau atapnya terbuka, Vio bisa bebas menikmati angin yang ada sehingga tidak mabuk perjalanan.” Violet pura-pura merajuk yang digoda ayahnya. “Sudahlah mas, jangan digoda terus anaknya. Nanti nangis.” Sela istrinya yang dari tadi melihat interaksi anggota keluarganya kini. “Sudah, kamu istirahat sana.” Ayahnya menyuruh Violet untuk istirahat ke dalam. Setelah Violet masuk ke dalam kamarnya, Adrian yang penasaran dari tadi mendengar pertanyaan ayahnya akhirnya bertanya. “Memang Violet kemarin malam kenapa Yah?” “Dia sempat panas, kata ibumu dia kalau kecapekan badannya akan panas. Imun tubuhnya tidak terlalu bagus.” Mendengar itu, Adrian terkejut dan melihat kearah Violet tadi menghilang. “Itu juga salah satu alasan, mengapa ayah ingin kalian menikah. Kau bisa menjaganya, kalau kami tidak ada di dekatnya.” Adrian akhirnya mengangguk mengerti, dia juga melihat betapa besar cinta kedua orangtuanya kepada mereka berdua, terutama kepada Violet. Adrian pamit juga ke dalam untuk beristirahat juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD