One day with DJ-2nd Our

2498 Words
Dentuman musik menggema di ruangan club tempatku bekerja, sebelah tanganku sibuk memainkan turntable sementara sebelah lagi memegang headphone. Para pengunjung club menari dengan asik nya, meluapkan kegembiraan, rasa sakit, stress dan juga perasaan lain lewat gerak tubuh mengikuti alunan musik yang aku mainkan. "Yoo! Yo!! Yoo!! Hei!! Hei!! Hei!!" semakin malam, suasana club semakin ramai. Aku ingin bercerita sedikit, dulu kedua orang tuaku melarang saat aku mengatakan ingin menjadi DJ di sebuah club, tapi karena aku keukeuh ingin jadi DJ akhirnya mereka hanya bisa pasrah dan mengalah. "Dad sudah memberimu pendidikan yang terbaik, dan kau malah ingin menjadi DJ? Hanya itu?" Lagipula, apa salahnya menjadi seorang DJ? Menurutku itu pekerjaan yang keren kok. Yah, aku tau bekerja sebagai DJ tidak bisa menjamin kehidupanku untuk kedepannya, hanya saja untuk saat ini aku ingin melakukan apa yang ingin ku lakukan saja. Aku sudah berjanji kepada Daddy, setelah aku menikah nanti aku akan berhenti menjadi seorang DJ. Dan karena itulah, Daddy akhirnya setuju. Saat aku tengah asik dengan kegiatanku memainkan turntable, seorang gadis mendekatiku. Aku tersenyum humble seperti biasa. Dia menyodorkan segelas minuman, aku menerimanya dengan senang hati. “Thanks,” aku melakukan cheers dengannya, menyesap sedikit minuman itu. "Any request?" tanyaku saat dia tak kunjung enyah. “Would you like to spend the night with me?” tanya gadis itu seraya mendekatkan wajahnya ke wajahku, suaranya dibuat serak-serak menggoda, ada rasa geli saat suara dia memasuki indera pendengaranku. Tapi aku bukan laki-laki yang gampang tergoda, aku menoleh ke arahnya. "I'm sorry. I can't" "Why?" di tengah gemerlapnya cahaya, aku bisa melihat raut wajahnya yang berubah. "I can make you satisfied." lanjut gadis yang tidak aku ketahui namanya. Saat aku hendak menjawab kembali seseorang datang sebari menepuk pundak gadis yang ada di sampingku dengan cukup keras membuatnya mengaduh. "He said no. Jangan paksa dia lagi, Sis" dialah Kayana, gadis yang membuatku tergila-gila selama berbulan-bulan dan hampir satu tahun ini aku pacaran dengan dia. “He’s my boyfriend, you can’t do that with him” lanjut Kayana seraya mendekat ke arahku. Kayana menatap gadis itu dengan tajam, bahkan saat ini auranya sangat berbeda. Kayana melipat kedua tangan didepan d**a, masih menatap mengintimidasi ke arah gadis yang berpakaian kurang bahan tersebut. "See??" aku memiringkan kepala, tersenyum geli. "Oh, sorry. I don’t know” Setelah mengatakan itu gadis tersebut langsung melenggang pergi begitu saja. Jujur, sebenarnya ini bukan kali pertama aku mendapatkan tawaran seperti itu. Yah, seperti yang sudah aku katakan tadi, aku tidak gampang tergoda. Kecuali, kalau yang menggodaku itu Kayana. Kayana menoleh ke arahku sebari menyeringai, aku pun balas menyeringai ke arahnya. “Kapan kau datang?” tanyaku, tanganku sudah kembali sibuk dengan turntable, “Baru saja, tadi aku ingin duduk disana, tapi sepertinya kekasihku sedang diganggu oleh gadis lain jadi aku langsung kemari” "Ohoo, rupanya ada yang cemburu, right?" aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, Kayana mengusap wajahku dengan gemas. "Tidak, aku tidak cemburu, Daniel!" Ah, jawaban yang terlalu cepat menandakan kalau seseorang itu tengah berbohong. Melihat perubahan wajah Kayana yang memerah aku malah semakin gemas dengannya. "Sudahlah, jangan menghindar, Kayana. Aku tau kau pasti cemburu, 'kan?" "Daniel--.. oke, aku cemburu!" Jawaban Kayana membuat hatiku berbunga. Sejenak aku melupakan turntable yang seharusnya terus ku mainkan, tapi sekarang aku ingin menggoda Kayana sebentar saja. "Kau tau, Kay. Disaat seperti ini, keinginanku untuk menikahimu semakin menggebu." "Daniel, ish. Jangan menggodaku, tolong. Setidaknya jangan disini okay?" Tidak mau membuat Kayana badmood akhirnya aku menjauhkan wajah ku dari wajahnya dan kembali dengan kegiatanku. Tapi sebelum itu aku mengangkat gelas, hendak melakukan cheers dengan Kayana, "Kau tidak membawa minuman?" Kayana menoleh ke samping kanan dan kiri, lantas menggeleng. “Aku sedang tidak ingin minum, Daniel. Aku kemari hanya ingin bertemu denganmu.” Ada perasaan aneh yang menyelimuti, Kayana yang berdiri disampingku beda dengan Kayana yang selama ini bersamaku. Sebenarnya aku sudah merasa cukup aneh dari kemarin, tapi aku tahan-tahan lantaran tidak ingin membuat masalah. "Baiklah kalau begitu, nikmatilah." Musik kembali berdentum, beberapa menit kemudian Kayana sudah asik menari disampingku dengan energik, bahkan sesekali dia menarikku untuk gabung dengan pengunjung lain. Melihat senyum lebar gadis itu membuat hatiku senang, sungguh, kebahagiaan Kayana adalah kebahagiaanku juga. Kayana menemaniku sampai aku selesai, kita keluar dari club sekitar pukul dua dini hari. “Daniel, aku lapar” keluhnya, aku mengacak rambut gadis itu dengan sayang. Jemariku turun untuk mengelus pipinya yang mulus. “Kita cari restoran 24 jam, naiklah.” saat Kayana hendak naik aku mencegah, menatap tampilannya dari bawah hingga ke atas. Melepaskan jaket dan membalutkan nya ke tubuh Kayana, dia lebih butuh dibanding aku. "Thanks, Daniel." "It's okay. Tapi lain kali kau harus memakai pakaian yang lebih tertutup, Kayana." "Bagaimana mungkin aku pergi ke club dengan pakaian tertutup?" Aku menatap gadis itu dengan datar, tapi tak lama Kayana mengangguk-angguk. "Baiklah-baiklah, aku akan mengikuti keinginanmu, Seo Daniel" Kayana langsung meloncat ke atas motor, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi aku langsung menancap gas. Lengan Kayana melingkar di perutku, dagunya bersandar di pundakku. “Kayana, aku mencintaimu!” “Aku juga mencintaimu, Daniel!” Setelah mendapatkan jawaban itu aku menambah laju kecepatan motorku menembus udara malam hari yang menusuk tulang dan gelapnya keadaan. Beberapa menit setelah perjalanan akhirnya kita sampai, motor yang aku kendarai berhenti di parkiran restoran fast food. Kayana turun, lagi-lagi tatapanku terpaku pada tubuh gadis mungil itu. “Ck, kenapa kau begitu seksi, aku tidak suka badanmu menjadi tontonan publik" Yah, sebenarnya Kayana hanya memakai dress selutut dengan model punggung terbuka dan tanpa lengan. Aku tidak suka jika tubuh Kayana menjadi konsumsi publik seperti ini. Merapatkan jaket yang pastinya oversize bila dikenakan Kayana, "Kamu terlalu posesif, Daniel." "Mungkin, tapi terserahlah. Ayo." Aku mendekapnya lantas menggiringnya memasuki restoran. Kayana tidak menolak, dia menurut seperti anak ayam. Kita berdua duduk di salah satu meja, aku memesankan dua paket yang sudah tersedia. “Daniel, apa kau besok punya waktu luang untukku?" Aku menimbang sejenak, seharusnya besok aku ada kegiatan bersama teman kampusku dulu. Semacam reunian dan aku sudah jarang sekali bertemu dengan mereka lantaran sibuk dengan kegiatan masing-masing. “Aku ingin jalan-jalan, menghabiskan satu hari bersama denganmu.” Permintaan Kayana agak mencurigakan. Tapi lagi-lagi aku memaklumi sikap itu, mungkin dia memang benar-benar ingin dan mulai berubah. Aish, sebenarnya banyak hal yang sudah berubah dari Kayana. Dan aku sudah tidak sabar sekarang. Pertama, dia paling suka minum ketika di club, menghabiskan waktunya untuk bercengkrama dengan pria lain meski saat itu kita tengah menjalin sebuah hubungan denganku, dia jarang suka menemaniku seperti tadi. Kedua, Kayana bukan gadis yang bisa masak, jangankan masak, beli saja dia enggan. Kayana gadis yang mageran, dia hanya ingin tidur dan bersenang-senang. Ketiga, mendadak dia ingin bertemu dengan kedua orang tuaku dan meminta maaf, gaya bahasa Kayana sangat berbeda dari biasanya, bahkan kedua orang tuaku sampai keheranan. Keempat, sekarang dia ingin jalan denganku, siang hari. Padahal biasanya dia enggan keluar saat siang lantaran asik tidur, Kayana itu seperti kelelawar pokoknya. “Daniel?” lamunanku ter buyar saat Kayana mengibaskan tangannya di depanku. “Kau melamun?” Aku menggeleng. “Sebenarnya, aku ada acara dengan teman-temanku besok" Kayana menghela nafas, wajahnya mendadak lesu. Aku tak suka melihat Kayana sedih, tapi tak urung aku juga gemas saat melihat bibir mengerucut lucu. Tanganku tak kuasa untuk tidak mengelus wajah mungilnya. “It’s okay, aku akan membatalkan acara itu dan kita akan pergi jalan-jalan.” Yah, biar bagaimanapun Kayana lebih penting, kan? Makanan datang, kita berdua mulai menghabiskan satu persatu ayam yang disuguhkan. Kayana makan dengan lahap sekali, diam-diam aku senang dan segera ingin menikahi gadis itu. Apa aku bilang saja kepada kedua orang tuaku ya? Dulu sih aku pernah bilang, hanya saja mereka tidak setuju. Tapi sekarang mereka sendiri sudah tau kalau Kay ingin berubah menjadi lebih baik, siapa tau Mom and Dad setuju. “Bagaimana kalau aku ikut, Daniel? Kau tidak keberatan, kan, kalau aku ikut denganmu? Aku juga ingin kenal dengan teman-temanmu." Aku terdiam sejenak. Kayana kembali melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya aku tidak ingin egois, Daniel. Tapi aku juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan bersamamu" Aku mengangguk santai. "Kau boleh ikut, besok aku akan menjemputmu di apartemen" “Okay, Thanks baby" "Baby?" aku menaikan salah satu alisnya, Kayana tertawa melihat hal itu. Saat itu aku tidak berpikir yang macam-macam, tapi pada akhirnya dari kejadian itulah takdirku ditentukan. (^_^)(^_^) Kalian tau tidak semalam aku sampai di rumah pukul berapa? Yep, pukul 4 pagi hari. Dan aku terpaksa bangun pukul 9 pagi hari lantaran ada acara tersebut, belum lagi aku harus menjemput Kayana. Menuruni anak tangga, aku tau mata panda menghiasi sekeliling kelopak ku. Tapi yah mau gimana lagi, aku melangkah menuju dapur, terlihat Mommy tengah sibuk disana. Aku memeluk Mommy dari belakang membuat beliau kaget, tapi Mommy tak melepaskan. “Sudah lama sekali aku tidak memeluk Mommy seperti ini.” “Kau terlalu sibuk dengan kegiatan DJ mu itu, Daniel. Bahkan Mommy pikir, kau sudah melupakan Mommy" Aku terkekeh, "Bagaimana mungkin aku melupakan Mommy?" Mommy tak menjawab, beliau sibuk dengan kegiatan memasaknya. "Mom" panggil ku seraya melepaskan pelukan. Aku memutar tubuh Mommy, beliau menatapku dengan intens, menunggu kelanjutan ucapanku. "I'm seriously want to marry with Kayana" Mommy terdiam, wajahnya berubah jadi datar seraya menatapku cukup lama tanpa kedip, horor juga sih sebenarnya ditatap seperti itu oleh Mommy. Tangan yang tadinya memegang pisau kini meletakan benda itu, lantas tergerak untuk mengusap pipiku. Mommy tersenyum teduh, “I'm sorry, Daniel. You can't married with Kayana. Because Mom and Dad have set you up with another girl" Entah kenapa jawaban Mommy seperti hantaman untukku, rasanya langsung sesak. Aku menahan tangan Mommy agar berhenti mengusap wajahku. “Mommy tau kalau Kayana memang ingin berubah lebih baik, Daniel. Tapi tetap saja, Mom and Dad tidak akan setuju kalau kau menikah dengan dia" “Why, Mommy?" Mommy menghela nafas, “Kau tidak perlu mengetahuinya Daniel, yang pasti, kita tetap tidak akan setuju apabila kau menikah dengan gadis itu. Sampai kapan pun." “Mommy tidak akan bisa mencegahku, Kayana tetap akan menjadi istriku. Aku akan membujuk Daddy agar mau memberikan izin kepadaku" Aku melangkah pergi meninggalkan Mommy tanpa sepatah kata apapun lagi, aku sudah terlanjur kesal sekali. Padahal dulu, Mommy bilang akan mengizinkanku menikah dengan Kayana asalkan gadis itu mau berubah menjadi lebih baik. Tapi sekarang, Kayana sudah berubah meski belum sepenuhnya, dan dengan egoisnya Mommy mengatakan kalau ada gadis lain yang sudah dipersiapkan untuk menjadi pendamping hidupku. Shit! Naik motor dengan kecepatan super cepat membuatku sedikit bisa melepas sesak lantaran kesal dengan pembicaraan singkat tadi. Perjalanan dari rumah menuju apartemen Kayana jadi terasa singkat, padahal biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama. Lantaran sering berkunjung aku jadi hafal password kamar Kayana, tanpa mengetuknya aku langsung menerjang masuk. Kayana tengah duduk di kursi rias nya, dia menata rambut yang biasanya selalu tergerai kini di kepang. Mau diapakan juga, Kayana tetaplah gadis tercantik yang pernah ada. Aku melangkah mendekat, dan langsung memeluknya begitu saja. “Daniel, bisakah kau menjauh sebentar? Aku akan menyelesaikan riasanku dengan cepat" Aku menggeleng tanpa menjawab, Kayana menutup lipstiknya lantas berbalik badan. Jemari lentiknya menangkup wajahku. “Ada apa?” tanya dia dengan suara lembut. Aku menghela nafas, “Tadi aku mencoba berbicara dengan Mommy soal keinginanku untuk menikahimu, hanya saja Mommy..." “Kenapa?” “Mommy tetap menolaknya. Bahkan Mommy bilang tidak akan pernah memberiku izin untuk menikahi mu. Aku tidak tau apa yang mereka inginkan sebenarnya, mereka selalu mengatur hidupku." Aku tidak tau apa yang dirasakan oleh Kayana saat aku berbicara seperti itu. Tapi setelah ku lihat dari bola mata dan raut wajah sepertinya gadis itu santai dan baik-baik saja, atau mungkin pura-pura baik-baik saja. Tidak ada yang tau. “Kenapa kau malah tersenyum? Bukankah seharusnya kau bersedih?" pertanyaan itu sukses membuat Kayana memecahkan tawanya. “Oh, Daniel, ayolah. Kita sudah cukup lama menjalin hubungan, dan selama itu kedua orang tuamu juga selalu menolakku. Apa yang perlu disedihkan? Bukankah itu sudah biasa terjadi?" Benar juga apa kata Kayana, bahkan dulu dia ditolak secara langsung, tapi Kayana tidak menunjukan raut kesedihannya sama sekali. “Lebih baik kita menikmati kebersamaan ini dulu Daniel, kenapa kau begitu terburu-buru untuk menikah? Bahkan umurmu saja baru 23 tahun." Aku mengangguk, kembali menghela nafas, “Baiklah, kita berangkat sekarang.” Kayana mengangguk juga, dia menyambar tas. Saat hendak keluar reflek aku menarik lengan Kayana, sekarang gadis mungil itu berada di dekapanku, aku mengamati tiap inci wajah cantiknya. “Kenapa hari ini kau terlihat begitu cantik, hm? Aku tidak akan bisa tenang saat kekasihku di lirik-lirik banyak pria nantinya.” “Hei, apa yang kau bicarakan? Bukankah seharusnya kau senang punya kekasih cantik sepertiku?” “Selalu kau yang menang dalam setiap perdebatan, Kayana.” “Sudah peraturannya seperti itu, Seo Daniel.” Perjalanan kami menuju salah satu restoran, sebenarnya aku dan teman-temanku mengadakan pertemuan kecil karena kami saling merindukan satu sama lain. Bahkan teman kami yang dari Luar Negeri pun ikut datang. Jelas aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu yang berharga ini. Satu jam lebih tiga puluh menit, aku dan Kayana sampai. Baru saja aku membuka helm, seorang gadis berambut hitam yang diberi highlight coklat tersenyum ke arahku. Aku mengamati dari atas, dia memakai dress potongan mini yang dipadukan dengan cardigan hitam senada dengan dress nya, lantas turun ke bawah, mendapati stocking hitam membalut kaki jenjang nya yang beralaskan high heels. “Cassandra?” Si gadis tersenyum semakin lebar, bahkan aku bisa melihat binar dimatanya. “For god's sake, kau masih saja mengingatku Daniel.” “Tentu saja aku mengingatmu!” aku turun dari motor lantas memeluk gadis itu, ber cipika cipiki, sejenak aku lupa akan keberadaan Kayana yang sedari tadi terus menatapku dan Cassandra dengan datar dan penuh tanda tanya pastinya. “Ehem.” “Eh,” aku segera melepaskan pelukan Cassandra saat deheman seseorang memasuki indera pendengaranku. “Cassandra, dia kekasihku” Cass nampak bingung selama beberapa detik, tapi tak lama gadis itu menyapa Kayana. “Hai, aku Cassandra.” “Kayana” Kayana tak membalas senyuman Cassandra, keadaan jadi semakin canggung sekarang. Aku mengajak kedua gadis itu untuk masuk ke dalam restoran tempat kita akan berkumpul. Di meja yang sudah di pesan oleh salah satu teman kami, sudah ada beberapa orang yang berkumpul. Cassandra menerjang duluan, dia memeluk satu persatu mereka yang jumlahnya ada 7 orang. “Cassandra! Wow. You look so beautiful!” “Kau bercanda? Kau bahkan terlihat lebih cantik dariku. By the way, thanks. I miss you so much, Elena" “Bagaimana dengan London? Apa kau betah tinggal disana? Sudah berapa pemuda yang terpikat denganmu?" Cassandra menarik kursi sebari nyengir lebar ke arah teman-teman yang tengah mewawancarainya. “Tidak banyak, aku tidak begitu tertarik dengan mereka. Pemuda di London tidak ada yang seperti..” “Seperti Daniel maksudmu?” “Hei!” aku segera menyela, mereka semua tertawa. Selama beberapa detik aku dan Cassandra saling bertatapan. Jantungku kembali berdetak lebih cepat, sudah lama aku tidak bertemu gadis itu lantaran dia melanjutkan pendidikan S2 nya di London. “Tapi tidak salah juga, memang tidak ada pemuda yang seperti Daniel disana.” terang Cassandra tanpa ragu. “Apa hubunganmu dengan dia di masa lalu, Daniel?” Aku menoleh ke samping, tepat dimana Kayana sedari tadi duduk dan menyimak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD