He is DJ-2nd Our

2413 Words
Wajahnya yang tengah tertidur terlihat begitu cantik, bulu mata lentik, hidung kecil yang mancung serta bibirnya yang tipis, tanganku bergerak untuk menyisipkan helai rambut yang menutupi sebagian wajah itu agar aku bisa menikmati kecantikan calon istriku dengan lebih leluasa. Selalu ada nada bangga saat aku menyebutkan kata ‘calon istri’ karena memang aku bangga sekaligus bahagia memiliki Kayana. "Bagaimana bisa aku segila ini hanya karena mencintaimu, Kayana" monolog ku, netraku tak lepas dari wajah Kayana yang masih terlelap. "Aku tau, banyak pria diluaran sana yang mungkin enggan untuk dekat dengan gadis sepertimu, tapi dari sekian banyak laki-laki itu, aku bukan salah satunya." Kalian bisa bilang aku pria yang bucin, terserah, aku tidak peduli, yang aku pedulikan di dunia ini hanya gadis yang tengah tertidur disebelahku. Aku berkedip saat dia menggeliat, perlahan kelopaknya bergerak-gerak lantaran secercah sinar matahari menyorot ke arahnya, punggung tanganku ku gunakan untuk menghalangi sinar matahari tersebut. Kayana kembali terlelap dengan nyaman. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja, Kayana. Aku udah terlanjur memberikan seluruh rasaku. Aku tidak ingin kehilangan untuk yang kesekian kalinya" aku memberikan morning kiss pada kening Kayana. Menyibak selimut pelan-pelan, aku berjalan menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri sebelum Kayana bangun. Semalam dia tertidur jadi tidak sadar saat aku membawanya pulang ke apartemen miliknya. Karena aku malas pulang jadilah aku menginap saja, tidak usah khawatir aku hanya numpang tidur, tidak melakukan apapun dengan Kayana. Jangan iri! Kalian tidak boleh melakukan itu karena beda budaya dan kebiasaan. Pokoknya, kalian harus bisa membandingkan mana yang baik dan buruk. Mencuci muka, menggosok gigi dan mandi, tak lama aku selesai dengan kegiatan tersebut. Keluar hanya dengan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahku. “Daniel..” ah, suara serak itu. Aku menoleh dan mendapati Kayana yang tengah menggeliat lagi, bukannya segera bangun gadis itu malah masuk ke dalam selimut. “Dasar gadis pemalas” cibirku, aku kira dia tidur kembali tapi nyatanya tidak. Kayana menyibakkan selimut yang menutupi wajahnya, menatapku dengan jengkel. “Why? Memang benar, kan, kalau kau adalah gadis yang malas dan hanya ingin main-main saja" lanjutku, memakai kaos. “Iya iya aku gadis pemalas” “Memang kesadaran itu cukup diperlukan," aku menatapnya, "Jadi, kau akan terus berbaring disana atau segera bangun dan mandi?" Dia bangun dengan wajahnya yang ditekuk, turun dari ranjang dan berjalan sempoyongan masuk ke kamar mandi. Aku segera memakai celana sebelum Kay keluar. Ponselku bergetar, ada sebuah pesan masuk dari Mommy yang menyuruhku untuk langsung pulang. Tak lama Kayana keluar dengan wajah yang lebih segar, aku menarik tangannya, mendekatkan wajahku ke wajah mungil itu. Kayana mendongak dengan mata yang membulat. “Daniel, ap-apa yang kau lakukan?" “Morning kiss, maybe.” Saat aku hendak mencium bibir tipis itu tiba-tiba saja Kayana membuang muka ke arah samping, menghindari ciumanku. Aku mengerutkan kening, ada apa dengan dia? Bukankah biasanya Kayana itu gadis yang agresif? “Aku sedang tidak ingin melakukan itu sekarang, Daniel” gadis mungil itu mencoba menjauhkan tubuhnya dari tubuhku, namun usahanya gagal lantaran tenaganya tak seberapa untuk melawanku. “Tolong lepas” “Kayana, apa yang salah dengan morning kiss? Kita sering melakukannya" Kayana berhenti melawan, kini kita berdua saling bertatapan dengan intens. “Aku,.. aku sedang sariawan sekarang.” Spontan aku menangkup rahangnya membuat Kayana sedikit tersentak kaget, mengamati bibir yang merah ranum, tidak ada sariawan disana. Kayana sudah berbohong kepadaku, aku melepaskan tanganku serta melepaskan pelukanku pada Kayana. “Baiklah, sepertinya kau memang sedang tidak ingin berciuman denganku. Tapi...” dengan sekali sentak aku berhasil membopong tubuh mungil Kayana dan membawanya ke ranjang, mengunci tubuh itu agar tidak bisa kabur. “Daniel, jangan keterlaluan!” Heran, itulah yang aku rasakan. Gadis yang tengah bersamaku ini seperti bukan Kayana yang biasanya. Dia gadis yang berbeda, “Kenapa? Bukankah kau sering melakukan hal semacam ini dengan pria lain Kayana? lantas kenapa sekarang kau menolak melakukannya ketika denganku? Kamu butuh bayaran? Ok-“ “Tutup mulutmu, Seo Daniel! Aku sudah cukup rendah dan jangan direndahkan lagi.” Kayana mendesis tajam, aku menelan silva, selalu saja kelepasan kalau tengah merasa kesal. Padahal aku sudah berusaha agar tidak berbicara sembarangan apalagi mengungkit sisi buruk Kayana didepan gadis itu secara langsung. “Dan satu hal yang perlu aku tekankan padamu, ucapanku semalam itu benar adanya. Aku ingin memantaskan diri untuk menjadi istrimu, dan aku sedang berusaha sekarang.” lanjut dia dengan wajah serius. "Jadi, sebaiknya kau menyingkir sekarang, jangan menindihku dengan tubuhmu lagi" Deg. Debaran jantungku menggila sekarang, sungguh, dia tak menyangka akan jawaban yang baru saja diberikan oleh gadis itu. Berusaha memantaskan diri? Ah, rasanya begitu mustahil. Kayana adalah tipe gadis yang tidak ingin merubah apa yang ada pada dirinya hanya karena orang lain. Tapi sekarang, gadis itu bilang ingin memantaskan diri untukku yang artinya dia ingin berubah lebih baik begitu? Aku masih tidak percaya! Tapi, tetap saja aku akan berusaha untuk percaya, karena aku tidak ingin kehilangan Kayana, benar-benar tidak ingin. “Apa yang semalam kau minum? Berapa banyak gelas yang sudah kau ajak bersulang? Kenapa kau berbicara seolah kau adalah gadis yang bersih dan serius?" kata ku, tak tahan untuk tidak memuntahkan rasa penasaranku. "Kayana yang ku kenal bukan Kayana yang sekarang ada di hadapanku" Jemari lentik itu mengusap pipiku dengan lembut, Kayana tersenyum teduh dan menghanyutkan. Perlahan, kekesalan ku reda. “Aku tidak minum apa-apa Daniel. Aku tidak pernah merasa bersih karena pada kenyataannya aku kotor" dia menjeda kalimat nya. "Kau lah alasan ku untuk berubah, Daniel. Only you, Daniel. Trust me" Aku sedikit menjauhkan tubuhku dari Kayana. Dia tersenyum manis. "Kau siap menerima perubahanku, kan, Daniel?" Tunggu, kenapa aku tidak langsung mengangguk saja? Bukankah ini yang sebenarnya aku inginkan? Kayana berubah jadi gadis baik baik dan diterima oleh kedua orang tuaku? Tapi sekarang kenapa rasanya aku tidak terima kalau Kayana berubah? Aku mencintai Kayana apa adanya. “Oh ayolah Daniel" Kayana terkekeh, dia bangun dari posisinya. "Kau tidak perlu memasang wajah bingung seperti itu. Aku masih Kayana yang dulu, suka main-main dan club." “Lantas apa yang kau maksud dengan perubahan itu, Kayana?” Kayana menyipitkan mata, “Lebih serius menjalani hidup, tidak akan lagi bermalam dengan pria lain, dan berusaha menjadi lebih baik agar bisa diterima oleh kedua orang tuamu.” jawab Kayana tanpa ragu sedikitpun, aku tersenyum, menempelkan hidung ku pada hidungnya yang mungil. Keinginan untuk menyentuh Kayana akhirnya ku batalkan karena gadis itu sudah membuatku tersentuh. Ponsel ku kembali bergetar, kali ini nama Daddy yang tertera. Aku bangkit dari posisiku, suara Daddy langsung terdengar saat teleponnya tersambung. “Seo Daniel, cepat pulang. Dimana kau sekarang?” tanya suara bass di seberang sana. “Apartemen, Dad" “Kamu bermalam dengan gadis itu lagi?” “Yes, Dad. Why?" Terdengar dengusan, tapi aku tidak peduli sama sekali. “Cepat pulang!” “Yes.” Menyambar coat yang ada di sofa, aku menatap gadis yang juga tengah menatapku sembari menahan senyum. Ish, aku tak bisa menahan lagi, meraih kepalanya dan ku kecup keningnya cukup lama. “Aku akan kemari lagi nanti” pamitku, Kayana mengangguk. Saat hendak keluar suara gadis itu menginterupsi. “Daniel, bolehkan aku ikut denganmu?” “Kay—“ “Aku ingin bertemu dengan kedua orang tuamu.” "Tapi..." "Tidak ada tapi-tapian, aku ingin memulainya dari sekarang." (^_^)(^_^) Mommy menarikku masuk ke dalam kamar, menyentakan tanganku begitu saja lantas menatapku dengan tajam. “Apa yang dia lakukan dirumah kita, Daniel?!” Aku bergerak gelisah sebari menggaruk rambut, jawaban apa yang pantas untukku berikan kepada Mommy? “Kayana hanya ingin mengakrabkan diri dengan Mommy dan Daddy" “Untuk apa?” “Kenapa Mommy tidak tanya sendiri kepada Kayana?” Wanita yang sudah merawatku itu mendengus, berjalan keluar begitu saja tanpa menjawabku lagi. Aku mengikuti Mama yang menuju ruang makan dimana Kayana tengah menyiapkan makanan yang barusan dia masak. Jadi, tadi Kayana ikut pulang kerumah, dan kebetulan Mommy juga Daddy tengah berada di luar dan belum pulang, gadis itu berinisiatif untuk memasak dan aku membiarkannya begitu saja meski dengan ketakutan yang sedikit over lantaran setahuku Kayana tidak pernah memegang alat dapur, takutnya dia akan mengacaukan dapur Mommy. Tapi setelah melihat dia yang begitu lihai, aku jadi kaget sekaligus senang. Mommy and Daddy pulang dengan kekagetan yang sama denganku, tapi mereka tak menginterupsi kegiatan Kayana sama sekali. “Mommy, Dad" Kayana menyapa dengan suara yang lembut, memang sejak awal dia memanggil kedua orang tuaku dengan sebutan Mommy juga Dad. Tak berhenti disitu, hari ini dia juga bersikap begitu ramah. Sungguh, selama aku berhubungan dengan Kayana baru kali ini dia mau beramah tamah dengan kedua orang tuaku, biasanya dia hanya akan tersenyum singkat saja. “I'm sorry for using Mom's kitchen without permission" lanjut dia. Mommy menatapku sembari menaikkan kedua alisnya keheranan. “Are you okay?” pertanyaan Mommy barusan membuat Kayana menatap beliau dengan heran. “I mean, are you alright? Because age no one knows" “Mom!” tegur ku dan Daddy secara bersamaan, merasa Mommy agak keterlaluan. Kayana sepertinya tidak tersinggung karena dia justru terkekeh. “Does it look weird? I'm sorry. Aku hanya ingin diberi kesempatan satu kali lagi untuk bersikap baik pada Mommy juga Daddy. Aku akan membuat kalian yakin, kalau aku pantas menjadi bagian dari keluarga Seo" “Kayana, kami tau kau bermaksud baik dengan merubah diri menjadi lebih baik. Hanya saja, lebih baik kau berubah karena kau menyadari kesalahanmu, bukan karena orang lain termasuk Daniel. If you changed of someone else, wouldn't it be useless?" Daddy menimpali ucapan Kayana dengan santai, aku hanya diam memperhatikan, Aku pikir Kayana akan marah atau kesal, tapi nyatanya dia justru tersenyum lebar, “Benar, but, if someone who has fallen into a back hole need motivation and enthusiasm to get out of the hole. Begitu juga denganku, Daniel adalah motivasi dan semangatku" Kita semua terdiam, kaget dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Kayana. Ini Kayana loh, si gadis malam yang suka nya main-main dan tidak pernah serius dalam menjalani hidup. Bahkan, dia punya butik pun jarang di urus dan diserahkan begitu saja kepada bawahannya. “Mom and Dad, aku hanya ingin melakukan yang terbaik. Dimulai dari mendekatkan diri dengan kalian." gadis itu meraih piring dan menyiapkan makanan untuk kedua orang tuaku, juga untukku. "Try to eat, aku tidak mencampurkan racun, so, it's safe" Gadis itu duduk disampingku seraya tersenyum ke arahku lantas menatap kedua orang tuaku yang masih diam dengan kebingungan. Aku berdehem, memecah keadaan sebelum berubah jadi lebih canggung. "I will try it" Kayana mengangguk dengan semangat, suapan pertama masuk ke dalam mulut. Dan, rasanya luar biasa. Enak. Meski sedikit asin, tapi untuk ukuran gadis yang tidak pernah memegang alat dapur, Kayana hebat. "The taste is not bad" Bukan aku yang berkomentar, melainkan Mommy. "Ah, really? Thank you, Mom. You like it?" “Hm” Kami berempat makan dengan lahap menghabiskan masakan Kayana yang ternyata memang beneran enak. Bahkan Daddy sempat ingin menambah porsi makan, hanya saja Mommy mencegahnya sebelum penyakit yang diderita Daddy kambuh. Satu persatu hidangan licin tandas, aku menyandarkan punggung di kursi lantaran merasa kekenyangan. Kayana meneguk airnya dengan anggun, aku mengacak rambut gadis itu dengan sayang. Kayana menatap kedua orang tuaku, dia lantas berkata. "I'm quite happy today. But, Mom, Dad, i'm really sorry that all this time i've been rude and still like to play. Sudah ku katakan pada Daniel, aku akan berhenti menjadi seorang gadis malam. And i hope, Mom and Dad bisa terima aku mulai dari sekarang" Aku, Mommy and Dad terdiam mendengar ucapan Kayana. Jujur saja, aku bisa melihat ketulusan itu terpancar dari netra gadisku. Hanya saja, aku tidak tau apa yang ada di pikiran kedua orang tuaku sama denganku atau tidak. "Kita akan mencobanya" Aku dan Kayana saling tatap, lantas tersenyum selebar-lebarnya. (^_^)(^_^) Kayana turun dari motorku sembari melepaskan helm nya, netra dia menatap bangunan minimalis yang ada didepannya. Terdapat tulisan "Cherry Fashion" di atas pintu bangunan tersebut. Sekilas, aku bisa melihat raut wajah takjub Kayana, sudah beberapa minggu ini dia tidak berkunjung ke butik miliknya. "Jangan hanya berdiri disini, ayo masuk. Rose pasti sudah menunggumu" kata ku, gadis itu menoleh seraya tersenyum tipis. "Daniel, kau tidak akan meninggalkanku setelah sampai di dalam, 'kan?" Meski sedikit heran dengan perubahan Kayana, aku tak mendebat dan langsung mengangguk. Padahal, biasanya dia selalu menyuruhku untuk pulang duluan. Kita berjalan memasuki ruangan, beberapa model pakaian yang terpajang tampak indah dipandang. "Kayana, hai!" baru masuk saja suara itu sudah terdengar, "Aku pikir, kau benar-benar akan melupakan tempat ini." Rose bercipika-cipiki dengan Kayana, "Wow, tumben sekali kau mau datang kesini, Seo Daniel?" dia beralih menatapku. Aku hanya mengangkat bahu enteng. "Atas permintaan Kayana." "Dasar b***k cinta" Rose merangkul bahu Kayana, mengajaknya masuk ke dalam sebuah ruangan yang lebih minimalis. Aku mengikuti mereka dari belakang. "Dalam seminggu ini ada beberapa brand yang ingin ingin masuk ke butik kita. Tapi agaknya aku kurang yakin karena fashion mereka bukan standar butik ini." Rose itu seumuran denganku, aku berusia 24 tahun, dan apa yang dia katakan tadi soal brand-brand tidak berlebihan, meski tempatnya tidak terlalu besar, butik milik Kayana ini hanya akan menjual barang-barang dengan brand terkenal dan barang-barang berkualitas. "Bisakah aku melihat daftarnya, Rose?" "Tentu." Kayana duduk di sofa, aku duduk disamping gadis itu sementara Rose mengambil dokumen nya di laci. "Daniel, siapa Rose?" "Kayana, jangan bercanda seperti itu atau Rose akan marah padamu nanti" . "Ah, tidak-tidak. Hanya saja, em..." "Rose bisa dibilang partner kerjamu disini, Kayana. Dia yang menghandle semua pekerjaan disini selama kau tidak ada. Dia orang kepercayaanmu." Percakapan kita terputus saat Rose datang, dia menyerahkan sebuah amplop kepada Kayana. "Dari sepuluh brand, aku hanya menyarankan tiga brand yang bisa masuk ke butik kita" kata dia menjelaskan. "Aku suka dengan setiap konsep fashion mereka yang out of the box. Nah, yang ini, konsepnya cocok untuk semua musim." "Sepertinya kau lebih tau soal fashion daripada aku ya, Rose?" Wanita berambut curly itu tersenyum lebar, "Jangan merendah untuk meroket, Kayana." Rose menatapku, "Apakah kau masih melakoni pekerjaan sebagai DJ, Daniel?" kenapa Rose selalu melempar pertanyaan kepadaku setiap selesai berbicara dengan Kayana? "Tentu saja, dan sudah lama aku tidak melihatmu ada disana. Sesibuk itukah bekerja di butik?" Jemari Rose memasukan kembali dokumen yang sudah ditanda tangani oleh Kayana ke dalam amplop lagi. "Yah, mau bagaimana lagi. Pemiliknya sudah tidak peduli, jadi aku yang harus menangani semuanya." "Kau menyindirku, Rose?" Rose terkekeh, menepuk bahu Kayana berkali-kali. Tersenyum lebar, "Baguslah kalau kau menyadari sindirian ku, Kayana." wanita itu beranjak, "Bagaimana kalau sekarang kita pergi jalan-jalan? Sudah lama kan kita tidak menghabiskan waktu bersama dan bersenang-senang." Kayana menoleh ke arahku, meminta persetujuan. Aku sih tidak masalah, mungkin segelas wine bisa menjadi pilihan yang cocok untuk menemani waktu bersantai. "Baiklah"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD