Setelah Lisa pergi, Roy merasa sangat menyesal karena sudah bicara terlalu kasar padanya. Roy berpikir bahwa hati Lisa pasti sangat terluka saat ini. Wanita itu pasti sangat kecewa dengan sikap Roy yang sebelumnya memang tidak pernah seperti itu. Roy mengusap rambutnya dengan kasar dan kemudian beranjak ke kamar mandi. Ia harus segera membersihkan diri dari sisa percintaan semalam dan bergegas ke perusahaan.
Sementara itu, Lisa yang mood nya sangat hancur saat ini karena ucapan Roy tadi, merasa tidak ingin untuk pergi ke butik. Ia mengambil ponselnya dan mencari nama Miranda di sana. Lisa menghubungin Miranda sambil terus mengemudikan kendaraannya.
“Halo, Mir. Kamu di mana?” tanya Lisa saat panggilan itu sudah terhubung.
“Aku di rumah, Lis. Kenapa?” jawab Miranda dari seberang sana dengan nada malas.
“Kamu masih tidur jam segini? Abis ngapain semalam?” tanya Lisa lagi yang mendengar bahwa suara Miranda seperti suara orang yang baru bangun dari tidur.
“Aku semalam bertempur sama suami orang.” Miranda memberikan jawaban yang menurut Lisa sangat berani.
“Suami orang? Please deh, jangan main-main kamu!” ucap Lisa yang paham dengan maksud ucapan sahabatnya itu.
“Beneran. Aku mana pernah main-main kalau udah pengen sesuatu. Kamu kan tau itu!”
“Iya. Aku tau gimana sifat kamu! Tapi, jangan suami orang juga lah. Bahaya tau!”
“Aku suka yang bahaya dan menegangkan. Biar ada sedikit sensasi dan tantangannya. Menguji adrenalin gitu lah kira-kira,” ungkap Miranda.
“Asal nggak bikin kamu dalam bahaya aja deh, Mir.” Lisa akhirnya pasrah dan tidak tahu harus berkata apa lagi pada Miranda.
Seketika kesedihan yang sedang ia rasakan menghilang. Padahal, ia baru berbicara dari telepon saja dengan sahabatnya itu. Itu lah sebabnya Lisa sangat menyayangi dan percaya pada Miranda selama ini. Miranda selalu bisa membuat suasana hatinya menjadi jauh lebih baik. Bahkan, tak jarang Miranda memberikannya semangat dan motivasi dalam segala hal.
Lisa tentu saja memiliki banyak teman dekat, apalagi dengan statusnya yang sebagai wanita karier seperti saat ini. Namun, hanya Miranda saja lah yang paling dekat dengannya dan paling ia percayai dalam segala hal. Lisa tidak akan pernah meragukan apapun yang Miranda katakan padanya. Sebesar itu lah kepercayaan Lisa pada wanita itu dan ternyata semua itu telah dimanfaatkan oleh Miranda.
“Ngomong-ngomong, kamu ada apa nelpon aku pagi-pagi gini?” tanya Miranda yang menyadari bahwa pasti ada sesuatu yang tidak beres pada Lisa.
“Pagi? Helooow … udah siang ini, Sayang. Coba kamu liat jam!” titah Lisa kesal karena sahabatnya itu selalu punya kebiasaan bangun siang hari.
Di kamarnya, Miranda berdecak kesal karena Lisa seperti atasan yang sedang bicara bawahan padanya. tentu saja Miranda kesal dan seperti ingin memutuskan panggilan telepon itu saat ini juga. Apalagi, tubuhnya memang benar-benar lelah saat ini. Permainan Roy sangat memuaskan dan juga menguras tenaganya sangat banyak.
Lisa mengetahui bahwa Miranda memang sering tidur dengan lelaki yang berbeda. Hanya dengan cara itu lah selama ini Miranda mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lisa sudah berulang kali menawarkan pekerjaan padanya, akan tetapi Miranda selalu memiliki seribu alasan untuk menolaknya.
“Iya, Bu Boss. Udah jam sebelas siang. Aku udah lapar juga sekarang. Kalau gitu, kamu mau traktir aku makan siang di mana?” tanya Miranda to the poin.
“Dasar kamu! Bangun kalau udah lapar aja!” gerutu Lisa dengan kesal pada kebiasaan sahabatnya itu.
“Jadi, nggak ada traktiran nih? Biar jelas gitu. Kalau memang nggak ada, aku telpon berondongku aja buat …,” ucapan itu terputus saat Lisa menyela.
“Iya-iya. Kamu tuh ya, paling bisa aja bikin aku nggak berdaya. Buruan siap-siap, aku jemput lima menit lagi. Aku udah di jalan ke rumah kamu nih!” ucap Lisa dan langsung mematikan teleponnya itu.
Di kamarnya, Miranda tersenyum miring dan kemudian meletakkan kembali ponsel di atas nakas. Dengan gerakan malas, ia mengayunkan langkah menuju kamar mandi yang memang berada di dalam kamarnya. Miranda membersihkan dirinya dan segera berganti pakaian. Ia masih harus terus berpura-pura menjadi sahabat yang baik untuk Lisa agar wanita itu tidak pernah mencurigainya.
Miranda mempunyai misi yang lebih besar dari sekedar tidur dan menjadi simpanan Roy. Untuk mencapai misinya itu, tentu saja Miranda harus terus bersikap baik dan lembut pada Lisa. Salah satu langkah saja, semuanya akan menjadi kacau dan berantakan. Miranda tidak mau usahanya selama ini sia-sia.
Drrtt … drrtt … drrt ….
Suara getaran ponsel di atas nakas membuat Miranda yang sedang memoles lipstick pada bibirnya menoleh. Nama Lisa terpampang jelas di layar itu, dan itu pertanda bahwa Lisa sudah berada di depan rumahnya saat ini. miranda memutar bola matanya dengan malas dan mengabaikan panggilan itu. Ia terus merias dirinya agar terlihat cantik dan menawan. Baginya, tidak ada yang lebih menguntungkan dari pada menjadi sahabat terbaik Lisa saat ini.
“Mir …. Miranda!” teriak Lisa dari depan pintu rumah Miranda sambil terus mengetuk.
Di dalam rumah, Miranda hanya berjalan dengan santai seolah menikmati kejadian itu. Ia hanya tersenyum sinis dan kemudian berusaha memasang wajah manis saat membukakan pintu untuk Lisa.
“Apa sih, Sayang? berisik banget depan rumah orang. Nanti anak bayiku bangun lho!” ucap Miranda saat melihat Lisa berdiri dengan berkacak pinggang di depan pintu rumahnya.
“Anak bayi? Kamu nyimpan berondong lagi di dalam?” tanya Lisa yang tidak heran mendengar ucapan Miranda.
“Sstt … jangan keras-keras. Nanti kalau sugar daddy-ku kebetulan datang kan bisa jadi kacaw urusannya.”
“Astaga. Dasar ni anak. Ya udah lah, yuk buruan.” Lisa sudah tidak sabar lagi pergi dari sana.
Sedangkan Miranda tersenyum puas saat Lisa percaya begitu saja pada ucapannya itu. Miranda mengikuti langkah kaki Lisa dan mereka berdua masuk ke dalam mobil. Lisa mengendarai mobil menuju sebuah restoran elite dan mengambil ruangan VVIP untuk mereka berdua. Biasanya, saat sedang dalam masalah berat, Lisa memang sering mengajak Miranda datang ke sini,
Terkadang mereka bernyanyi bersama, berteriak mengeluarkan beban dalam hatinya. Memesan semua makanan dan minuman yang mereka rasa enak. Meski kadang, banyak yang tidak tersentuh oleh tangan mereka. Sama halnya dengan saat ini, dan Miranda langsung tahu kalau Lisa sedang dalam fase yang tidak baik saat ini. Tebakan pertama Miranda adalah, Lisa bertengkar hebat dengan Roy perkara keturunan.
“Katakan padaku, ada masalah apa?” tanya Miranda to the point pada Lisa saat keduanya sudah berada dalam ruangan private itu.
“Kamu nggak akan pernah tidur dengan suamiku kan, Mir?” tanya Lisa yang tanpa disangka-sangka.
Mendadak tubuh Miranda membeku. Ia terkejut dan menjadi tegang saat ini, wajahnya pun terlihat pucat. Apalagi, Lisa menatapnya dengan sangat lekat seolah menunggu jawaban pasti dari dirinya.