Tiba-tiba saja terdengar suara sound system yang memekakkan telinga. Ternyata, Lisa sudah memesan pada pelayan untuk menyalakan alat itu. Ia ingin bernyanyi untuk meluapkan semua kesedihan dan kekecewaannya pada Roy di tempat ini. Tanpa sepengetahuan Miranda, Lisa diam-diam menghubungi manager tempat itu untuk memberikan perintah pada bawahannya.
Tentu saja hal itu sangat mudah bagi Lisa. Mengingat orang sepenting dan sehebat apa dirinya saat ini. Terlebih lagi dengan statusnya yang adalah seorang istri dari pebisnis terkenal. Siapa yang tidak kenal dengan Roy di negara itu? Bahkan, semua kehidupan pribadinya saja membuat orang-orang sangat tertarik untuk menguliknya.
Alasan Lisa diam-diam melakukan hal itu tentu saja juga karena Miranda. Miranda sebenarnya tidak selalu setuju jika ia berkaroke dengan berteriak-teriak seperti biasanya. Hal itu sebenarnya hanya membuat dirinya semakin buruk di mata orang lain. Tapi, lagi-lagi itu semua hanya perhatian palsu yang diberikan Miranda pada Lisa.
“Astaga Lisa!” pekik Miranda yang mengetahui semua itu pasti ulah Lisa.
Lisa seketika tertawa terbahak-bahak. Namun, tak berselang sekian detik air matanya jatuh tertumpah pula. Miranda sadar, bahwa saat ini Lisa sedang dalam keadaan yang tidak baik. Meski ia memang sangat menginginkan suami Lisa, akan tetapi Miranda juga bukan orang yang tidak berbalas budi. Ia bukan orang yang tidak tahu berterima kasih pada orang lain apalagi Lisa yang memang sudah sangat banyak berjasa dalam hidupnya itu.
“Aku tau kau akan sangat terkejut mendengar pertanyaanku tadi,” ucap Lisa kemudian dan menyeka air matanya perlahan.
“Kau benar-benar sudah gila, Lisa!” umpat Miranda dan mulai menyalakan sebatang rokok di sela jarinya.
Ia masih merasa gugug karena pertanyaan mendadak yang dilontarkan oleh Lisa padanya tadi. Sejujurnya, ia merasa sangat syok dan cemas kalau saja Roy sudah memberitahukan segalanya pada Lisa. Sehingga Lisa sengaja mengajaknya bertemu siang ini untuk membahas masalah itu.
“Aku memang sudah gila, Mir. Kau tahu karena siapa aku gila?” tanya Lisa yang kemudian menatap dalam pada mata Miranda.
“Roy.” Miranda menjawab dengan enteng dan santai. Kemudian ia bersikap seolah itu adalah hal yang biasa.
“Kau memang sahabat terbaikku, Mir. Kau selalu mengerti diriku dan selalu tahu apa yang aku rasakan,” puji Lisa tulus dan apa adanya.
“Kau terlalu berlebihan, Sayang. aku tidak sebaik yang kau kira. Tolong jangan terlalu memujaku seolah aku adalah dewi yang bisa selalu memahami dirimu," ungkap Miranda tanpa sengaja pada Lisa.
Lisa mengerutkan keningnya dan tidak menyangka bahwa Miranda akan berkata seperti itu. “Apa maksudmu, Mir?” teriak Lisa karena suara music sudah kembali menggema mengisi ruangan itu secara penuh.
“Bukan apa-apa. Ayo kita bernyanyi!” ajak Miranda dan mengalihkan perhatian Lisa dari ucapannya itu.
Lisa yang ternyata memang tidak mendengar penuh apa yang dikatakan Miranda padanya, kemudian tersenyum penuh kemenangan. Baru kali ini ia berhasil membuat Miranda menawarkan untuk memulai kontes menyanyi antara mereka berdua.
Keduanya lalu asik dan larut dalam kegembiraan yang mereka ciptakan sendiri. meski Miranda tidak tahu pasti penyebab kegalauan Lisa, akan tetapi ia tahu satu hal tentang Lisa saat ini. Hubungannya dengan Roy sedang dalam keadaan tidak sehat dan ia merasa peluang untuk masuk ke dalam hati dan hidup Roy semakin besar. Lisa tidak akan pernah segila itu dalam bertindak jika hanya karena gagal bekerja sama dengan perusahaan yang sudah ia targetkan atau ada pelanggan yang menyebalkan yang sengaja ingin membuat perusahaannya terlihat buruk di mata masyarakat.
Setelah lelah bernyanyi, mereka berdua menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja itu. Tentu saja, music yang memekakkan telinga sudah berganti menjadi music romantic ala-ala percintaan yang romantic. Jika orang tidak tahu siapa mereka, maka orang-orang itu akan beranggapan bahwa mereka adalah pasangan lesbi yang sedang berkencan.
“Kau sudah puas?” tanya Miranda di sela suapannya pada Lisa.
“Puas? Aku bahkan belum memangsamu,” jawab Lisa sengaja menggoda Miranda.
“Oh, God. Kapan kau bisa menyadarkan sahabatku yang tidak waras ini? Apakah aku harus pergi darinya dan berpura-pura tidak mengenalinya saja?” keluh Miranda dengan gaya seriusnya. Namun, Miranda melakukannya hanya demi sebuah lelucon.
“Tolong jangan pernah pergi dariku, Mir! Saat ini, hanya kau satu-satunya yang aku miliki. Bahkan, lelaki yang aku cintai dan percayai saja sudah tidak bisa lagi aku andalkan,” ungkap Lisa pada Miranda dengan tatapan mata yang serius dan tampak jelas wajahnya penuh dengan permohonan pada Miranda.
“Oh, Baby. Aku akan selalu bersamamu. Tenang saja dan jangan khawatirkan hal itu. Aku hanya bercanda, kau tahu itu. Okey?” Miranda berkata dengan wajah bersalah.
“Yes. I know, Baby. Thank’s so much.”
“Intinya, jangan memikirkan apapun yang sekarang membuat hatimu terluka. Fokus lah pada karir dan masa depan perusahaan serta cabang-cabangnya, yang sudah kau kembangkan. Mereka semua butuh dirimu, Honey. Kau tidak bisa mengabaikan mereka hanya karena kau sedang patah hati saat ini,” ucap Miranda sengaja memberikan semangat pada Lisa.
“Kau memang tidak ada duanya. Andai kau lelaki, aku pasti sudah menjadikanmu suami keduaku.”
“Kalau aku tidak mau bagaimana?”
“Maka aku akan memaksamu dengan segala macam cara yang kubisa. Intinya, kau harus menjadi milikku.”
“Andai aku sudah punya istri? Apa kau mau merebutku dari istriku juga?” tanya Miranda memancing tanggapan Lisa.
“Oh, No. Maaf! Aku tidak seberani itu untuk menjadi seorang pelakor, Sayang.” Lisa langsung memberikan respon penolakannya.
“Kau egois!” ucap Miranda tanpa disangka-sangka.
“Egois apa maksudmu?” tanya Lisa heran dan Miranda menjadi bingung sendiri menjawab pertanyaannya.
Namun, ia dengan cepat menemukan jawaban atas pertanyaan Lisa itu.
“Bukan kah kau mengatakan andai aku lelaki, maka kau akan menjadikanku suami keduamu? Itu artinya kau sudah bersuami dan masih menginginkan suami lagi. Apa hal itu dibenarkan? Menurutmu, apa suamimu akan mengizinkannya?”
“Menurutmu bagaimana?”
“Dia akan mendepakmu keluar dari rumahnya dan dari hidupnya juga sekalian,” jawab Miranda sedikit sadis dan kasar.
“Wow. Aku takut! Tapi, andai itu benar-benar terjadi padaku, aku yakin Roy tidak akan melakukan hal yang kau sebutkan tadi.”
“Kenapa kau sangat yakin?” tanya Miranda penuh selidik.
“Tentu saja. Hal itu karena Roy mencintaiku dengan sangat luas dan tak terbatas. Ia bahkan akan rela memberikan apapun dan melakukan apapun untukku. Asalkan aku merasa bahagia,” jawab Lisa penuh rasa percaya diri dan penuh dengan rasa bangga.
“Sepertinya kau sangat yakin pada hal itu!” ujar Miranda dan menyeruput sisa minumannya yang sebenarnya sudah enggan ia minum.
“Sepertinya kau sangat meragukan Roy. Apa kau tahu sesuatu tentang suamiku, Mir?” tanya Lisa lagi dan lagi-lagi pertanyaan Lisa membuat Miranda mati kutu.