31 - KISAH DUA ALAM

2024 Words
Gendis menyeringai samar tatkala ia melihat Elin di ruang bawah tanah ini, ia sudah menebak pasti tidak akan lama lagi perbuatannya akan diketahui dan ia dipanggil ke sini. Tidak masalah, semuanya sudah diperhitungkan dengan matang. Elin menatap Gendis dengan sengit, wanita itu yang berniat mencelakainya. Damar mendorong tubuh Gendis dan Sekar hingga terjerembap, membuat wanita-wanita itu memekik kesakitan karena lututnya terbentur oleh alas bawah. “Apa-apaan ini?” Sekar melotot pada Damar, meskipun ia tahu untuk apa dirinya dibawa ke sini. “DIAM.” Damar juga membalas dengan sentakan. Gendis sama sekali tidak menampakkan raut ketakutan, sangat kontras dengan Sekar yang mulai khawatir jika dirinya terlibat dalam masalah majikannya. “Kalian tahu betul untuk apa aku memanggilmu, terutama kamu Gendis!” Bhanu langsung menunjuk wanita yang telah tumbuh bersama dengannya sejak kecil, jari telunjuknya terarah dengan lurus. Gendis tak bereaksi, ia hanya diam dengan bibir terkatup rapat. Hal itu membuat Bhanu semakin marah, begitu juga dengan Elin yang merasa sebal karena wanita itu berlagak tak terjadi apa pun. Bhanu memberikan kode tatapan pada Damar, tanpa menunggu lama pun pria itu langsung paham. Sekar menjerit keras saat rambutnya ditarik paksa, seakan-akan kulit kepalanya ingin terlepas dari tempatnya. “Ini sakit, lepaskan rambutku.” Sekar berusaha untuk melepaskan tarikan kuat dari rambutnya, tapi tenaga Damar lebih besar lima kali lipat darinya, ini membuat upayanya sia-sia saja. “Katakan sejujurnya, kamu yang telah menyuruh dua makhluk rendahan itu untuk menyakiti Nyonya Elin, cepat katakan!” Damar terus menekan Sekar agar berkata jujur. Sementara wanita muda itu merasakan perih luar biasa pada kepalanya, seketika pusing dan berkunang-kunang pun melanda. Dalam rintihannya itu Sekar melirik pada sang nona, berharap agar Gendis membantunya. Elin mengamati sikap Sekar, tentu saja ia tahu bahwa pelayan itu meminta bantuan majikan untuk menolongnya. “Lepaskan Sekar,” ucap Gendis setelah terdiam selama beberapa saat, entah apa yang tengah ia pikirkan tadi. Damar tersenyum sinis lalu menimpali, “Untuk apa aku melepaskan pelayan yang sudah menyakiti nyonya?” Gendis mencengkeram ujung bajunya dengan kasar. “Aku yang menyuruhnya, aku dalang di balik p*********n manusia rendahan itu.” Matanya menatap Elin dengan kilat amarah luar biasa, siapa pun pasti bisa melihat dendam membara di mata Gendis. Bhanu menyambar leher Gendis dan dicekik dengan erat, membuat sang empunya kesulitan untuk bernapas. “Kenapa kamu menyakiti Elin? Sudah ku bilang pada kalian semua, hormati Elin seperti kalian menghormatiku, lancang sekali dirimu!” Suaranya terdengar menggunakan nada tinggi, matanya juga mendelik menatap Gendis. Elin menggerayangi lehernya sendiri, ternyata Bhanu bila marah juga mengerikan. Untungnya selama ini pria itu tak pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga, entah bagaimana jika hal itu terjadi, mungkin nyawa Elin sudah melayang? Bukannya merasa ngeri, Gendis justru tertawa melihat kemarahan Bhanu. “Aku tidak bercanda, Gendis. Jangan main-main dengan nyawa istriku, sudah bosan hidup kamu?” Bhanu tidak habis pikir dengan Gendis, wanita itu menjadi pembangkang. “Aku juga tidak sedang membuat lelucon. Kamu tahu betul kenapa aku mencelakainya, itu karena dirimu! Aku mencintaimu tapi kamu malah memilih manusia rendah itu, aku yang selalu ada di saat kamu susah maupun senang, aku juga yang menemani kamu dari kita kecil sampai detik ini. Tega sekali kamu mengabaikan cintaku, dia pantas mati karena sudah merebutmu dariku!” Kalimat Gendis bagaikan bom yang siap meledak, ia menumpahkan segala keluh kesahnya hari ini. Biar saja Elin tahu sekalian, ia tidak peduli. Merasa namanya juga ikut disebut, Elin pun tidak kaget, ia sudah bisa menebak bahwa jika pelakunya adalah Gendis maka motifnya tidak akan jauh-jauh dari permasalahan cinta. Bhanu mengusap air mukanya dengan kasar, lagi-lagi karena cinta. “Sudah ku tegaskan berulang kali padamu, aku hanya mencintai Elin. Aku menganggapku sebagai saudara maupun rekan kerja dalam membangun kerajaan.” Bhanu sampai gemas sendiri, ia muak dengan Gendis yang tak memberinya kebebasan untuk mencintai orang lain. Wanita itu terlalu obsesi padanya. “Saudara, katamu? Saudara macam apa yang pernah b********h hingga hampir memiliki anak?” Gendis berdecih, selanjutnya muncul seringai tipis dari bibirnya. Bagai disambar petir siang bolong, tubuh Bhanu pun menegang. Ini yang paling ia takutkan, rahasia besarnya dengan Gendis yang berpotensi menghancurkan rumah tangganya. Elin menajamkan telinga, matanya juga turut memicing. “Elin-Elin, manusia bodoh! Perlu kamu ketahui bahwa aku dan suamimu ini pernah berbagi kenikmatan di atas ranjang, bahkan aku juga mengandung anaknya.” Gendis memperjelas semuanya, ia ingin hubungan Elin dan Bhanu retak. “Tutup mulutmu, wanita pengganggu sialan.” Bhanu menampar pipi Gendis hingga wanita itu terjengkang ke belakang, Gendis bisa merasakan perih pada pipinya. Seumur hidup baru kali ini Bhanu berlaku kasar padanya, hatinya sangat sakit melebihi rasa panas di pipi. Bibir Elin gemetar, apa suaminya melakukan hal itu dengan wanita lain? “El, jangan dengarkan dia. Dia hanya mengarang cerita agar hubungan kita rusak, ku mohon padamu.” Bhanu panik, terlebih saat ia tak mendapat jawaban apa pun dari Elin. Jadi, ini yang dimaksud Bi Nani mengenai rahasia besar yang berpotensi menghancurkan rumah tangganya? Pantas saja, memang faktanya begitu. “Aku berkata jujur, sebelum kamu menikah dengannya, kami sudah lebih dulu saling menghangatkan ranjang. Kamu ditipu oleh Bhanu, ia bukan pria yang suci, malang sekali nasibmu Elin.” Gendis tertawa kencang, ia senang melihat raut penderitaan di wajah wanita yang menjadi musuhnya itu. Ditatapnya sang suami dengan tatapan aura membunuh, tapi itu hanya berlangsung selama tiga detik saja, dan Bhanu saja yang menyadarinya. Elin menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, untuk sekarang ia tak mau terlihat seperti wanita yang patah hati. Senyum tipis terukir dari bibir manisnya, ia tengah menguasai emosinya yang hampir saja meledak-ledak dan berpotensi membuat Gendis semakin kegirangan. “Bukankah itu adalah masa lalu kalian? Untuk apa aku mempermasalahkannya, terlebih saat ini aku lah satu-satunya istri sah Bhanu, anak kami Manggala juga menjadi pewaris kerajaan ini. Jangan berbahagia atas masa lalumu yang tidak berguna itu, nyatanya aku sama sekali tidak tersentuh.” Elin berpura-pura menguatkan diri meski saat ini hatinya dilanda gelombang luar biasa, ia tak mau Gendis merasa di atas angin karena berhasil mengalahkannya. Justru Gendis lah yang harusnya kalah. Setidaknya Elin tak akan membiarkan harga diri Bhanu jatuh di depan Gendis berserta semua prajurit yang berjaga di area ini. Nanti ia akan mencecar Bhanu habis-habisan jika sedang berdua saja. Bhanu paham dengan apa yang dilakukan istrinya, jujur saja ia menghangat ketika tahu bahwa sang istri masih memikirkan martabatnya sebagai raja. Tak mungkin Elin marah-marah pada Bhanu di depan khalayak, itu sama saja mempermalukan sang raja. “Itu masa lalu indah kami, hingga kamu datang dan menghancurkan segalanya. Bhanu membohongimu, aku yang pertama baginya.” Gendis sangat bangga karena ia adalah wanita pertama yang menghabiskan malam indah bersama pria itu, ia memprovokasi Elin supaya wanita itu emosi. Tangan Elin yang berada di belakang tubuhnya pun mengepal dengan erat, Bhanu tahu, ia segera menggapai kepalan tangan tersebut dan menggenggamnya. Namun, dengan cepat Elin menyentak genggaman tangan Bhanu. “Terima kasih atas dongengmu itu, aku tidak peduli.” Setelah berkata demikian, Elin pun melenggang pergi dari sana. Ia sudah tidak kuat mendengar apa pun lagi, bisa-bisa ia keterusan dan meledakkan emosi di sana. “Kamu mencari musuh yang salah, ku pastikan kamu akan menderita ditanganku, Gendis!” Bhanu mencengkeram dagu wanita itu lalu menghempaskannya dengan kasar. Gendis menangis terisak, sudah dititik ini bahkan hubungan Elin dan Bhanu masih bisa bertahan? “AKU MEMBENCI KALIAN SEMUA!” Teriaknya dengan menggebu-gebu. “Masukkan ke penjara, aku sendiri yang akan memberinya hukuman selanjutnya.” tandas Bhanu pada Damar. “Baik, Yang Mulia.” Bhanu berlari mengejar Elin yang sudah jauh di depan, ia harus memperbaiki kesalahannya agar tak membuat Elin menjauh darinya. Elin menghempas pintu kamarnya dengan kasar, dilihatnya Nani ada di sana mengajak Manggala untuk berlatih merangkak. Melihat ada Elin datang, pengasuh itu pun segera bangkit berdiri menggendong Manggala untuk menghampiri Elin. “Sekarang aku sudah tahu mengenai rahasia besar yang Anda maksud. Benar, ini bisa membuat rumah tangga kami hancur.” Tanpa angin ataupun hujan, Elin membeberkannya pada Nani. Seketika wanita paruh baya itu ikut gelisah, Bhanu dan Elin adalah pasangan serasi, ia tak ingin jika keduanya renggang. “Nyonya Elin, saya mohon percayalah pada Raja Bhanu, ia melakukan hal itu bukan karena sengaja.” Telapak tangan Elin terangkat untuk menghentikan pembicaraan Nani. “Aku tidak ingin mendengarnya, keluarlah.” Nani menatap getir nyonya mudanya, ia juga ikut sedih. Manggala pun diserahkan pada sang ibu, sementara Nani undur diri. Di ambang pintu ia melihat Bhanu yang tergesa-gesa, selanjutnya Nani bisa menebak bahwa akan ada adu mulut antara pasangan suami istri itu. Apa pun yang terjadi, Elin dan Bhanu tak boleh sampai berpisah. “El, ada yang perlu diluruskan.” Napas Bhanu terengah-engah, ia berlari agar segera sampai di sini. Pelukan Elin pada Manggala mengetat, andai saja anaknya sudah dewasa, pasti Manggala akan berpihak pada dirinya. “Oke, coba katakan sejujurnya.” Elin memberikan Bhanu kesempatan untuk menjelaskan, setelahnya ia baru akan menarik kesimpulan. “Aku dan Gendis memang pernah tidur bersama, ia juga sempat mengandung anakku sebelum akhirnya keguguran.” Kalimat pertama membuat hati Elin semakin tersakiti saja, lalu disusul kalimat kedua yang menjelaskan bahwa Gendis pernah mengandung anak Bhanu, ingin sekali Elin mencak-mencak tuk melampiaskan amarah. “Aku dijebak, saat itu aku dalam keadaan setengah tak sadar. Sepertinya Gendis memang sengaja untuk melakukannya, aku bersumpah bahwa itu bukan murni dari keinginanku.” Telapak tangan Bhanu terangkat untuk sumpah, ia bersaksi bahwa kejadian malam itu bukan kehendak pribadinya. “Sudah?” tanya Elin setelah sekian lama Bhanu bicara panjang lebar. Bhanu mengangguk samar sebagai jawaban. “Bukankah aku sudah pernah menanyakan hal sebesar ini padamu? Beberapa hari lalu aku minta kamu agar jujur dengan semua masalah, tapi kamu justru menyembunyikannya.” Ini yang membuat Elin kecewa, Bhanu tak jujur sejak awal. Ia tidak ingin mendengarnya dari orang lain, rasa sakitnya akan semakin berkali-kali lipat. Bhanu menunduk, ia tak berani menatap istrinya. “Kenapa, Bhanu? Harusnya kamu jujur padaku meskipun ini berat, asalkan kamu tahu mendengarkan kenyataan pahit ini dari orang lain membuatku makin tersakiti!” Manggala mulai merasa tak nyaman dengan suara Elin yang keras. “El, jangan berteriak, kasihan Manggala.” “Jangan mengalihkan pembicaraan, dia adalah anakku dan aku yang paling memahaminya.” Saat Bhanu ingin mendekat, Elin pun melangkah mundur, ia tak mau didekati suaminya. “Aku menutupinya karena tak ingin kamu meninggalkanku. Elin, aku sangat mencintaimu melebihi apa pun, tolong pahami jalan pikiranku ini.” Bhanu memohon pada istrinya. “Lalu apa kamu pikir akan selamanya dapat menghindari masalah? Pada akhirnya hari ini tiba juga, rahasia besarmu itu terbongkar kan? Apa bedanya dengan sekarang atau nanti.” Elin menggelengkan kepalanya, merasa kecewa pada Bhanu. “El, aku minta maaf. Mulai sekarang aku tidak akan menyembunyikan masalah apa pun darimu, ya?” “Aku ingin pulang ke alam manusia,” putus Elin. Bhanu tak suka mendengar keputusan Elin, pengangkatan ratu belum dilaksanakan. Elin perlu status itu agar tak ada lagi makhluk alam gaib yang bisa menyakitinya. “Pengukuhanmu sebagai ratu belum dilaksanakan, tunggu sebentar lagi.” “Tunggu sampai kapan? Aku sudah memintamu sejak kemarin, tapi kamu terus menahanku di sini. Apa yang bisa ku dapat dari tempatmu ini hah? Kamu bahkan tidak bisa melindungiku dari wanitamu itu.” “ELIN, JAGA BICARAMU. Aku tetap suamimu, sebagai istri kamu harus menurut pada perkataanku.” Sekuat tenaga ia menahan air mata agar tidak meluruh. Bhanu sadar, ia telah menggunakan nada tinggi pada Elin saat emosi wanita itu tak stabil. “Aku tidak pernah bosan meminta maaf padamu, aku benar-benar tulus. Istriku, tunggu sebentar lagi ya. Setidaknya jika kamu sudah sah menjadi ratu, maka tak ada lagi makhluk yang berani menyakitimu. Ini juga demi Manggala, ia perlu dinobatkan menjadi pangeran mahkota.” Bhanu akhirnya melunak, ia membujuk sang istri dengan perlahan. Elin melirik anaknya dengan berpikir, apa yang dikatakan Bhanu ada benarnya. Manggala harus mendapat pengakuan, anak adalah segalanya baginya. “Oke, aku dan Manggala akan di sini. Tapi, aku ingin kita tidur secara terpisah.” Sebenarnya berat tapi tidak ada cara lain, Bhanu pun menyetujuinya. “Kamu tetap lah di kamar ini, aku akan meminta penjaga agar kalian selalu terlindungi.” Elin tak menjawab, ia segera berbalik badan menuju ke ranjang lalu menemani sang anak tidur di sana. Bukan masalah besar, yang terpenting istri dan anaknya masih berada dalam jangkauan Bhanu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD