Tampilan Palsu

1134 Words
029 Tampilan Palsu ''Seseorang dengan jabatan kepala desa. Pria yang katanya sudah sembilan puluh tujuh tahun?! BLACK ORCHID betulan ada!'' Tanpa sadar Anindira memekik dengan bahasanya sendiri. Mischa langsung melirik Halvir memperlihatkan ekspresi bertanya di wajahnya karena ini adalah kali pertamanya mendengar kalimat seperti itu. ''Aku juga tidak tahu,'' jawab Halvir polos, ''Tapi, kau akan segera terbiasa nanti.'' ''Apa?!'' Mischa memekik bingung menanggapi Halvir. Sempat terpaku dengan situasi yang masih membuatnya bingung tapi dia mulai mengingat pembicaraannya dengan Halvir semalam. Usia Halvir empat puluh lima tahun. Usia Hans tiga puluh lima tahun. Tapi mereka berdua bukan hanya punya paras tampan rupawan tapi juga awet muda. Kalau pun Halvir dan Hans di masuk SMA sebagai murid, kecuali aura dewasa mereka tidak akan ada satu orang pun yang akan mencurigai. Tubuh tinggi dengan rambut panjang berwarna hitam. Usianya hampir satu abad tapi punya tampilan yang tidak jauh beda dengan Halvir. Hanya tampak sedikit lebih matang, itu saja. ''Tampilan wajah manusia buas di dunia ini palsu. Tidak sesuai dengan usia mereka jika ini adalah dunia modern,'' gumam Anindira di dalam hatinya, ''Meski begitu, tidak demikian dengan tubuh mereka!'' Anindira kemudian ingat seorang remaja yang mendekati mereka saat makan di tepi sungai, ''Ada jejak pengalaman yang terrekam di tubuh mereka.'' Anindira seolah tidak memperdulikan tatapan heran dari Mischa begitu pun Halvir. Dia fokus memikirkan akan bagaimana masa depannya di dunia antah berantah yang baru di masuki olehnya tiga bulan yang lalu. ''Bekas luka di tubuhnya, cuma cakaran kucing kalau di bandingkan dengan Kak Halvir dan Paman Mischa. Bekas luka Kak Halvir dan Paman Mischa dalam. Hanya dengan melihat bekas luka itu terbayang seberapa horor situasinya. Behakan luka lebih dari satu dari waktu yang berbeda-beda. Itu artinya pengalaman buruk yang di alami berkali-kali. Seburuk itukah hidup di dunia ini?! Apakah tiga bulan tidak cukup untukku mengetahui situasi di dunia ini?'' Anindira terus memperhatikan tubuh Halvir dan tubuh Mischa yang jadi fokusnya saat ini sambil terus bergumam di dalam hatinya, ''Kalau di pikir-pikir... Kak Hans dan pemuda di pinggir sungai itu. Mereka tidak punya bekas luka seperti Kak Havir dan Paman Mischa. Padahal, tubuh mereka juga sama-sama gagah dan berotot.'' ''Dira, hei!'' panggil Halvir sambil mengguncang pundak Anindira. ''Ha!'' pekik Anindira terkejut dari lamunannya, ''Apa?!'' ''Aku tidak membawamu kesini untuk kau memperhatikan Mischa seperti itu...'' ujar Halvir serius. ''Hm, oh iya...'' Anindira masih setengah sadar menanggapi Halvir. ''Dira,'' panggil Halvir dengan nada sedikit kesal, ''Kau betulan memperhatikan tubuh Mischa?!'' ''Hm, iya...'' ucapan Anindira saat menjawab Halvir tiba-iba terjeda ketika Anindira menyadari kalau Halvir sedang menegurnya, ''Apa?! Tidak! Anu... maafkan aku... maaf bukan maksudku untuk bersikap tidak sopan...'' ''Kenapa kau memandangi tubuh Mischa?!'' tanya Halvir tegas. ''Apa?!'' ''Kau memandangi tubuh Mischa, kau menyukainya?!'' ''Kak Halvir!'' pekik Aninidra kesal dengan tuduhan Anindira. ''Hei, Halvir tenanglah!'' seru Mischa yang merasa sungkan langsung menengahi, ''Tidak mungkin seperti itu. Dia tahu kalau aku sudah punya pasangan.'' ''Itu benar!'' seru Anindira yang langsung menjadikan Mischa satu kubu dengannya menentang Halvir, ''Aku tidak tertarik pada orang tua yang sudah dimiliki orang lain!'' ''Jadi kenapa kau memandangi tubuh Mischa?!'' Halvir masih tidak terima dengan pembelaan Mischa dan bantahan Anindira. ''Karena aku penasaran. Seperti apa kejadiannya hingga meninggalkan bekas luka seperti itu. Di tubuh kalian berdua. Kak Halvir melihat aku memperhatikan tubuh Paman Mischa, seharusnya Kak Halvir juga melihat kalau aku juga memperhatikan tubuhmu!'' Terperangah Mischa melihat betapa beraninya Anindira menyahut Halvir dengan sangat lantang dan tegas. ''Hahaha...'' gelak tawa Mischa langsung pecah membuat Anindira dan Halvir melirik bingung padanya, ''Sekarang aku tahu kenapa kau menolak yang lain tapi kau tidak b isa melepaskan dirinya.'' Seketika itu juga Halvir langsung memahami maksud ucapan Misha, ''Sok tahu!'' ''Tentu saja, aku memperhatikan bagaimana kau bisa tumbuh sampai sebesar ini sejak kau bukan apa-apa.'' Halvir pasrah tidak lagi menyahut ucapan Mischa. ''Owh!'' pekik Anindira di dalam hatinya ketika melihat interaksi Halvir dan Mischa, ''Sekarang aku tahu... dia bukan hanya sekedar kepala desa bagi Kak Halvir.'' ''Anindira, tunggu sebentar!'' pinta Mischa dengan ramah. Mischa bergegas naik ke atas, lalu beberapa saat kemudian turun sambil menggendong seorang anak perempuan. Mata Anindira berbinar melihat seorang gadis berperawakan mungil tidak jauh berbeda dengannya. Dia adalah wanita pertama yang dilihat Anindira di DUNIA MANUSIA BUAS ini. Gadis mungil berambut lurus berwarna karamel dengan bola mata berwarna hazel yang jernih. Seharusnya dia adalah gadis berparas cantik dengan sudut rahang yang tajam tampak kuat dan tegas. Dahi, tulang pipi, dan garis rahang hampir sama lebarnya. Sangat di sayangkan kulit putihnya kering hingga tampak kusam. Rambut panjangnya pun lengket berminyak nyaris gimbal. ''Ini anakku Zia, tahun ini dia berusia enam belas tahun,'' ujar Mischa memperkenalkan anak perempuannya, ''Zia, ini Anindira. Halvir menitipkannya bersama kita untuk sementara... bisakah dia tinggal bersamamu?'' tanya Mischa pada Zia dengan sangat lembut. Zia mengangguk menjawab ayahnya, sambil tersenyum lebar dengan mata berbinar ceria. Tangannya melambai pada Anindira, kemudian dia segera turun dari gendongan ayahnya lalu meraih tangan Anindira dan menggandengnya, ''Kita akan bermain bersama, berapa usiamu Anindira?'' tanya Zia ramah tanpa canggung. ''Sama sepertimu, enam belas.'' Anindira juga tersenyum bahagia melihat Zia yang langsung menempel akrab dengannya membuatnya tidak lagi canggung. Bahkan membuatnya lupa dengan kecemburuannya sesaat lalu. ''Kita seusia,'' jawab Zia kegirangan karena punya teman bermain. Seperti kata Halvir. Zia mirip dengan Anindira riang dan blak-blakan. Tidak heran jika Halvir akan menyebut namanya di beberapa kesempatan. Halvir dan Mischa tersenyum melihat dua remaja langsung akrab di pertemuan pertama mereka. ''Baiklah, Kepala Desa, ini untukmu…'' ujar Halvir sambil menyerahkan tiga buah *Amber pada Mischa. ''Halvir, tidak perlu,'' sahut Mischa dengan tangannya menolak pemberian Halvir, ''Kau juga sudah banyak membantuku, hanya mengurus satu lagi anak perempuan, bukan masalah…'' lanjut Mischa tulus dengan ucapannya. ''Aku tahu, tapi, tidak!'' jawab Havir tegas, ''Ini kewajibanku sebagai prianya. Dan kau punya hak menerimanya. Lagi pula ada dua wanita yang harus kalian urus, kau akan membutuhkannya. Aku tidak mau wanitaku berhutang, apalagi pada pria lain!'' ''Halvir, aku sudah punya pasangan.'' ''Aku tahu. Makanya aku menitipkannya padamu. Karena kau juga harus menghalau mereka (para pria lajang yang akan berusaha mendekati Anindira),'' sahut Halvir serius. ''Huft...'' Mischa menghela nafas panjang, ''Baiklah, terserah padamu. Apa pun yang aku katakan tidak akan mengubah keputusanmu.'' Mischa pasrah, dia tahu tidak akan bisa mengubah keputusan Halvir yang telah menetapkan wanitanya. Dengan persetujuan Mischa, Halvir merasa puas. ''Dira, jadi anak baik, tunggu aku pulang!'' seru Halvir sambil membelai kepala Anindira kemudian mencium keningnya, ''Kurangi sedikit kenakalanmu selama aku tidak ada!'' bisik Halvir menambahkan pesannya. Anindira yang awalnya merasa romantis dengan kecupan di dahinya langsung menampilkan wajah kesal dengan pesan Halvir. Meski begitu dia tetap sangat ingin memeluk Halvir tapi dia urung melakukannya. Dia gemas menahan diri untuk tidak menariknya karena tidak ingin berpisah. ''Kepala Desa, kutinggalkan dia padamu.'' ''Pergilah, dan kembali secepatnya!'' sahut Mischa sambil menepuk punggung Halvir. Anindira hanya bisa melihat punggung Halvir yang semakin jauh meninggalkannya. Bibirnya bergetar menahan tangis. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD