4 - Seperti Kenal

1362 Words
Bab 4 - Seperti Kenal Ceklek, pintu terbuka. Kirana mengembuskan napas kasar dan gusar kala Ragendra menatapnya tajam di atas kursi roda tepat di sisi tempat tidur king size yang terlihat sangat tebal dan mewah.Pastinya nyaman dan empuk jika ditiduri, ah Kirana jadi mengantuk. “Masuklah, dasar lelet!” gertak Ragendra dengan kesal, karena Kirana hanya berdiri mematung di ambang pintu. “Eh, iya Pak,” sahut Kirana.Dengan cepat dia masuk. “Tutup pintunya!” kali ini nada bicaranya lebih lembut, membuat Kirana merasa aneh. Karena dari awal selalu dibentak - bentak. Ah terserah lah, kan dia majikannya. Bos mah bebaaas! Kirana segera menutup pintu, lalu menghampiri Ragendra. “Perkenalkan dirimu!”perintah Ragendra dengan mata yang menatapnya intens. Kirana bisa melihat ada kilatan aneh dari sorot matanya, seolah ada sesuatu yang disembunyikan, seperti ada kerinduan yang mendalam di sana. Ish, Kirana memaki dirinya sendiri di dalam hati karena bisa-bisanya berpikiran seperti itu. “Nama saya Kirana, Pak. Umur 29 tahun,” jawabnya. “Emh, masih lajang atau sudah menikah?”tanya Ragendra. Kirana termenung sejenak, kemudian dia menjawab dengan pelan. “Lajang,” jawabnya. “Setua ini masih lajang?” Ragendra tertawa renyah, dari sorot matanya terlihat begitu senang. “Sial, dia sedang mengejekku kah? Apa dia pikir aku perawan tua!” ingin rasanya Kirana menabok pria di depannya ini, tapi mana berani dia. Yang ada malah dipecat, padahal saat ini sedang butuh pekerjaan. Akhirnya hanya bisa misuh-misuh dalam hati. “Apa anda sedang mengejek saya perawan tua pak?” tapi akhirnya keluar juga pertanyaan dari mulut Kirana, karena kesal ditertawakan. Ragendra berhenti tertawa. “Memangnya kamu masih perawan ya?” mengerutkan dahi. Uhuk uhuk, Kirana sampai tersedak salivanya sendiri mendengar perkataan Ragendra. Hatinya jadi berdebar keras, jangan-jangan dia memang Ragendra yang sama, dan bukan hanya mirip saja. Dia mulai gemetaran. “Panik? Cemas? Khawatir? Jangan-jangan kamu gadis tapi bukan perawan?” kekeh Ragendra dengan nada mengejek. “Jangan ngaco ya!”ketus Kirana. Ragendra menatapnya lekat, bibirnya tersenyum melihat reaksi Kirana. “Kenapa menatap saya Pak?Ehm saya memang cantik sih.” Kirana mengibaskan rambut panjang hitam yang dia ikat satu di belakang. “Baru sekarang ada pelayanku yang sombong dan tak tahu malu,”kekeh ragendra. Perkataan Ragendra menyadarkan Kirana siapa dirinya. “Maaf Pak!” ujarnya malu. Ragendra mengedikan bahu. “Kemarilah mendekat!” sudah ketus lagi nada bicaranya. Kirana melangkahkan kaki mendekati Ragendra dengan hati berdebar keras, takut pria itu mengenali dirinya. Dia hanya terus berdoa, kalau Dia hanya mirip saja. Tapi, kalau mirip saja, masa nama, wajah dan suaranya bisa sama. Kirana semakin gugup. “Lebih dekat,” kata Ragendra. “I iya pak,” sahut Kirana. Sekarang, dia sudah tepat di depan kursi rodanya. Tanpa disangka, Ragendra menarik pergelangan tangannya. Hingga, Dia terjerembab dan duduk di atas paha Ragendra. “Aww, Pak!” pekiknya kaget. Kirana berusaha bangkit, tapi ditahan oleh Ragendra. Pria itu malah mengendus lehernya.”Wangi vanilla yang kusuka,” ucapnya. Kirana terkejut, dia sampai merinding dibuatnya. “Sepertinya kalau sedekat ini aku merasa pernah kenal kamu,’ sengaja menarik dagu Kirana hingga menghadap ke arahnya. Dan mereka saling bertemu tatap. Kirana gelagapan dan gugup. Sekarang, Dia yakin dia adalah Ragendra yang sama dengan yang pernah bersamanya di masa lalu. Hal itu terlihat dari tanda lahir kecil yang ada di belakang telinganya. Ya, Dia masih ingat itu! Soalnya waktu itu, Dia sengaja menjilatinya tanpa tau malu, ah dia meringis jadi malu sendiri. “Mana mungkin, heheh. Kita baru sekali ini bertemu,” sahut Kirana sambil berusaha berdiri. Tapi, Ragendra malah sengaja memeluknya, dan kembali mengendus lehernya. “Benarkah?Menurutmu begitu? Kita tak pernah bertemu sebelumnya?”terdengar nada kecewa dari cara Ragendra berbicara. “Iya, saya yakin!” dengan lantang Kirana menjawab. “Baiklah kalau begitu!’ Ragendra mengecup leher jenjang Kirana sampai meninggalkan tanda merah di sana. “Pak!’ pekik Kirana, marah. “Dasar m***m!” lanjutnya sambil berdiri. “Apa Aku perlu tanggung jawab? Menikahimu misalnya?” tanya Ragendra dengan semangat. “Eh, tidak perlu pak! Tapi jangan m***m lagi ya!” ketus Kirana. Kirana bisa melihat raut kecewa dari Ragendra. “Eh, Dia kenapa?” gumamnya. “Ehm, Aku ngantuk. Bantu naik ke atas kasur!” ucap Ragendra dengan nada datar. “I iya Pak!” tugas pertamanya dimulai. Dengan cepat, Kirana membantu Ragendra berdiri. Lalu, naik ke atas kasur. Lalu membetulkan kakinya, dan kepalanya agar nyaman. “Selesai. Bagaimana sudah nyaman Pak?” tanya Kirana, tersenyum ramah. “Tidak nyaman,” ketus Ragendra tanpa menatapnya. “Oh, biar saya betulkan bantalnya,” lalu sedikit membetulkan posisi bantal. Grep, lagi-lagi Ragendra menarik tangan Kirana. “Pak! Saya mengundurkan diri saja kalau begini terus!” ancam Kirana. “Memang bisa?” Ragendra mencibir. “Ehm tentu saja bisa,” jawab Kirana cepat. “Apa kamu tidak membaca kontrak kerjamu?” sinis Ragendra. “Tentu saja saya membacanya,” dengan pongah Kirana menyahut, Dia yakin tak ada yang salah. Dia merasa sudah membacanya dengan teliti. “Benarkah? Baiklah kalau begitu kamu pasti tau kan, kalau kamu tidak bisa berhenti sebelum masa kontrakmu habis,” ujar Ragendra sambil memejamkan mata. Kirana tertegun coba mengingat, ah dia ingat itu. Tapi, masa percobaan kan untuk sebulan saja. Rasanya begitu, dia yakin. “Iya saya tahu, untuk masa percobaan sebulan.Setelahnya saya bisa berhenti,” meski tak yakin meninggalkan begitu saja pekerjaan dengan gaji super ini. “Hahaha, kamu tak teliti sungguh bodoh! Masa percobaan memang sebulan, tapi kalau aku suka cara kerjamu, maka kamu langsung terkontrak semauku.Dan aku sudah memutuskan mempekerjakanmu seumur hidup untuk melayaniku,” dengan tanpa beban Ragendra berkata. Kirana tersentak kaget, Dia sampai ingin meremas muka ganteng bos yang menyebalkan yang ada di hadapannya ini. “Tapi saya tak berniat jadi babu seumur hidup!” suaranya memang pelan, tapi mengisyaratkan kemarahan. Tak terdengar kata apa pun dari mulut Ragendra, pria itu tampak memejamkan mata dengan tenang. Membuat Kirana semakin jengkel, dan memutuskan duduk saja di atas sofa tunggal sambil menatap bosnya lekat-lekat. “Ah, semakin dilihat, dia semakin tampan saja,” gumamnya, dia menggelengkan kepala.Tak menyangka bisa terlibat dengan pria kaya yang ternyata ada hubungan dengan masa lalunya. “Kalau kamu mengantuk, tidur sini di sampingku!” tiba-tiba, mata indah tajam itu sudah terbuka dan menatapnya. “Untung saja saya tidak mengantuk,” sahut Kirana dengan cepat. Bosnya sungguh modus sekali. Ah, dia merasa sangat cantik kalau begitu kan. Bibirnya tiba-tiba saja tersenyum lebar seperti kuda. “Jangan geer kamu! Jangan merasa cantik dan baper!” lagi-lagi, Ragendra mengeluarkan bisanya. Ribuan kupu-kupu yang tadinya sedang riang beterbangan di taman bunga hati Kirana, kini langsung menghilang. “Mulut anda sungguh pedas Tuan!” sahut Kirana dengan jengkel, dia mengembuskan napas kesal dengan tangan terkepal. Malu, itulah yang dia rasakan saat ini. “Its me,” sahut Ragendra, lalu kembali memejamkan mata. Kali ini, sepertinya Ragendra benar-benar tertidur. Hal itu terlihat dari caranya bernapas dengan teratur. Kirana mengamati seisi kamar, tak ada foto seorang wanita pun di kamarnya. Sehingga, Dia yakin Ragendra masih jomblo. Sudut bibirnya tersenyum. Sempat terbersit dalam pikirannya kalau Ragendra sengaja menunggu kedatangan dirinya dalam hidupnya. Aaah, Kirana sampai menjerit-jerit pelan dan menjatuhkan diri ke lantai yang ada karpet bulu tebalnya. Lalu bergulingan seperti orang tak waras, tangannya memeluk dirinya sendiri. Dicintai pria tampan dan tajir melintir siapa yang kuat! “Hahaha, apa aku gila? Sampai punya khayalan setinggi langit! Sadar dirilah kamu Kirana!” makinya dalam hati. “Enak sekali Aku kerja, cuma rebahan gini menunggu Tuan Bos bangun tidur dapat gaji besar pula, hahaha,” sampai geleng-geleng kepala dan terkekeh sendiri Kirana. Saat sedang menikmati pekerjaannya yang sebenarnya kurang kerjaan itu, terdengar suara pintu diketuk dari luar. Tok tok tok Kirana langsung bangkit, rambutnya sudah sedikit berantakan dengan mata terlihat agak sayu karena memang mengantuk, efek dari berkhayal tingkat dewa. Tanpa merapikan diri, karena memang tidak sadar, Kirana pun segera menuju pintu dan membukanya. Ceklek Tampak seorang wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai yang memakai dres warna hijau sage yang memperlihatkan sebagian paha putih mulus dan menonjolkan d**a ukuran besarnya, berdiri dan menatap heran kepada Kirana. “Kamu pelayan baru?” tanya wanita itu dengan pongahnya. Kirana tak langsung menjawab, dia malah tertegun menatap wanita cantik itu dengan tatapan tak suka. Kenapa dia?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD