5 - Siapa Wanita itu?

1633 Words
Bab 5 - Siapa Wanita itu? “Hey ditanya malah plonga-plongo!” setengah membentak, wanita itu berkata. “Ehm, Iya saya pelayan baru Tuan Gen,” jawab Kirana dengan agak ketus. Wanita itu menatapnya jengkel. “Pelayan kok gak tau sopan santun! Dengar, aku ini calon nyonya besar di rumah ini! Calon istri Gendra! Jadi kamu sudah sepantasnya menghormatiku!” lalu menabrakan dirinya ke bahu Kirana dan masuk ke dalam kamarnya. Sedetik kemudian wanita itu membalikan badan dan menatap Kirana marah. “Kalian habis ngapain hah?” ucapnya dengan mata melotot. Kirana yang kesal pun menjawab asal. “Tidak ada, hanya membantu Tuan Gendra naik ke atas ranjang, lalu membantunya tidur,” kali ini nada bicaranya sedikit lebih ramah. Mendengar kata membantu naik ke atas ranjang dan tidur membuat wanita yang mengaku sebagai calon istri Ragendra itu langsung meradang. “Dasar murahan! Kamu pasti sengaja menggodanya agar dapat uang banyak kan! Sana keluar kamu! tidak usah kerja di sini lagi!’ mendorong Kirana sampai nyaris jatuh. Beruntung, Kirana secara spontan langsung memegangi wanita yang memakai sepatu hak tinggi itu. Al hasil bukan Kirana yang jatuh, malah wanita itu yang terhuyung dan akhirnya jatuh tersungkur karena sepatu hak tinggi yang dipakainya membuat dia tak bisa menyeimbangkan diri. Aww Pekik wanita itu cukup kencang. Sementara, Kirana hanya menyengir dan meringis sambil berusaha menahan tawa. “Adu, pasti sakit,” gumamnya sangat pelan. “Ada apa ini?” Ragendra ternyata sudah membuka mata dan duduk di atas kasur. “Gen, pelayan barumu itu sungguh jahat. Dia mendorongku sampai jatuh! Pecat dia!” dengan nada merajuk wanita itu langsung berdiri dan berjalan terpincang-pincang menghampiri Ragendra. Kirana hanya melongo mendengar perkataan wanita yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Ragendra menatap tajam ke arah Kirana, sampai wanita itu merasa ciut dan menundukkan kepala. “Gen,” dengan manja wanita itu memanggil nama Ragendra, bahkan naik ke atas tempat tidur dan langsung memeluknya dengan erat. “Pelayanmu tak tahu diri, mendorongku sampai jatuh. Peca dia,” makin manja suaranya diiringi drama tetesan air mata. Ragendra masih dalam posisi yang sama, tidak melarang atau pun membolehkan apa yang dilakukan wanita itu. Hingga, Kirana mendongak dan melihat ke arah keduanya. Entah kenapa, tapi Kirana merasa enek melihat adegan mesra itu. “Kenapa kamu mendorongnya?” tanya Ragendra dengan nada datar. Mendengar hal itu membuat hati Kirana merasa sedih, matanya sudah berkaca-kaca dan bibirnya bergetar. Ia merasa sedang dimarahi oleh Ragendra. Kenapa kamu harus sedih dimarahi bos mu? Tentu saja, dia akan membela calon istrinya bukan kamu Kirana! Itu yang ada dalam hatinya. Kirana mengulas senyuman yang ia paksakan dan mengatakan sesuatu yang membuat wanita yang mengaku calon istri Ragendra itu tersenyum lebar. “ Saya minta maaf karena sudah membuat calon istri anda jatuh,” ucapnya. Kemudian membalikkan badan hendak keluar dari kamar. “Mau ke mana/” terdengar nadakesal dari suara Ragendra. “Baru hari pertama sudah banyak drama,” gumam Kirana diiringi helaan napas pelan. Dia kembali membalikkan badan, kembali mengulas senyuman. Namun, dia tak berani bersitatap dengan tuannya itu. “Saya mau keluar, tak mau mengganggu anda berdua,” jawabnya sesopan mungkin. “Loli, kamu tunggu dulu Aku di ruang tamu. Aku mau bicara dengan…ehem pelayanku sebentar,” ujar Ragendra dengan mata yang menatap wanita bernama Lolita itu. Lolita tersenyum manja. “Oke, Aku akan menunggumu,” lalu melepaskan pelukannya dan turun dari tempat tidur. Lolita melangkahkan kakinya dengan seksi, dan sengaja menghampiri Kirana. “Siap-siap untuk dipecat!” bisiknya dengan sinis, lalu keluar dari kamar. Kirana hanya mengembuskan napas pelan, Dia sedang berusaha agar tak terpancing emosi oleh Lolita yang menurutnya sangat menyebalkan itu. “Kemarilah!” Ragendra menatap lekat Kirana. Tanpa bicara, Kirana langsung menghampiri dan berdiri tepat di depannya. “Bantu Aku duduk di kursi roda,” ujarnya dengan nada kesal. Lagi-lagi, tanpa bicara Kirana langsung bergerak cepat. Mendorong kursi roda agar mendekat ke arah samping tempat tidur, lalu meraih lengan Ragendra dan membantunya turun dan duduk di atas kursi roda. Ragendra yang sudah duduk diatas kursi roda menatapnya intens. “Kamu kenapa?” tanyanya. Tapi, Kirana sangat malas menjawabnya. Sehingga lebih memilih diam saja. “Kiran!”bentak Ragendra yang kesal karena tak digubris. “Iya Tuan! Saya siap dipecat!” sahut Kirana lantang, tapi kepalanya tertunduk dan matanya menatap lantai dengan fokus. “Siapa yang mau memecat kamu?” bibir Ragendra mengukir senyum. Kirana mendongak. “Calon istri anda yang bilang,” rasanya lidahnya terasa berat saat menyebutkan calon istri, dan tenggorokannya terasa serak. “Kamu mau nangis?” tanya Ragendra dengan berusaha menahan tawa. “Kenapa? Cemburu?” tanyanya lagi, kali ini dia benar-benar tertawa. Kirana semakin merasa sesak di dalam d**a, merasa ditertawakan dan diejek oleh Ragendra. “Kenapa saya harus cemburu kepada anda Tuan? Lagipula saya sudah punya kekasih,” sahutnya cepat dan sedikit membentak. Ragendra tertegun sejenak mendengar perkataan Kirana, raut wajahnya tampak muram dan Dia segera membuang muka ke arah lain. “Aku hanya bercanda,” ujarnya. Suasana mendadak terasa canggung. Kirana jadi merasa bersalah, karena dialah yang membuat suasananya tidak nyaman. “Tuan, saya…” Kirana merasa bingung juga saat mau bilang kalau dia juga hanya bercanda saja. Akhirnya memilih diam. “Aku mau kamu minta maaf pada Loli,” ujar Ragendra setelah beberapa saat hening. “Baiklah,” tanpa membantah, Kirana langsung menyetujui. Ragendara menatapnya tajam. “Apa kamu tak mau melakukan pembelaan dulu?” tanya Ragendra dengan sedikit jengkel. “Pembelaan? Apa untungnya untuk saya? Saya rasa anda akan menganggap semua yang dikatakan Nona Loli adalah benar. Dan sebagai pelayan, saya yang salah,” jawab Kirana dengan lantang dan nyerocos tanpa jeda. “Kamu bicara sangat cepat membuatku sakit kepala saja,” kekeh Ragendra dengan nada ejekkan. Kirana hanya mencibir dalam hati. “Dasar Bos tidak peka, menyebalkan dan menjengkelkan!” saat ingat Lolita yang mengaku calon istri Ragendra, tiba-tiba saja dia melow. “Ada apa denganku? Apa karena Aku dan Dia pernah melakukan itu di masa lalu? Jadi, Aku merasa berhak atas dirinya? Ah sial, kenapa pula kami bertemu lagi? Dia pastinya juga sudah melupakan itu semua. Apalagi kejadian itu sudah lama,” dalam hatinya, Kirana terus menggerutu. “Kenapa ngelamun?” tanya Ragendra. “Hanya rindu calon suami saya,” sahut Kirana asal. Ragendra meremas roda kursi rodanya dengan kuat. “Pulang sana biar ketemu pacarmu itu!” ujarnya kesal. “Wah anda sungguh perhatian Tuan! Terima kasih ya, saya akan segera pulang meneleponnya dan memintanya datang ke rumah untuk melepas rindu,” dengan ceria Kirana berkata. Bahkan bibirnya tampak mengukir senyuman dan matanya berbinar. Rahang Ragendra tampak mengetat. “Kalau begitu saya pulang dulu ya Tuan. Selamat bersenang-senang dengan Nona Loli, oh saya akan mampir untuk minta maaf dulu,” ujarnya dengan ceria. Ragendra tak bicara, dia melajukan kursi rodanya dengan cepat hendak keluar dari kamar. Kirana panik, “ bagaimana kalau anda jatuh Tuan!” segera mengambil alih kursi roda. “Apa pedulimu dengan Aku!” sahut Ragendra datar. “Tentu saja saya peduli, karena Anda orang yang menggaji saya,” jawab Kirana. Ragendra hanya mendesis. Mereka keluar menuju ruang tamu. “Gen!” panggil Lolita, langsung mendekat ke arah Ragendara dan mengambil alih kursi roda dari tangan Kirana. “Kamu sudah memecatnya?” dengan mata berbinar penuh keyakinan. “Kenapa Aku harus memecatnya? Aku tak mau rugi!” jawab Ragendra. Lolita mendelik kepada Kirana dengan jengkel. Kirana hanya tersenyum jahat kepada wanita manipulatif itu. Chup Lolita langsung saja mengecup kilat bibir Ragendra tanpa izin. Raut wajah Ragendra tampak tegang, dia sempat melirik sekilas ke arah Kirana. Dan, sempat terlihat oleh sudut matanya, kalau Kirana menunjukkan raut kesal dan segera menundukkan kepala. Ehm ehem, Ragendra berdehem beberapa kali. “Nona Loli, saya minta maaf atas kejadian tadi yang telah membuat Anda terjatuh,” ucap Kirana saat teringat perintah Ragendra yang menyuruhnya meminta maaf. Ragendra fokus menatap Kirana. Sementara, Lolita tersenyum sinis. “Karena Aku baik, Aku memaafkan kamu,” ujarnya, merasa senang dengan permintaan maaf Kirana. Kirana hanya mencibir kesal dalam hati. “Wanita ini sungguh tak pantas untuk Tuan Gendra!” “Lalu, siapa yang pantas? Kamu?” Kirana sampai memaki dirinya sendiri dengan apa yang ada dalam benaknya. Tuannya sungguh membuat kewarasannya berkurang banyak, “ah sial sekali, kenapa Aku bertemu dengannya lagi sih!” raungnya dalam hati. Krin kring Terdengar bunyi nada dering di ponsel Kirana. Kirana merasa tak enak, sehingga memilih tak menjawabnya saja. “Terima panggilan itu! Siapa tau penting!” ujar Ragendra. “Iya Tuan.” Kirana sudah merogoh ponselnya, menggeser tombol hijau dan hendak keluar dari ruang tamu. Tapi, Ragendra melarangnya, “terima di sini panggilan itu!” dengan tegas dan setengah membentak, dia berkata. Kirana mengembuskan napas kesal. “Baik Tuan,” ucapnya meski jengkel. Kenapa, Dia sok ngatur hidupnya sih! Iya dia adalah pelayannya! Tapi, dirinya juga punya privasi kan? Tidak semuanya harus dia yang mengatur, walau dia bosnya. Dalam hati, Kirana hanya menahan jengkel. “Kak Dimas? Saya masih di tempat kerja Kak. Tapi akan pulang sekarang kok, tunggu saja di rumah ya. Sampai ketemu,” ujar Kirana dengan ramah. Ragendra menatap Kirana kesal. Telinganya tiba-tiba terasa panas mendengar perkataan Kirana yang begitu lembut kepada lelaki di seberang teleponnya. “Saya pamit dulu Tuan. Bukankah tadi Anda sudah menyuruh saya pulang cepat?” dengan senyuman yang terukir, Kirana berkata. “Hem,’ hanya itu yang keluar dari mulut Ragendra. Kirana pun bergegas pulang setelah mengambil tas selempang miliknya yang tertinggal di dalam kamar Ragendra. Setelah Kirana pergi, Ragendra menghubungi Deri. “Cepat antar Aku sekarang!’ dengan nada tak mau dibantah. “Baik Pak!” sahut Deri dari balik telepon, dia merasa mood Tuannya sedang memburuk. “Apa yang dibuat Pelayan baru itu sehingga membuat Tuan marah?” gumamnya Deri pelan. Dia bergerak cepat membereskan meja kerjanya, dan keluar dari kantor untuk memenuhi panggilan sang bos. “Sayang, kenapa kamu terlihat kesal?” ujar Lolita. Ragendra menatap Lolita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD