Ningsih pamit pulang terlebih dahulu, "Kang, aku duluan ya, hari sudah mulai gelap."
"Iya, iya, silahkan. Hati-hati di jalan," Bagas tergagap.
Bagas menyusul pulang setelah Ningsih berlalu beberapa saat.
Sesampainya di rumah bertepatan dengan waktu maghrib tiba. Segera Ningsih membersihkan diri lalu shalat dengan khusyuk. Selepas shalat ia berdoa agar suaminya cepat kembali. Lalu aktifitas ia lanjutkan dengan membaca Al-Qur'an dan menghafalkannya. Ia melakukan wejangan dari suaminya agar lebih dekat dengan Al-Qur'an dengan membaca dan menghafal.
Sudah kurang lebih satu tahun ia berusaha untuk konsisten menghafal Al-Qur'an. Dulu hafalan dimulai dari Surat Maryam, sebab di surat itu banyak menceritakan kisah wanita mulia Maryam ibunda Nabi Isa, juga kesabaran Nabi Zakariya yang belum memiliki keturunan sampai di usia tua.
Ia sudah menyelesaikan hafalan Surat Maryam, tinggal me-muraja'ah (mengulang) hafalannya agar tidak lupa. Ia juga berusaha memahami maknanya agar bisa meresapi kandungan tiap ayat yang dibaca.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
كٓهٰيٰـعٓـصٓ
Kaa~f Haa Yaa 'aii~n-shaa~d
1. Kaf Ha Ya 'Ain Shad
ذِكۡرُ رَحۡمَتِ رَبِّكَ عَـبۡدَهٗ زَكَرِيَّا
Dzikru rahmati rabbika 'abdahuu Zakariyyaa.
2. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
اِذۡ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَآءً خَفِيًّا
Idz naadaa rabbahuu nidaa~an khafiyyaa.
3. (yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
قَالَ رَبِّ اِنِّىۡ وَهَنَ الۡعَظۡمُ مِنِّىۡ وَاشۡتَعَلَ الرَّاۡسُ شَيۡبًا وَّلَمۡ اَكُنۡۢ بِدُعَآٮِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا
Qaala rabbi inni wahanal 'adzmu minnii wasyta'ala ra'su syaibaa, walam akummbidu'aa'ika rabbi syaqiyyaa.
4. Dia (Zakaria) berkata, "Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.
وَاِنِّىۡ خِفۡتُ الۡمَوَالِىَ مِنۡ وَّرَآءِىۡ وَكَانَتِ امۡرَاَتِىۡ عَاقِرًا فَهَبۡ لِىۡ مِنۡ لَّدُنۡكَ وَلِيًّا ۙ
Wa innii khiftul mawaaliya miwwaraa~ii wakaanatimra'atii 'aaqiraa, fahablii milladunnka waliyyaa.
5. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu,
.
.
.
Ia melafalkan perlahan ayat demi ayat dengan penuh penghayatan, hingga sampai pertengahan surat ia menangis.
Ia merasa malang sebab belum diberi karunia keturunan.
Namun segera ditepisnya berbagai pikiran-pikiran negatif yang bisa menjatuhkan semangatnya.
Selepas isya ia mulai mempersiapkan barang pes anan pel anggan dan titipan di tempat lang ganan. Pe sanan mulai banyak, ia mengemas hingga larut malam. Beruntung persediaan kue kering, aneka keripik dan kerupuk masih ada.
Telepon masuk berdering nyaring, pertanda Danu yang menelepon, ia segera menjawabnya.
"Assalamu'alaikum warahmatullah, haloo, Mas Danu," jawab Ningsih bersemangat.
"Wa'alaikumsalam warahmatullah, lagi ngapain, Dik?" tanya Danu dari seberang.
Sebuah suara yang lembut dan menyejukkan hatinya.
"Biasa, Mas, lagi nyiapin pesanan pelanggan. Alhamdulillah sudah banyak pesanan," sahut Ningsih sambil menulis nama-nama pemesan di label untuk ditempel di plastik.
"Sudah larut lho, Dik. Istirahat dulu, besok lanjut lagi, nanti kamu sakit," ujar Danu menasihati.
"Iya, Mas, sedikit lagi. Nanggung nih, tinggal sedikit." Ningsih terus menyelesaikan pekerjaannya.
"Mas, jadi pulang, kan?" tanya Ningsih memastikan kepulangan suaminya.
"In syaa Allah jadi, Dik. Mas sudah beli tiketnya masa nggak jadi. Kamu sabar ya di sana, perbanyak aktifitas kebaikan, jangan suka ngelamun, ikutan gosip, pokoknya jangan berbuat sesuatu yang bikin nyesek hati," ujar Danu lagi.
"Iya, Mas, aku tuh sering baper kalau ibu-ibu pada ngomongin kita, apalagi kemarin ketemu Diah, aku jadi sedih," rajuknya manja.
"Tuh kan, Mas bilang apa..., banyak-banyak berdoa. Oya gimana kabar Pak Lik dan keluarga?" Danu segera mengalihkan pembicaraan.
"Alhamdulillah semuanya baik, Mas. Indra, si anak paling tua sudah lulus SMA dan dapat beasiswa kuliah di kota. Aku belum sempat ngasih hadiah buat dia. Oya, ladang yang mereka kelola juga semuanya subur, hijau, seger banget dipandang," tutur Ningsih penuh semangat.
"Syukurlah kalau gitu. Kalau ke sana sampaikan salamku buat mereka," pesan Danu.
Mereka terus bercerita hingga tidak terasa pekerjaan Ningsih sudah selesai. Mereka menyudahi pembicaraan setelah sadar jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam.
Danu adalah anaknya Pak Sarmin sahabat baik ayah Ningsih.
Dulu sebelum mereka menikah, dia sering ke rumah membantu Pak Radiman ---ayah Ningsih--- mengerjakan berbagai pekerjaan ringan. Usia mereka yang jauh berbeda membuat Ningsih tak tertarik sedikitpun padanya.
Ketika Danu datang ke rumah Ningsih, ia lebih sering bersama Pak Radiman. Jika melihat gadis itu -yang waktu itu masih kecil- dia selalu menggoda dan membuatnya menangis.
Ketika Pak Radiman sakit, beliau dan ayah Danu sepakat untuk menikahkan Danu dan Ningsih setelah mereka cukup dewasa karena waktu itu usia mereka masih belia, Ningsih lima 15 tahun dan Danu 25 tahun.
Ketika Pak Radiman meninggal, hanya ibunya yang merawat Ningsih dengan segala keterbatasan kehidupan di Desa. Sang Ibu hanyalah seorang ibu rumah tangga yang selama ini bergantung pada suaminya.
Karena tekanan kehidupan yang berat, ibunya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Waktu itu usia Ningsih sudah delapan belas tahun. Jadi selang tiga tahun kepergian ayah, ibunya pun menyusul pergi.
Sebelum kepergian sang ibu, mereka menikah secara sederhana dan hiduplah mereka berdua di rumah peninggalan orang tua Ningsih.
Ketika mereka memulai kehidupan sebagai suami istri, Ningsih mendapati Danu adalah sosok yang sangat tepat untuknya. Menggantikan posisi ayahnya memberikan kehidupan yang nyaman dan bahagia meskipun waktu itu serba kekurangan.
Danu bekerja keras mengurus kebun dan ladang, menanam berbagai sayuran dan buah-buahan. Ningsih sering bergelayut manja di pundak suaminya saat ia pulang kerja dan dia membelai rambut sang istri dengan penuh kasih sayang.
Dia sangat sabar menghadapi segala tingkah laku Ningsih yang masih kekanak-kanakan dan manja.
Satu tahun usia pernikahan mereka, Pak Sarmin, Ayah Danu, jatuh sakit yang menyebabkan kematiannya. Jadilah mereka berdua hidup tanpa didampingi orang tua di usia rumah tangga yang masih muda.
***
Tanggal 19-nya, Ningsih mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kepulangan Danu.
Rumah dibersihkan dan dihias dengan cantik. Tanaman-tanaman diperiksa satu per satu agar tidak ada hama dan serangga menempel di dedaunan agar suaminya senang melihat keindahan kebun hidroponik yang dia tanam.
Berkali-kali ia melihat ponselnya, kalau-kalau suaminya menelepon. Ada rasa was-was jangan-jangan dia tidak jadi pulang, sebab sudah berkali-kali gagal pulang.
Ketika sedang beres-beres, Winda datang membawa kantong plastik berwarna hitam, entah apa isinya. Dia langsung duduk di kursi tamu sambil mengangkat kaki ke atas kursi. Dia memang orang yang cuek.
"Bantuin dong, enak banget nongkrong doang."
"Aku lihat sudah bersih dan cantik, kok. Jadi tidak perlu lagi dibantu. Kamu istirahat sini, ini aku bawakan buah sawo yang baru pertama kali panen," ujarnya sambil mengupas sebuah sawo.
Melihat buah yang langka itu, Ningsih segera ikut duduk dan mengambil sebuah sawo yang berukuran paling besar.
"Kamu sudah pulang jam segini, Win?"
"Udah, beberapa hari Bidan Anggi lambat terus datangnya, jadi hari ini dia suruh aku pulang cepat untuk istirahat."
Mereka terus bersama di rumah Ningsih sampai sore. Mereka juga shalat bersama dan makan bersama. Ningsih sangat senang punya sahabat yang mau meluangkan waktu untuk menemaninya.
Setelah Winda pulang, diteleponnya Danu, namun ponselnya tidak aktif.
'Mungkin dia lagi sibuk,' sebuah kalimat ampuh yang selalu membuatnya tetap tenang dan tidak berpikir negatif.
Bersambung...
Terima kasih banyak semuanya... masih setia membaca hingga part ini...
Kalian adalah penyemangat terbaikku...
Love you all, big hug for you all...
See you at the next chapter...
Note:
✓ Tekan Love untuk yang belum tekan ya, yuk beri semangat penulis dengan love-nya.
✓ Ramaikan komentar biar aku makin semangat update, klik tanda kotak di ujung bawah.
✓ Bantu share sebanyak-banyaknya ya.
✓ Terkait maraknya tindakan ilegal memperjualbelikan ebook/PDF n****+ online dan plagiarisme, aku buat note tambahan :
Cerita ini hanya terbit di Platform Dreame dan Innovel, jika ada yang memperjualbelikan ebook/PDF n****+ ini atau menerbitkannya di luar Platform ini berarti tindakan ilegal yang wajib dilaporkan. Dan penjual maupun pembeli ebook/PDF ilegal dan plagiator tidak akan mendapat keberkahan di dunia dan akhirat, karena sangat merugikan penulis.