Kepulangan yang Gagal

1241 Words
Danu menepikan mobil yang dikendarainya di sebuah POM bensin. Seorang wanita di sebelahnya sibuk memainkan ponselnya. Danu tidak mempedulikannya. "Apa kamu sudah melakukan yang aku perintahkan?" tanya wanita itu. "Sebentar malam," jawab Danu singkat. Wanita itu hanya tersenyum sinis. Danu kembali mengendarai mobil di jalan raya. Pikirannya kalut memikirkan sang istri yang sudah sangat ia rindukan. Ia memikirkan cara bagaimana agar bisa mengatakannya tanpa harus menyakiti hati sang istri. Ia memarkirkan mobil di depan kantor tempatnya bekerja. Sebuah bangunan megah berlantai sepuluh bertuliskan 'Makmur Logistik'. Danu memasuki ruang kerjanya di lantai empat, sedangkan wanita tadi memasuki ruangan di sebelahnya. Lalu menghempaskan tubuhnya di atas kursi yang empuk. Kedua tangannya meremas rambutnya yang tersisir rapi menjadi berantakan. Ia membayangkan masa-masa dulu ketika masih di kampungnya, ah, seandainya dia tidak masuk ke perusaan ini, seandainya ia tidak pergi ke kota..., pikirannya berkecamuk. Ia teringat, saat Ningsih menyambut kedatangannya saat pulang kerja, suasana yang hangat dan menyenangkan, meskipun hidup apa adanya, tidak ada kemewahan, tapi mereka bahagia. "Mas, capek?" Pertanyaan yang sering ditanyakan Ningsih setiap malam, lalu mengurut lengan Danu. "Tadi capek, tapi pas liat kamu langsung hilang capeknya," jawab Danu menggoda. Ningsih mencubit lengan yang tadi diurutnya, Danu meringis kesakitan. Waktu menunjukkan pukul 15.00 sore, ia segera mengemasi kertas-kertas kerjanya dan bersiap pulang. Sebuah pesan masuk dibukanya. "Aku tunggu kabar baikmu. Ingat, posisimu saat ini karena kebaikanku, jadi jangan lupakan itu!" Danu menutup ponselnya cepat-cepat, ia tidak ingin melihat pesan itu lagi. Setelah semuanya beres, ia langsung pulang ke rumahnya. Rumah Danu terletak di pinggiran kota. Rumah itu adalah kontrakan murah yang ia sewa pertahun. Meskipun sederhana, sudah cukup baginya untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Tidak ada yang istimewa di dalam rumah itu, hanya beberapa perabotan sederhana yang memang dibutuhkan oleh seorang lelaki sepertinya. Azan ashar berkumandang, ia pun bergegas menuju masjid untuk shalat berjamaah. Sepulang dari masjid, ia merebahkan dirinya di atas kasur. Mengingat-ingat segala hal yang telah dilaluinya bertahun-tahun hidup di perantauan. Ia hanyalah tamatan SMA, hanya karena kebaikan Yang Maha Kuasa ia mendapat pekerjaan yang layak di perusahaan Makmur Logistik. Awalnya semua baik-baik saja, dengan posisi hanya sebagai kepala gudang ia sudah bersyukur karena ia merdeka, bebas melakukan apapun yang diinginkannya. Tapi, itu semua berakhir setelah pertemuannya dengan wanita itu. *** Pak Lik, satu-satunya keluarga Ningsih yang sama-sama tinggal di desa itu, menelepon, menanyakan kepulangan Danu. Setelah mendengar penjelasan Ningsih, mereka berjanji akan datang ke rumah besok pagi. Karena kelelahan, Ningsih segera tertidur. Entah pukul berapa tiba-tiba suara nada panggilan telepon membangunkannya. Masih setengah sadar ia langsung menjawabnya. "Haloo," jawab Ningsih disela kantuknya. "Sayang, aku minta maaf...," suara di seberang terdengar parau dan bising. Mendengar suara dan ucapan itu Ningsih langsung terbangun dan tidak jadi mengantuk. "Penerbangan besok dibatalkan karena ada peraturan baru dari pemerintah yang baru rilis tadi, jadwal penerbangan baru belum keluar, maaf...maaf...yang sangat dalam, sayang," ucap Danu dengan nada penuh penyesalan. Ningsih langsung lemas mendengar kabar itu. Segala yang dipersiapkannya menjadi sia-sia. Yang lebih parah adalah hatinya terasa begitu sakit bagai diiris berkeping-keping. Padahal dia sudah sangat berharap kali ini suaminya benar-benar pulang. "Haloo, Dik...," panggil Danu. Suara bising masih terdengar, sepertinya dia di tempat ramai. Ningsih segera tersadar. "Apa...apa...itu artinya...Mas gagal lagi pulang?" tanya Ningsih tak percaya sambil terisak. Dadanya begitu sesak. "Iya, Dik. Maafkan Mas sekali lagi, ya, ini semua bukan keinginan kita," ucap Danu dengan suara serak menahan tangis. "Sudah dulu ya, nanti aku telepon lagi kalau sudah di rumah. Sekarang aku masih di kantor penerbangan," ucapnya lagi mengakhiri telepon. Ningsih masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Rasanya dunia berhenti berputar. Ia membaringkan tubuhnya kembali dengan lunglai. Segera ia mengirim pesan pada Pak Lik dan Winda bahwa penerbangan dibatalkan dan Danu tidak jadi pulang. Sepertinya mereka semua sudah tidur, tidak ada satupun yang membaca pesan Ningsih. "Ah biarlah, besok pasti mereka baca," pikir Ningsih. Ia kembali membaringkan tubuhnya, namun meskipun sekuat tenaga berusaha memejamkan mata, rasanya mustahil akan terpejam dengan kondisi hatinya tidak sedang kacau-balau. Ia menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya sambil terisak hebat hingga selimut yang menutupinya turut bergetar. *** Sementara itu Danu menangis terisak karena harus membohongi istrinya. Ia masih belum siap jika harus kembali saat itu. Tiket penerbangan yang sudah dibelinya terpaksa dia batalkan. Tentu saja semua itu karena ancaman wanita itu setelah mengatahui Danu mengambil tindakan di luar pengetahuannya. Malam itu ia tidak bisa tidur memikirkan apa yang terjadi pada Ningsih. Bahkan ia tidak sanggup mendengarkan kata-kata istrinya di telepon. Ia bertekad, jika ia punya kekuatan sedikit saja, ia pasti akan melawan wanita jahat itu. Pasti! *** Pagi-pagi sekali Pak Lik, Bu Lik dan Indra sudah di depan rumah Ningsih. Ningsih yang sudah siap di depan rumahnya mempersilahkan mereka masuk. Tidak lama berselang Winda juga datang. "Kenapa bisa dibatalkan, Nduk, bukannya tiketnya sudah dibeli?" tanya Pak Lik. "Katanya ada perubahan baru dari pemerintah, Pak Lik, jadi dibatalkan. Aku juga tidak tau kenapa pemerintah begitu," jawabnya murung. Mata Ningsih sembab karena menangis semalaman. Winda mengusap-usap punggung Ningsih menenangkan hatinya. "Iya, Pak Lik, kalau penerbangan memang harus atas izin pemerintah, mungkin ada peningkatan yang sangat besar korban yang terkena wabah, jadi terpaksa dibatalkan," Winda berusaha menjelaskan situasinya. "Jadi kapan lagi suamimu pulang?" tanya Pak Lik dengan nada kesal. "Belum ada jadwal baru katanya." Ningsih terisak, ia kembali menangis. "Ya sudah, jangan sedih, jangan menangis lagi. Danu pasti pulang, tinggal tunggu waktu yang tepat. Mungkin kalau sekarang pulang akan berbahaya di perjalanan," ujar Pak Lik menenangkan. Ningsih menjadi lebih lega mendengar ucapan Pak Lik. "Kalau begitu, kami pulang dulu, kabari kalau ada berita dari Danu. Kamu baik-baik di rumah, ya, jangan menangis lagi," ujar Pak Lik lagi. Ningsih hanya mengangguk pelan. Ningsih menyandarkan kepalanya ke bahu Winda. Dia adalah satu-satunya orang yang saat ini paling mengerti dengan Ningsih. "Sabar, Win, semua pasti baik-baik saja. Ayo kita masuk." Winda memenangkan. Ningsih hanya menurut. Di dalam, Ningsih pun hanya berbaring, seperti tidak ada aura kehidupan pada dirinya yang selaku ceria itu. Winda membuka-buka penutup makanan, aneka makanan terhidang di meja. Berbagai lauk pauk, cemilan, buah-buahan tertata dengan rapi di atas meja. Ia menggelengkan kepalanya melihat semua itu. "Kasihan Ningsih," gumamnya pelan. Ia mengambilkan makanan untuk Ningsih sekaligus dia juga ikut makan. Tetapi Ningsih menolak untuk makan. "Kalau kamu ada urusan, pergilah, Win, aku tak apa. Aku hanya lelah dan ingin istirahat," ucap Ningsih. Menjelang siang barulah Winda pulang. Ia membawa sebagian makanan yang melimpah ruah itu ke Pustu. Sepeninggal Winda, hanya Ningsih sendirian di rumah. Ia duduk di atas ranjangnya. Dilihatnya ada sebuah gunting tergeletak di atas meja, ia menatap lekat gunting itu. Ia membayangkan seandainya ia menghilang dari dunia ini mungkin hatinya tidak akan sakit lagi, mungkin Mas Danu akan langsung pulang mencarinya. Kepala Ningsih terasa berat, akhirnya ia hanya bisa berbaring dan menutup mata. Bersambung... Terima kasih banyak semuanya... masih setia membaca hingga part ini... Kalian adalah penyemangat terbaikku... Love you all, big hug for you all... See you at the next chapter... Note: ✓ Tekan Love untuk yang belum tekan ya, yuk beri semangat penulis dengan love-nya. ✓ Ramaikan komentar biar aku makin semangat update, klik tanda kotak di ujung bawah. ✓ Bantu share sebanyak-banyaknya ya. ✓ Terkait maraknya tindakan ilegal memperjualbelikan ebook/PDF n****+ online dan plagiarisme, aku buat note tambahan : Cerita ini hanya terbit di Platform Dreame dan Innovel, jika ada yang memperjualbelikan ebook/PDF n****+ ini atau menerbitkannya di luar Platform ini berarti tindakan ilegal yang wajib dilaporkan. Dan penjual maupun pembeli ebook/PDF ilegal dan plagiator tidak akan mendapat keberkahan di dunia dan akhirat, karena sangat merugikan penulis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD