Part 03

1628 Words
Ayin mengambil duduk dipojok kanan kelas yang membuat dirinya merasa terkucilkan, namun tidak mengurangi kepintaran yang dimiliki oleh Ayin. Masih beruntung, selama sekolah di sini seminggu lebih, tak ada yang meminta tugasnya alias nyontek. Anak-anak kelasnya akan asik dengan dunia sendiri, mengerjakan PR berkelompok setiap paginya. Ayin mentap bangku di depannya yang kosong. Sedari kemarin dirinya penasaran akan penghuni bangku kosong di depannya, teman sekelasnya bilang kalau bangku itu milik murid lelaki paling tampan dan berandalan. Ayin tidak pernah tahu siapa itu Keanu-Keanu yang sering dikatakan oleh temannya, ia hanya akan diam dan menyimak setiap mereka berbicara tanpa ikut campur dan menimbrung. Jangankan menimbrung, mendekat saja rasanya membuat Ayin tak ingin. Bukan. Bukan Ayin sombong dan tidak mau berteman dengan mereka, namun memikirkan penampilan cupunya di sekolah membuat Ayin tak percaya diri untuk bergabung dengan mereka. Ayin membuka buku pelajarannya, mulai membaca ulang kembali mata pelajaran yang akan di ulangan hari ini, Ayin semalam ingin belajar, tapi ingatannya tentang beberapa hari yang lalu, tentang pemuda yang ditolongnya dan juga kurang ajar kepadanya membuat Ayin tak bisa melupakannya. Bagaimana pria itu mencium dirinya penuh nafsu dan membuat Ayin merasa takut kepada pria itu, untung saja pemuda itu tak berbuat lebih padanya. Atau ... belum, karena saat itu teman pria itu menelepon dan Ayin tidak tahu apa isi percakapan mereka. "Keanu belum hadir lagi?" salah satu siswi berpenampilan modis bertanya pada Ayin dan mengambil duduk di depan Ayin, tepat pada kursi pria bernama Keanu itu. Ayin menggeleng, ia tidak tahu siapa Keanu, dan mengapa gadis ini bertanya padanya. Padahal selama bersekolah di sini, tak ada yang menyapa Ayin atau berbicara dengan Ayin. Gadis di depan Ayin tersenyum, menatap seorang gadis penyendiri, pintar, dan kecantikannya tersimpan dibalik seragam kebesaran dan kacamata. "Amanda Lovey, biasa dipanggil Manda, jangan panggil Love aku nggak suka." Manda mengulurkan tangannya ada Ayin, yang disambut oleh Ayin dan rasa bingung dalam hatinya. "Ayinda Rahmawati, biasa dipanggil Ayin," Manda tertawa dan melepaskan uluran tangannya dengan Ayin, ia tidak pernah menyangka gadis bule di depannya memiliki nama khas Indonesia sekali. Manda kira, namanya akan, Katty, Veronica, Evgenia, atau nama-nama lainnya. Ayin menatap Manda bingung, kenapa gadis di depannya tiba-tiba tertawa mendengar namanya. "Kenapa?" tanya Ayin. Manda menggeleng, "Aku kira nama kamu bakal, Evgenia, Veronica, Katty, atau nama barat lainnya." Ayin tersenyum menanggapi ocehan tentang nama dari Manda, namanya memang khas Indonesia sekali, tapi ada alasan dibalik itu semuanya. Dahulunya nama Ayin bukan Ayinda Rahmawati, semenjak mendiang ibunya meninggal dunia, ayahnya mengganti nama Ayin dan tidak membolehkan Ayin memakai marga ayahnya yang berasal dari Amerika. "Rahmawati adalah nama Nenekku, beliau adalah perempuan hebat yang mampu bertahan dengan penyakit kankernya dan meninggal dua tahun yang lalu." jelas Ayin, tanpa menyebutkan nama dari lahirnya dahulu. Ada alasan dibalik dirinya memakai nama Ayinda Rahmawati, tak ingin orang mengetahuinya. Manda menghentikan tawanya, lalu meringis dan merasa bersalah dengan ucapannya barusan. Kenapa juga dirinya menertawakan nama Ayin, padahal nama gadis itu tidak jelak dan malah cantik. Tetapi, tidak sesuai dengan wajah bule milik Ayin. "Sorry..." Manda merasa bersalah, tak seharusnya ia mengejek nama Ayin dan mempermasalahkan hal tersebut. Ayin mengangguk, memang benar, namanya seperti nama orang Indonesia, tapi tampangnya seperti orang luar negeri. Ayin tak pernah mempermasalahkan perilah namanya, baginya apa pun namanya dirinya tetaplah dirinya. "Nggak pa-pa, lagian kamu bukan orang yang pertama mengatakan itu." Ayin tersenyum, di sekolah lamanya dahulu ia sering juga diejek perihal namanya. Padahal namanya tidak ada masalah sedikit pun. "Manda, Lo ngapain di sini? Mau nunggu gue atau mau gue cium?" Manda dan Ayin sama-sama menoleh ke arah pria yang memakai seragam sama seperti mereka, namun bedanya pria itu tak memasukan seragamnya dan malah tampil seperti badboy. Ayin mengercapkan matanya beberapa kali, dirinya tak salah melihat, lelaki itu ..., lelaki yang ditolongnya beberapa hari yang lalu dan merengut ciuman pertamanya. Kampret! Ayin mengumpat dalam hatinya, sesuatu yang sangat jarang dilakukan olehnya selama ini. Namun dari semua u*****n yang meluncur di dalam hatinya, yang paling dominan adalah rasa takut mengingat perbuatan m***m yang dilakukan oleh pria itu sewaktu di dalam rumah tante Dewi. Ayin juga bodoh. Sangat bodoh malahan. Dengan gampangnya membawa lelaki tak dikenal dan belum tentu lelaki baik-baik ke rumahnya yang sepi. "Kean, lo udah balik? Gue kira masih di alam barza." Manda beranjak dari kursi Kean, sembari tertawa senang melihat wajah tertekuk pria itu. Ya, pria itu adalah Keanu Harrison, lelaki m***m yang telah merengut ciuman pertama dari dewi penolongnya. "Lah, gue di alam barza, malaikat kematian aja enggan nyabut nyawa gue." Kean meletakkan tasnya di atas meja yang sudah tertulis namanya dengan begitu indah menggunakan tipe-x. Manda mendengkus, lalu tersenyum mengejek. "Gue baru sadar, kalau lo belum booking surga makanya lo belum mati!" dengan kejamnya Manda mengatakan kata mati. Kean menarik sudut bibirnya, lalu menyeringai. "Gue sadar diri, kalau bakal masuk neraka, santai aja, malaikat nggak bakal mau gue booking surga." Kean berucap santai, membuat Manda kesal dan kembali duduk di bangkunya yang berada paling depan. Kean merasa ada seseorang memerhatikan dirinya dari belakang, dengan gaya angkuhnya Kean menoleh ke belakang, pria itu terkejut namun detik berikutnya menyeringai. Gadis itu, gadis yang menolong dirinya dan memakai baju yang membuat hasratnya naik. Walau sekarang Ayin memakai seragam, kacamata, dan rambut di kepang dua, tak memungkinkan Kean tak mengenali gadis tersebut. Kean pertama kali berjumpa dengan Ayin, ketika Ayin memakai seragam sekolah. "Hai, sayang." Kean tersenyum manis. Ayin menundukkan wajahnya, lalu membenturkan wajahnya ke atas meja. Sial! Dirinya benar-benar sial, bukannya permintaan hatinya untuk tidak berjumpa lagi dengan pemuda itu, malah sekarang pemuda itu satu sekolahan dengannya, dan paling menyebalkan satu kelas dengannya. Ayin takut akan kelakuan pria itu terulang kembali. Apalagi melihat pisau lipat berlumur darah yang jatuh dari saku celana pria itu. Ayin menggeleng, anak SMA sudah menjadi kriminal. Atau, pria itu membunuh binatang, tapi kalau membunuh binatang kenapa pria itu terluka? Apa jangan-jangan ... pria itu pemburu binatang buas. Kalau pemburu binatang buas, seharusnya pria itu kesakitan di tepi hutan bukan di tepi jalan raya. "Sayang, kau sekolah di sini? Malahan kita sekelas, memang kita jodoh." Kean menyeringai, berdiri dari tempat duduknya berjalan mendekati kursi Ayin, dan berdiri di samping Ayin dengan seringaian mesumnya. Kean mendekati wajahnya ke telinga Ayin. "Kenapa kau tidak memakai baju sexy lagi, hem?" Kean berbisik s*****l di telinga gadis berkacamata itu. Ia menyeringai, melihat wajah takut dari Ayin. Ayin berusaha menggeser tubuhnya ke dinding, tak mau berdekatan dengan Kean—pria m***m—yang mencuri ciuman pertamanya. Kemarin Kean mencuri ciuman pertamanya, nanti malahan Kean mencuri harta berharganya secara paksa. Tidak. Tidak. Ayin tidak mau. "Pergi..." Ayin mengusir dengan suara lirihnya. Bukannya pergi, malahan Kean duduk di samping Ayin, karena kursi di samping Ayin kosong, sama seperti kursi yang di sampingnya juga kosong. "Pergi? Malahan aku ingin berdekatan denganmu," Kean menumpukan kepalanya di bahu Ayin, mengendus harum tubuh gadis itu. "Kau harum," Kean membenamkan kepalanya pada leher Ayin, menyingkirkan rambut berkepang milik Ayin ke samping. Menghirup dalam-dalam, aroma tubuh gadis yang menolongnya. Begitu harum dan menggoda. Shit! Kean merasakan juniornya sedang berdiri tegak sekarang, minta dilepaskan dalam sangkarnya. Kean hanya menghirup aroma Ayin, malah dirinya sudah terangsang dan ingin memasuki gadis di depannya sekarang. "Pergi!!" tubuh Ayin bergetar, menyuruh Kean untuk segera pergi dan jangan mengganggu dirinya. Ayin takut. Takut apa yang dilakukan oleh Kean selanjutnya. "Ah..." Ayin menutup mulutnya, karena mendesah akibat tangan Kean sudah meremas payudaranya. Kean menyeringai, ia tidak menyangka kalau suara desahan gadis ini membuatnya semakin bernafsu. "Suara desahanmu sexy," bisik Kean s*****l. Ayin menggeleng, menepis tangan Kean dari dadanya. Ia tidak ikhlas Kean memegang tubuhnya dan melecehkan dirinya seperti ini. Mending dirinya di-bully daripada harus dilecehkan seperti sekarang. "Aku mohon... jangan ganggu aku..." Ayin memohon sembari menangis. Bukannya kasihan, Kean malah menarik tangan Ayin dan membawanya ke lorong sepi sekolahan, tak ada satu pun murid yang berlalu lalang di sini, mereka tidak akan mau melewati lorong sekolah di sini, karena lorong ini jauh dari kelas dan tempat lainnya. Ayin tidak tahu, kenapa kawasan ini begitu sepi, kotor, dan tidak berpenghuni. Kean melepaskan tangannya dari tangan Ayin, menatap gadis itu dengan seringaiannya. "Kau hanya punya tiga pilihan..." Kean menghentikan ucapannya sebentar, menatap Ayin dengan tatapan tajamnya. Ayin yang berada di depan Kean menahan napasnya, takut akan ucapan selanjutnya keluar dari mulut Kean. "Pertama, kau menjadi pacarku. Kedua, kau kuperkosa. Ketiga, kau menjadi istriku. Pilih yang mana? Harus salah satu." Ayin menundukkan kepalanya, air mata sudah keluar dari matanya. Takut dengan permintaan dan paksaan dari Kean, dirinya tak mau menjadi kekasih pria itu, diperkosa, apalagi menikah. "Aku tidak mau," jawab Ayin takut. Kean menyeringai. "Kalau begitu kau kuperkosa." ucap Kean enteng. Ayin menggeleng, "Tidak. Tidak aku tidak mau." Ayin memohon menatap Kean dengan tatapan sendunya. Kean tidak merasa kasihan, namun dirinya maju selangkah mendekati gadis yang berada di depannya. "Kau jadi pacarku saja, kalau kita sudah lulus baru menikah. Tidak ada penolakan, Ayin," ucap Keanu tersenyum licik. Ayin hanya menunduk, tidak berani menatap Kean, ia sangat takut. Takut akan perbuatan Kean beberapa hari yang lalu terulang kembali. Kean tersenyum senang, tidak ada penolakan dari Ayin sedikitpun. Ia tidak akan melepaskan gadis penolongnya dan juga gadis yang membuatnya gila. Gila memikirkan bagaimana manisnya bibir Ayin, nikmatnya b******u dengan Ayin, cantiknya wajah Ayin, sexy-nya tubuh Ayin, semua pada diri Ayin membuatnya gila. Begitu gila. Kean merasa beruntung. Melihat penampilan Ayin yang menutupi kecantikan tersembunyi dari gadis itu, hanya dirinya yang boleh melihat kecantikan dari kekasihnya ini. Kekasih? Kean terkekeh geli, selama ini dirinya tak mau menjalin kasih pada seorang gadis. Hanya pada Ayinda Rahmawati. "Sepertinya bel masuk sudah berbunyi, ayo, ke kelas, dan nanti siang kau harus ikut denganku!" Kean kembali menarik tangan Ayin, tanpa menghiraukan air mata yang mengalir dari pipi tirus gadis itu. Ayinda Rahmawati miliknya. Akan selalu menjadi miliknya. Tak akan pernah dilepas oleh Kean sampai kapan pun. Ayin menghapus air matanya, mulai sekarang hidupnya akan semakin rumit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD