Part 04

1165 Words
Jam istirahat pertama menyambut. Ayin memilin seragamnya, merasa takut akan ucapan Kean tadi yang akan membawanya ke suatu tempat. Ke mana Kean membawanya? Ayin gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa? Kean melongok ke belakang, menatap pacarnya dengan senyuman manisnya. Dimanis-manisin sebenarnya, padahal dalam hati dan otak pria itu sekarang, tercetak jelas sebuah ide m***m yang akan dibantah dan ditakuti oleh Ayin. "Sayang, kau gelisah sekali? Sudah tidak sabar?" tanya Kean. Ayin menggeleng, ia tidak ingin dibawa oleh Kean. Pria yang kemesuman dan merebut ciuman pertamanya, pria yang berpenampilan urakan namun tampan. Ayin merutuki dalam hatinya, kenapa juga dirinya memuji Kean. Tetapi, Kean memang tampan. Malahan sangat tampan. Makanya tak jarang, Ayin dengar kalau Keanu adalah idola para murid perempuan di sekolah ini. Mereka tidak tahu saja, kalau idola mereka itu berengsek. Bukannya minta terima kasih saat ditolong, malah ngelunjak. Dasar para manusia! Kean berdiri dari tempat duduknya, berjalan mendekat pada Ayin, ia menatap gadis itu dengan senyuman manisnya. "Hai, sayang." bisik Kean tepat di telinga Ayin. Ayin kaget dan menoleh ke arah sampingnya, ia beringsut menuju dinding, menggeleng ketakutan. Apa yang diinginkan oleh Kean padanya? "Pergi..." lirih Ayin, ia ingin meneteskan air matanya, melihat sekelilingnya sudah tidak ada murid lagi. Seperti hari-hari sebelumnya, kelas Ayin kosong saat jam istirahat. Semua murid berhamburan ke kantin, taman, lapangan, dan tempat lainnya. Mereka tak ada yanv di kelas kecuali saat jam pelajaran berlangsung. Ayin gemetar ketakutan. Ia berusaha menepis rasa takut dalam dirinya, kenapa pria tampan dan rupawan ini, bisa mempunyai kelakuan seperti b******n. b******n yang beraninya memanfaatkan kelemahan seorang gadis yang sendirian dalam rumah. "Aku tidak akan pergi. Kau masih ingat? Aku ingin membawamu ke suatu tempat, tapi sepertinya tidak tadi." Ayin mendongak, tak percaya akan apa yang di dengarnya. Tak jadi, syukurlah. Ingin rasanya Ayin bersujud syukur. Namun, baru saja Ayin merasa senang, dirinya harus menerima sebuah kenyataan menyakitkan kembali, dengan ucapan yang terlontar dari mulut Kean. Sekali berengsek tetaplah berengsek. "Tidak jadi pergi, bukan berarti kau bebas. Kebetulan kelas sedang sepi, kenapa kita tak memanfaatkan saja?" Kean menyeringai, ia mengambil duduk di samping bangku kosong Ayin, menatap gadis itu dengan dalam. Ayin kembali merasa takut. Berharap ada beberapa murid memasuki kelas, membawa Kean atau mengobrol dalam kelas. Kean seperti mengerti kecemasan dan ketakutan Ayin. Ia menyeringai, tak akan ada seorang pun yang memasuki kelas ini, Kean tahu betul tabiat teman-temannya, kalau sudah keluar akan kembali pada saat... "Kean!!!" Shit! Kean mengumpat dalam hatinya, mendengar teriakan dari dua orang yang sangat diketahui olehnya. Kean menoleh ke belakang menatap tajam pada Gary dan Rembi, sahabatnya yang j*****m. "Kami telat, ya?" tanya Rembi, meletakkan tasnya di urutan nomor tiga, di samping meja Kean, diikuti oleh Gary. Kedua bocah ini, sudah jam istirahat baru datang ke sekolah. Mereka sangat teladan sekali, kali ini, apalagi alasan kedua orang itu. "Nggak. Kalian datang paling awal," sindir Kean. Bukannya marah, malahan Rembi dan Gary tertawa. Mereka memang sengaja datang telat, alasannya, malas mengikuti pelajaran Buk Faridah, guru matematika. Ayin menatap tiga orang yang sedang tertawa lepas itu, ia berdiri berusaha menghindari para pria yang kelihatan bukan pria baik-baik. Bahkan, mereka mengeluarkan baju, berani datang telat, dan tidak ada takutnya dihukum. Ayin melangkah pelan guna untuk keluar kelas, melihat Kean masih asik bersama kedua lelaki yang Ayin tidak tahu namanya, Ayin baru sadar, kalau meja di samping Kean ternyata tak berpenghuni seminggu yang lalu, dan baru dihuni sekarang. Ayin mendesah lega, melihat dirinya bisa terbebas dari Keanu Harrison, seorang pemuda yang begitu menakutkan, lebih menakutkan dari Mbak Kuntilanak yang ditonton olehnya di laptop miliknya. Keanu memerhatikan Ayin yang keluar dari kelas, bibir pria itu menyungingkan sebuah senyuman sinis. Ia memang sengaja membiarkan Ayin keluar, membiarkan gadisnya untuk keluar kelas dan menenangkan diri sebentar. Ingat. HANYA SEBENTAR. "Kean, lo ngapain pergi pagi-pagi? Bukannya lo juga nggak suka sama pelajaran Buk Faridah!" Rembi bertanya menatap lelaki itu dengan kening berkerut. Ayolah, semua isi kelas juga tahu kalau tiga pria ini tidak suka sama Buk Faridah, ntah, kenapa. Hanya Ayin yang tidak mengetahui. "Gue mau jadi murid teladan, biar Buk Faridah sekali-kali melihat wajah tampan gue," Kean menyugar rambutnya ke belakang, dengan gaya sok ganteng memuakan. "Prettttt! Pengen muntah gue," Gary mencebik. "Jadi orang ganteng susah. Banyak setan yang nggak SUKA!" Kean berteriak di kata tak suka. Rembi dan Gary tertawa, mereka berdua melirik. "Maaf, zaman sekarang setan lebih unggul. Apalagi, unggul menghasut orang." Rembi membanggakan setan yang sebenarnya mereka itu sama saja, sama-sama berkelakuan seperti setan! "Setan kok puji setan." Kean mencibir, mengambi rokok dari dalam tasnya, memetiknya ujung rokoknya dan menghisapnya penuh nikmat. Rokok sama dengan bibir Ayin, candu bagi dirinya. s**t! Kean mengumpat dalam hatinya membayangkan betapa manisnya bibir gadis memakai seragam kebesaran dan kacamata yang begitu kuno itu. Namun, Kean tak menampuk Ayin sangat cantik dan sexy. Beruntung dirinya bisa melihat gadis itu menjelma menjadi seorang putri yang begitu cantik. Melihat Ayin yang berdarah blasteran seperti dirinya, membuat Kean bertanya, kenapa nama gadis itu Rahmawati? Tidak, ada marga orang barat seperti dirinya, Harrison. "Kean! Lo ngelamun?" Kean mendelik memerhatikan sahabatnya, dengam tampang tak berdosa kedua orang itu mengganggu dirinya sedang membayangkan wajah cantik Ayin. "k*****t! Ganggu aja lo!" Kean membuang putung rokoknya yang masih tersisa setengah, menginjaknya sampai tak berbentuk lalu keluar dari kelas. Untung saja, kelasnya selalu sepi dan tidak pernah ada didatangi oleh guru saat jam istirahat. Walau dirinya sering b**********n dengan kantor BP, namun dirinya malas bila guru BP mengadukan pada ayahnya kalau Kean merokok. "Gue mau ke kantin. Kalian mau ikut?" Kean menoleh ke arah sahabatnya, lalu diangguki oleh Rembi dan Gary. Suasana kantin sangat ramai. Kean mengedarkan pandangannya, menemukan satu titik yang menarik perhatiannya, gadisnya bersama dengan Manda anak blasteran Korea-Indonesia, namun nama sok Inggris. "Manda, Lo tambah cantik aja." Kean duduk di samping Ayin, menatap gadisnya dengan smirk mesumnya. Ayin menunduk, tidak menyangka bila Kean akan ke kantin juga. Saat dirinya kelimpungan ingin pergi ke mana, kebetulan Manda lewat di depannya dan menarik Ayin menuju kantin. Ternyata kantin bukan tempat yang tepat buat kabur. Manda mencebik mendengar ucapan Kean, selama ini, Kean tidak pernah memuji dirinya cantik, paling pujian laknat yang membuat hati kesal. "Prettt! Omongan lo kayak nasi basi!" Kean tertawa, mengambil minuman harga lima ratusan di depannya, meminumnya dengan masih menatap Ayin menunduk. "Dia anak baru? Gue nggak pernah liat." Rembi dan Gary bergabung bersama Kean, Manda, dan Ayin. Menatap Ayin dengan tanda tanyanya, selama ini, tak ada murid yang berpenampilan culun di sekolah mereka. "Iya, dia anak baru. Namanya Ayinda Rahmawati, panggilan Ayin," Manda memperkenalkan Ayin pada Rembi, Kean, dan Gary. "Gue Rembi." Rembi memperkenalkan dirinya. "Gue Gary." Gary ikutan memperkenalkan dirinya. Kean hanya dan memerhatikan orang di seklilingnya ini, tak ingin ikut campur dan memilih menatap Ayin. "Pulang sekolah, gue mampir ke rumah lo." bisik Kean di telinga Ayin, menatap kedua sahabatnya yang asik mengobrol bersama Manda. Ayin menautkan jarinya. Takut mendengar bisikan Kean yang akan mampir ke rumahnya, jangan sampai Kean berbuat macam-macam lagi pada dirinya. Ia berharap semoga ban sepeda motor atau mobil Kean bocor di tengah jalan. Aamiin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD