Sepuluh
“Ya, dia masih menetap di sana. Dia punya ranjang lipat di loteng, tepat di atas ruang angkat berat. Dia mengaku sebagai penjaga malam di sana. Aku tidak habis pikir. Dia benar-benar sudah gila.”
“Dulu dia termasuk guru matematika yang luar biasa,” ucap Crouch.
“Beruntungnya dia masih bisa berjalan hingga saat ini,” balas Denis, dan disambut gelak tawa semua orang.
Diego menjadi cacat hampir sampai akhir musim pertandingan tahun 1981 dengan sebuah alasan yang mungkin tak akan pernah dia pahami atau bahkan orang lain. Saat itu dia melesat dari bench yang datang sebagai pemain pengganti. Dia mulai menempati posisinya di dalam lapangan permainan. Pertandingan sangat sengit antara Thyterington dan Red Circle. Kedua tim memiliki model permainan yang berbeda, namun mampu mengimbangi alur permainan satu sama lain. Dengan skor yang bersaing ketat hingga menjelang akhir babak kedua, John Adam berlari cukup kencang dari sisi tengah untuk menjaga zona. Kedua tim mempunyai skema bertahan yang sama, masing-masing menerapkan kombinasi man to man defence dan zona defence. Semacam strategi bertahan yang kompleks cenderung diterapkan pada saat alur pertandingan sedang dalam tempo yang tegang.
Di sisi lain, sudah sangat jelas bahwa Diego tidak mampu untuk menahan tekanannya. Di depan ribuan penggemar Lambeth yang merasa ngeri bercampur aduk antusias kegirangan mengharapkan sebuah kemenangan dari pertandingan yang sengit itu. Diego menghambur dengan tubuh yang kurus dan rapuhnya itu ke arena, dan di ujung garis—hampir menyentuh kotak penalti—terjadi benturan yang sangat keras antara dirinya dengan John Adam. Tabrakan itu hampir membuahkan cedera yang fatal bagi Diego, yang pada saat itu umurnya hampir mnginjak angka empat puluh tahun. Sebaliknya, dampak yang tidak begitu besar pada John.
Diego mengenakan kaos merah kombinasi celana putih yang merupakan representasi kebesaran Red Circle. Lututnya yang lemah itu beradu dengan lutut kerasnya John yang didukung dengan posisi berdirinya yang aman. Diego langsung tersungkur dan cuma bisa berteriak sambil memukul-mukul telapak tangannya ke rumput yang menandakan dirinya tak tahan dengan sakitnya. Para pemain lain yang ketika itu berada di dekat mereka berdua bersumpah mendengar suara keras dari tulang-belulang mereka yang beradu saat tabrakan itu.
Jika saja Diego tidak mengontrol bola yang disodorkan oleh rekan timnya padanya atau dalam arti lain, dia langsung back pass ke rekan timnya, mungkin benturan itu tidak terjadi. Kalau kau menonton pertandingan Liga Perancis pada tahun 2020 antara Paris Saint Germain (PSG) melawan Olympique Lyon, benturan yang terjadi antara Neymar Jr., dan Thiago Mendes di masa injury time, ya begitulah—hampir sama dengan yang terjadi antara Diego dengan John.
Sementara para pelatih dan tim medis mengerumuni Diego dan berdebat sendiri apakah mereka harus memanggil ambulans atau menyuruh pendeta setempat datang, lalu wasit dalam pertandingan itu menghadiahkan tendangan bebas kepada Red Circle, di mana keputusan itu langsung didebat Maggie, bahwa semestinya pelanggaran itu membuahkan hadiah penalti, karena Maggie menganggap benturan itu terjadi di dalam kotak penalti. Maggie terkejut dengan keputusan itu, sama kagetnya dengan para pemerhati pertandingan yang lain, namun semua menerima keputusan wasit itu, termasuk Maggie. Dia prihatin dengan keadaan Diego yang sudah tak mampu bergerak sedikit pun, terbengkalai pada tandu yang sedang digotong oleh tim medis.
Ketika tandu itu tiba di ambulans dan segera meninggalkan lapangan pertandingan, lima belas ribu penggemar Lambeth berdiri dan menghantarkan kepergian ambulans itu dengan tepuk tangan. Sedang orang-orang dari Thyterington sebagian ebsar merasa tak yakin apakah mereka juga ikut bertepuk tangan atau mengejek, dan mereka memilih duduk diam dan mencoba mencerna kejadian yang baru saja mereka saksikan itu.
Maggie, dalam setiap ketegangan pertandingan yang selama ini dihadapi Red Circle, dia adalah pencair suasana. Dia selalu menjadi pakar motivator. Dia menggunakan jeda pertandingan itu untuk membakar semangat anak buahnya. “Diego baru bermain beberapa menit dan langsung berani mengorbankan kakinya daripada kalian semua!”gerutunya. Sementara anak buahnya—para pemain Red Circle—mampu menangkap kalimat motivasi yang implisit itu. “Sekarang hancurkan mereka dan berikan kemenangan untuk Diego!”
Lambeth memanfaatkan kesempatan tendangan bebas itu kemudian mengkonversikan menjadi gol. Menuju menit-menit akhir, satu gol tambahan itu benar-benar menghantam mental para pemain Thyterington. Hancurnya mental para pemain Thyterington itu kemudian dimanfaatkan oleh para pemain Red Circle: dua menit tambahan waktu skor bertambah untuk kemenangan telak Red Circle atas Thyterington. Mereka berpesta.
Diego juga berhasil selamat. Cedera engkel yang menimpanya cukup krusial yang memaksa dia berhenti sepanjang musim pertandingan itu. Tapi, setelah kemenangan yang sudah diraih Red Circle dari pertandingannya melawan Thyterington itu, nama Diego Lainez dielu-elukan bak pahlawan. Dan dalam pesta dansa tahunan, Maggie menghadiahkan trofi kemenangan musim pertandingan itu kepada Diego.
Lampu-lampu yang ditopang oleh empat tiang di masing-masing sudut itu terlihat semakin terang bersamaan senja mulai menghilang. Mata mereka semua kembali menatap ke Maggie Field yang remang-remang. Alumni Red Circle tua yang lain dan lebih sedikit muncul di ujung seberang posisi duduk mereka. Suara para alumni itu nyaris sudah tidak bisa terdengar.
Leo mengapit botol lain, membuka, lalu menenggak hingga separuh isinya.
“Kapan terakhir kali kau bertemu dengannya?” tanya Santiago Munez pada Nicki.
“Tepat dua hari setelah operasi pertamaku,” jawab Nicki, dan semua orang bergeming. Dia menceritakan sebuah kisah yang sebelumnya tidak pernah dia caeritakan di Lambeth. “Aku di rumah sakit. Ada empat operasi, satu sudah selesai, tinggal tiga operasi lagi.”
“Sebuah kekerasan yang tidak perlu sebetulnya,” gumam Crouch, seolah-olah Nicki perlu diyakinkan kembali.
“Kau benar,” tegas Bruno.
Nicki dapat melihat mereka. Mereka berkerumun di setiap kedai kopi di Wall Street, kumpulan wajah muram yang seakan-akan dikoordinasikan, suara-suara parau penuh kedukaan ketika mereka mengenang kembali hantaman terlambat yang saat itu juga mematikan karier bintang mereka. Sang perawat memberitahukan—entah sebuah kekaguman atau apa—bahwa dia sebelumnya tak pernah melihat tanda belas kasihan sebanyak itu—kartu ucapan, bunga, cokelat, balon, poster, kumpulan karya seni dari seluruh jenjang sekolah. Kebanyakan dari mereka justru berasal dari daerah-daerah kecil di Lambeth. Bahkan mungkin memakan waktu hampir tiga jam perjalanan untuk sampai ke sana. Tapi, selain orang tuanya dan para pelatih dari Mifa, Nicki memblokir kunjungan orang lain. Hampir selama delapan hari, dia menenggelamkan diri dalam perasaan mengasihani diri sendiri dengan dibantu oleh beberapa obat pereda sakit sebanyak yang sudah ditakar oleh dokter.
Pada suatu malam, Maggie menyelinap dengan gesit, lama setelah jam berkunjung berakhir. “Terlihat sekali bahwa mereka semua berusaha membangkitkan semangatku,” kata Nicki, sambil meneguk bir. “Kata mereka, lutut dapat direhabilitasi. Untuk menenangkan diri, aku mencoba meyakininya.”
“Apakah dia juga menyinggung soal pertandingan kejuaraan pada tahun 1987?” tanya Leo.