KOMENTAR santai Henry bahwa ia mungkin akan membiarkan aku menangani sebagian perdebatan dalam sidang pemeriksaan kasus Jack memuatku tak bisa tidur hampir sepanjang malam. Aku tidak tahu apakah itu gertak sambal seperti biasa dari mentor pintar itu, tapi aku lebih mengkhawatirkan urusan itu daripada urusan berbisnis dengan Yuval.
Hari masih gelap ketika aku tiba di Kedai Simon’s. Aku tamu pertama. Kopi masih mendidih dan donatnya panas. Kami mengobrol sejenak, tapi Simon ada pekerjaan.
Aku juga. Surat kabar tak aku pedulikan dan aku mengubur diri dalam catatanku. Sesekali aku melirik ke luar jendela, ke halaman parkir kosong, dan menajamkan pandang, mencari agen-agen dalam kendaraan tanpa tanda, mengisap rokok tanpa filter, minum kopi dingin, tepat seperti dalam film. Kadang kadang Yuval sangat meyakinkan, dan kadang-kadang ia sangat gila seperti tampangnya.
la juga datang pagi-pagi. la mengambil kopi beberapa menit sesudah pukul tujuh, dan duduk di hadapanku. Tempat itu separo penuh sekarang.
"Bagaimana?" ujarnya, sebagai kata pertama.
"Mari kita coba selama satu tahun," kataku. Aku sudah memutuskan bahwa kami akan menandatangani surat perjanjian yang hanya berlaku selama satu tahun, dan perjanjian itu juga mencantumkan syarat pemutusan hubungan kerja dengan pemberitahuan tiga puluh hari sebelumnya kalau salah satu dari kami merasa tidak puas.
Giginya yang berkilau langsung terlihat dan ia tak bisa menyembunyikan kegembiraan. la mengulurkan tangan kanan di atas meja, untuk kujabat. Ini peristiwa besar bagi Yuval. Aku ingin bisa merasakan hal yang sama.
Aku sudah memutuskan pula untuk mencoba mengendalikannya, mengekangnya agar tidak berlari mengejar tiap kali ada bencana. Dengan bekerja keras dan melayani klien, kami bisa hidup layak dan mudah-mudahan berkembang. Aku akan mendorong Yuval agar belajar menghadapi ujian pengacara, mendapatkan izin praktek, dan memandang profesi ini dengan lebih respek.
Sudah tentu hal ini harus dilakukan berangsur angsur.
Dan aku tidak naif. Berharap Yuval menyingkir dari rumah sakit sama halnya dengan mengharapkan orang mabuk mengemudi lolos melewati penghalang. Namun sedikitnya aku akan mencoba.
"Apa kau sudah mengambil berkas-berkasmu?" ia berbisik sambil melihat ke pintu; dua sopir truk baru saja masuk.
"Ya. Dan kau?"
"Sudah seminggu aku menyelundupkan barang-barang ke luar.”
Aku lebih baik tidak mendengar lebih banyak tentang ini. Aku mengalihkan percakapan pada sidang pemeriksaan kasus Jack, dan Yuval kembali mengalihkannya pada usaha baru kami. Pukul delapan, kami berjalan ke kantor, Yuval mengawasi setiap mobil di halaman parkir, seolah-olah semuanya penuh dengan mata-mata.
Pukul delapan seperempat Henry belum juga datang. Aku dan Yuval berdebat tentang point-point yang diungkapkan dalam makalah Martin. Di sini, di tempat dinding dan telepon disadap, kami tidak membahas hal lain kecuali masalah hukum.
Setengah sembilan. Tak ada tanda-tanda dari Henry. la secara spesifik mengatakan akan berada di sini pukul delapan untuk mempelajari berkas itu. Ruang sidang Hakim Stewie terletak di Murphy County di pusat kota, dua puluh menit dalam lalu lintas yang tak teramal. Yuval dengan enggan menelepon kondominium Henry. Tak ada jawaban. Martin mengatakan ia menunggunya pukul delapan. La mencoba telepon mobil, tak ada jawaban. Mungkin Henry akan menemui kami di pengadilan, katanya.
Aku dan Yuval menjejalkan berkas itu ke dalam tas dan meninggalkan kantor pada pukul sembilan kurang seperempat. la tahu rute tercepat, katanya, maka ia yang mengemudi sementara aku berkeringat tegang. Telapak tanganku lembap dan tenggorokanku kering. Kalau Henry memojokkanku dalam sidang pemeriksaan ini, aku tidak akan pernah melupakannya. Bahkan aku akan membencinya selama-lamanya.
"Tenang," kata Yuval, membungkuk di depan kemudi, berkelok-kelok melewati mobil-mobil lain dan menerobos lampu merah. la bisa mendeteksi kengerian. "Aku yakin Henry ada di sana." la mengucapkan ini tanpa sedikit pun terdengar nada yakin. "Kalau tidak, kau akan bisa mengatasinya. Ini cuma mosi. Maksudku, tidak ada juri di boks.”
"Tutup mulutmu dan mengemudilah, Yuval, oke? Dan usahakan jangan sampai kita mati kecelakaan!"
“Marah melulu, marah melulu."
Kami sampai di pusat kota, di tengah kepadatan lalu lintas, dan aku melihat jam tangan dengan ngeri. Sekarang pukul sembilan tepat. Yuval memaksa dua pejalan kaki melompat dari jalan, kemudian menyelinap ke halaman parkir yang sempit. "Kau lihat pintu di sana itu," katanyaa sambil menunjuk ke sudut Murphy County, sebuah bangunan raksasa yang menempati seluruh blok itu.
“Ya.”
"Masuklah ke sana, naik satu lantai, ruang sidangnya terletak pada pintu ketiga di sebelah kanan."
“Kau pikir Henry ada di sana?” aku bertanya, suaraku lemah.
"Tentu,” katanya, berbohong. la menginjak rem, naik ke trotoar, dan aku melompat ke luar. "Aku akan ke sana sesudah parkir!” ia berseru. Aku berlari menaiki anak tangga beton, menerobos pintu, naik satu tingkat lagi, kemudian tiba-tiba aku sudah berada di lorong-lorong pengadilan.
Murphy County adalah gedung tua yang megah dan dilestarikan dengan baik. Lantai dan dindingnya dari marmer, pintu-pintu gandanya dari kayu mahoni berpelitur. Lorongnya lebar, gelap, tenang, dipagari bangku-bangku kayu di bawah potret para ahli hükum terkemuka.
Aku mengendurkan langkah, kemudian berhenti di depan ruang sidang Hakim Stewie Brannan. Pengadilan Circuit Divisi Delapan, menurut tanda kuningan di samping pintu.
Tak ada tanda-tanda Henry di luar ruang sidang itu. Aku perlahan-lahan mendorong pintu dan melihat ke dalam. Aku tidak melihat tubuhnya yang besar. la tak ada di sini.
Namun ruang sidang itu tidak kosong. Aku menatap lorong yang berlapis karpet merah, berderet deret bangku berpelitur dengan jok di atasnya, lalu ke pintu ayun pendek. Dan aku melihat cukup banyak orang sedang menungguku. Jauh di atas, dalam jubah hitam, duduk di kursi kulit besar berwarna merah anggur, dan bersungut memandang ke arahku, ada seorang laki-laki tak menyenangkan yang aku duga sebagai Hakim Stewie Brannan. Jam dinding di belakangnya menunjukkan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Satu tangannya menyangga dagu, sedangkan jari-jari tangan satunya mengetuk-ngetuk tak sabar.
Di sebelah kiriku, di balik jerjak yang memisahkan bagian penonton dari meja hakim, boks juri, dan meja para penasihat hukum, aku melihat sekelompok laki-laki, semuanya memandang tajam padaku. Yang mencengangkan, mereka semua punya penampilan dan pakaian yang sama—rambut pendek, setelan warna gelap, kemeja putih, dasi bergaris-garis, wajah keras, seringai melecehkan.
Ruangan itu sunyi. Aku merasa seperti orang yang menerobos ke rumah orang lain. Bahkan notulis dan bailiff kelihatan angkuh.
Dengan kaki berat dan lutut lemas, aku berjalan tanpa keyakinan, menuju pintu pada jerjak. Tenggorokanku terbakar. Kata-kataku kering dan lemah. "Permisi, Sir, saya ke sini untuk menghadiri sidang pemeriksaan kasus Jack.”
Ekspresi Hakim tak berubah. Jemarinya tetap mengetuk-ngetuk meja. "Dan siapakah Anda?"
"Yah, nama saya Edward Cicero. Saya bekerja untuk Henry Craig."
"Di mana Mr.Craig?" ia bertanya.
"Saya tidak tahu. Seharusnya dia menemui saya di sini," Terdengar gemeresik seperti ada kegiatan di sebelah kiri di antara kerumunan pengacara, tapi aku tidak menengok. Hakim Stewie berhenti mengetuk-ngetukkan jari, ia mengangkat dagu dari tangan, dan menggelengkan kepala dengan jengkel. "Kenapa aku tidak terkejut?" katanya ke mikrofon.
Karena aku dan Yuval akan lari, aku bertekad kabur dengan membawa kasus Jack. Ini milikku! Talc ada orang lain boleh mengambilnya. Hakim Stewie saat ini tak mungkin tahu bahwa akulah pengacara yang akan mengajukan gugatan atas kasus ini, bukan Henry. Meskipun ketakutan, aku memutuskan dengan cepat bahwa inilah saatnya membuktikan diri.
"Saya rasa Anda ingin penundaan," katanya.
"Tidak, Sir. Saya siap memperdebatkan mosi ini,” kataku setegas mungkin. Aku melewati pintu dan meletakkan berkas di meja di sebelah kanan.
"Apakah Anda pengacara?" tanyanya.
"Em, aku baru saja lulus ujian pengacara."
"Tapi belum menerima izin praktek?"
Aku tidak tahu mengapa hal ini belum pernah terlintas dalam pikiran, sampai sekarang ini. Aku rasa selama ini aku terlalu bangga dengan diri sendiri, sampai-sampai urusan itu tak pernah lewat dalam pikiran. Ditambah lagi, Henry-lah yang akan bicara hari ini; aku mungkin cuma menambahkan beberapa hal untuk berlatih. "Belum, Sir. Kami akan disumpah minggu depan."
Salah satu musuhku berdeham keras, sehingga Hakim melihatnya. Aku menoleh dan melihat seorang laki-laki angkuh dalam jas biru tua sedang dalam proses berdiri dari kursi secara dramatis. "Kalau boleh saya bicara," ia berkata, seolah-olah sudah sejuta kali mengucapkan ini. "Untuk dicatat, nama saya Martin van Tyler dari Skadden, penasihat hukum bagi State Farm Insurance." la mengucapkan ini dengan ke arah sahabatnya seumur hidup dan teman sekamarnya di Sacred Heart. Petugas pencatat, notulis pengadilan, sudah kembali mengasah kuku.
"Dan kami keberatan anak muda ini maju dalam urusan ini." la mengebaskan tangan ke arahku. Kata katanya lambat dan berat. Aku sudah membencinya. "Dia belum punya izin praktek."
Aku membencinya karena nada bicaranya yang menggurui, dan karena belahan rambutnya yang konyol. Ini hanya mosi, bukan pengadilan.
"Yang Mulia, saya akan mendapatkan izin praktek minggu depan," kataku. Kegusaranku banyak mendorong suaraku.
“Itu tidak cukup baik, Yang Mulia," kata Martin, lengannya terentang lebar, sepertinya ini gagasan konyol. Sungguh gegabah!
"Saya sudah lulus, Yang Mulia."
"Hebat," tukas Martin padaku.
Aku menatap langsung kepadanya. la berdiri di tengah empat orang lain, tiga di antaranya sedang duduk di depan mejanya, dengan buku tulis di depan mereka. Yang keempat duduk di belakang mereka. Aku menghadapi tatapan kolektif.
"Memang hebat, Mr. Martin. Coba tanyakan pada Granville Bennett," kataku. Wajah Martin menegang dan terlihat menjengit. Bahkan wajah-wajah di meja pembela ikut menjengit.
Ini sebenarnya tangkisan murahan, tapi karena suatu alasan, aku tak tahan untuk tidak mengucapkannya. Granville Bennett adalah satu dari dua mahasiswa dari kelas kami yang cukup istimewa, hingga dipekerjakan oleh Chris & Fou. Kami saling membenci selama tiga tahun, dan kami sama-sama ikut ujian bulan lalu. Namanya tidak ada dalam koran Minggu kemarin. Aku yakin biro hukum besar itu agak malu bahwa salah satu anggota baru mereka yang cemerlang gagal dałam ujian pengacara.
Martin bersungut makin hebat, dan aku membalasnya dengan senyum. Dałam beberapa detik yang singkat, saat kami berdiri dan saling mengawasi, aku mempelajari sesuatu yang sangat berharga. la hanya manusia. la mungkin pengacara legendaris dengan banyak pengalaman, tapi ia tetap manusia biasa. la tidak akan melangkah maju dan menamparku, karena aku sudah melecut pantatnya. la tak bisa menyakitiku, tidak pula gerombolan kaki-tangannya.
Ruang sidang itu sama tinggi dari satu sisi ke sisi lainnya. Mejaku sama besar seperti mejanya.
"Duduk!" Yang Mulia menggeram ke mikrofon. "Kalian berdua." Aku menemukan sebuah kursi dan duduk. "Satu pertanyaan, Mr. Cicero. Siapa yang akan menangani kasus ini atas nama biro hukum Anda?"
"Saya, Yang Mulia."
"Dan bagaimana dengan Mr. Craig?”
"Saya tidak bisa mengatakan. Tapi ini kasus saya, mereka klien saya. Mr. Craig mengajukannya atas nama saya, sampai saya lulus ujian pengacara.”
"Baiklah. Mari kita teruskan. Untuk dicatat," ia berkata sambil memandang ke notulis yang sudah bekerja dengan mesinnya. "Ini mosi tergugat untuk membatalkan gugatan, jadi Mr.Martin lebih dulu mulai. Saya akan berikan lima belas menit pada masing-masing pihak untuk memberikan argumentasi, lalu saya akan mempertimbangkannya. Saya tidak ingin berada di sini sepanjang pagi. Apakah semua setuju?”
Semua orang mengangguk. Meja pembela mengingatkan pada bebek-bebek kayu yang berlenggok lenggok dalam permainan tembak-tembakan, semua kepala mengangguk bersama-sama. Martin Van Tyler melangkah ke podium di tengah ruang sidang, dan mulai mengucapkan argumentasinya. la lambat dan sangat teliti, dan sesudah beberapa menit jadi membosankan. la menguraikan point-point utama yang sudah dikemukakan dalam makalahnya yang panjang-lebar, intinya mengatakan bahwa State Farm sudah digugat dengan tak semena-mena, sebab polis itu tidak menanggung transplantasi sumsum. Kernudian masih ada masalah apakah Ronnie Kray Jack harus ditanggung oleh polis itu, karena ia sudah dewasa dan tidak lagi menjadi anggota rumah tangga tersebut.
Terus terang, aku berharap lebih banyak dari itu. Aku pikir aku akan menyaksikan sesuatu yang hebat dari Martin Van Tyler yang terkenal. Sebelum kemarin, aku sudah berharap-harap cemas menghadapi pertempuran kecil ini. Aku ingin melihat perdebatan sengit antara Martin, advokat kawakan, dan Henry, petarung pengadilan.
Tapi seandainya tidak seresah ini, aku tentu akan tertidur. la bicara lebih dari lima belas menit, tanpa berhenti. Hakim Stewie melihat ke bawah, membaca sesuatu, mungkin majalah. Dua puluh menit. Yuval mengatakan ia mendengar Martin dibayar 250 dolar per jam untuk pekerjaan kantor, 350 bila muncul di pengadilan. Jumlah itu memang masih di bawah standar New York dan Washington, tapi itu sangat tinggi untuk ukuran Southaven. la punya alasan bagus untuk bicara lambat dan bertele-tele. la dibayar mahal untuk bicara secara saksama, bahkan membosankan.
Tiga associate-nya menulis mati-matian di buku, jelas berusaha mencatat apa saja yang diucapkan pemimpin mereka. Pemandangan itu menggelikan, dan dalam situasi lain aku mungkin akan tertawa terbahak-bahak. Pertama mereka melakukan riset, kemudian menulis makalah, kemudian menuliskannya kembali beberapa kali, kemudian membalas makalahku, dan sekarang mencatat argumentasi Martin yang diambil mentah-mentah dari makalah tersebut. Tapi mereka dibayar untuk ini. Yuval memperkirakan Skadden mengajukan tagihan atas jasa associate mereka sekitar 150 dolar per jam untuk pekerjaan kantor, mungkin sedikit lebih banyak untuk sidang pemeriksaan dan pengadilan. Kalau Yuval benar, berarti tiga badut muda ini sedang mencoret-coret tanpa arah untuk bayaran 200 dolar per jam setiap orang—600 dolar. Tambah 350 untuk Martin. Itu hampir 1.000 dolar sejam untuk pertunjukan yang sedang aku saksikan.