Empat Puluh

2200 Words
Perhatianku tertuju pada garasi. Garasi itu punya dua pintu tarik. Pada salah satu sisinya ada gudang dengan jendela-jendela tertutup. Di atasnya ada sebuah apartemen kecil dengan anak tangga kayu berkelok di sudut, rupanya terus ke atas, di bagian belakang. Ada dua jendela besar menghadap ke rumah, salah satu daunnya pecah. Tanaman ivy merambati dinding luarnya, dan kelihatannya menerobos jendela yang pecah. Ada sesuatu yang menarik pada tempat itu. Miss Streep berjalan melewati pintu ganda tersebut dengan dua gelas tinggi berisi air es. "Menurutmu bagaimana kebunku?" ia bertanya sambil duduk di kursi terdekat denganku. "Kebun ini indah, Miss Streep, Begitu damai." “Ya, inilah hidupku," katanya sambil merentangkan tangan, menumpahkan air pada kakiku, tanpa menyadarinya. "Inilah yang kukerjakan untuk menghabiskan waktu. Aku mencintainya." "Tempat ini sangat cantik. Anda yang mengurus semuanya?" "Oh, sebagian besar. Aku membayar seorang bocah untuk memotong rumput sekali seminggu, tiga puluh dolar. Percaya, tidak? Dulu cuma lima dolar.” la menghirup air, mendecakkan bibir. "Apakah di atas itu apartemen?” tanyaku menunjuk ke atas garasi. "Dulu. Salah satu cucuku tinggal di situ beberapa lama. Aku membereskannya, menambahkan kamar mandi dan dapur kecil, benar-benar nyaman. Dia dulu kuliah di Universitas Southaven." "Berapa lama dia tinggal di sana?" "Tidak lama. Aku benar-benar tak ingin bicara tentangnya.” la pasti salah satu yang dicoret dari surat wasiat. Karena sudah menghabiskan begitu banyak waktu untuk mengetuk pintu kantor pengacara, mengemis pekerjaan, dan dicemoohkan oleh sekretaris-sekretaris judes, aku jadi kehilangan rasa malu. Kulitku jadi tebal. Penolakan jadi mudah diterima, sebab aku belajar dengan cepat bahwa hal terburuk yang bisa terjadi adalah mendengar kata "Tidak". "Anda tidak tertarik untuk menyewakannya sekarang?" aku berspekulasi tanpa banyak sangsi, dan sama sekali tanpa ketakutan untuk ditolak. Gelasnya berhenti di udara, dan ia menatap apartemen itu, seolah-olah baru saja menemukannya. "Pada siapa?" ia bertanya. "Saya suka tinggal di situ. Tempatnya sangat menarik, dan pasti tenang." "Sunyi senyap.” "Tapi hanya untuk sementara. Anda tahu sampai saya mulai bekerja dan berdiri sendiri.” "Kau, Edward?" ia bertanya, sedikit tercengang. "Saya menyukainya,” kataku dengan senyum separo palsu. "Cocok sekali untuk saya, Saya lajang dan saya hidup sangat tenang, tak bisa membayar banyak untuk sewa. Sempurna.” "Berapa banyak kau bisa membayar?” ia bertanya pendek, mendadak menjadi pengacara menginterogasi klien miskin. Aku kaget, tak siap dengan jawaban. "Oh, entahlah. Anda pemiliknya. Berapa sewanya?” la memutar kepala, memandang ke pepohonan itu dengan bingung. "Bagaimana kalau empat ratus... tidak... tiga ratus dolar sebulan?” Jelaslah bahwa Miss Streep tak pernah jadi induk semang. Ia cuma asal menyebutkan angka. Untung ia tidak mulai dengan delapan ratus sebulan. "Saya rasa kita harus melihatnya dulu," kataku dengan hati-hati. la berdiri. "Tempat itu agak morat-marit. Sudah sepuluh tahun dipakai sebagai gudang. Tapi kita bisa membenahinya. Pipa airnya, kurasa.” la menggandeng tanganku dan menuntunku berjalan melintasi rumput. "Kita perlu membetulkan ledingnya. Entah bagaimana dengan pemanasnya. Aku punya mebel, tapi tidak banyak, barang-barang tua yang sudah kubuang.” la menaiki anak tangga yang berkeriutan. "Apa kau butuh mebel?" "Tidak banyak." Susuran tangganya goyah dan seluruh bangunan iłu rasanya berguncang. *** ORANG pasti punya musuh di sekolah hukum. Persaingan di situ bisa sangat ganas. Orang belajar cara berbuat curang dan membokong; latihan menghadapi dunia nyata. Pada tahun pertama, aku menyaksikan perkelahian di sini, ketika dua mahasiswa tahun ketiga mulai berteriak satu sama lain dalam kompetisi pengadilan simulasi. Mereka dikeluarkan, kemudian diterima kembali. Sekolah ini butuh uang kuliah. Hanya sedikit orang-orang di sini yang benar benar tak kusukai, satu-dua orang yang semgaja aku jauhi. Tapi aku tetap berusaha untuk tidak membenci orang. Namun saat ini aku benci pada b*****t kecil yang melakukan ini padaku. Di kota ini mereka menerbitkan catatan akan segala transaksi finansial dan hukum. Terbitan itu bernama Berita Harian dan mencantumkan—di antara pengajuan perceraian dan puluhan kategori vital lain—daftar pernyataan bangkrut kemarin. Temanku atau sekelompok temanku berpikir tentu akan lucu mengangkat namaku dari kepedihan kemarin, membesarkan potongan berita tentang Petisi Pasal, 7, dan menyebarkan lembaran kecil itu ke seluruh penjuru sekolah hukum. Bunyinya: "Cicero, Edward., mahasiswa; Aset: $1.125 (exempt); Utang Terbayar: $285 kepada Wheels and Deals Finance Company; Utang tak Terbayar: $51.136,88; Tindakan Hukum Yang Tertunda: (1) Tagihan Oleh Halter Grisworld, (2) Pengusiran dari The Brentwood; Majikan: Tidak ada; Pengacara, Pro Se.” Pro Se berarti tidak mampu membayar pengacara dan aku mengurusnya sendiri. Mahasiswa yang jadi petugas di meja depan perpustakaan mengangsurkan satu copy kepadaku begitu aku melangkah masuk pagi ini. Katanya ia melihatnya bertebaran di segala penjuru kampus, bahkan tertempel pada papan buletin. la berkata, "Heran, entah siapa yang merasa ini lucu?" Aku mengucapkan terima kasih kepadanya dan berlari ke liangku di lantai bawah tanah, sekali lagi bersembunyi di antara rak buku, menghindari kontak dengan wajah-wajah yang kukenal. Sebentar lagi kuliah berakhir dan aku akan keluar dari sini, jauh dari orang-orang yang tak bisa kuhadapi ini. *** Aku merencanakan mengunjungi Profesor Stephen pagi ini, dan aku tiba sepuluh menit terlambat. la tak peduli. Kantornya penuh buku yang porak-poranda, seperti lazimnya cendekiawan yang terlalu cemerlang untuk mengaturnya. Dasinya kusut, senyumnya tulus. Mula-mula kami bicara tentang keluarga Jack dan perselisihan mereka dengan State Farm Insurance. Aku menyerahkan ringkasan setebal tiga halaman mengenai kasus mereka, bersama kesimpulan dan saran tentang langkah yang harus diambil. la membacanya dengan cermat, sementara aku mengamati gumpalan gumpalan kertas di bawah mejanya. la sangat terkesan, dan mengucapkan hal itu berkali-kali. Saranku Pada keluarga Jack adalah supaya mereka menghubungi seorang pengacara pengadilan dan mengajukan gugatan kepada State Farm Insurance karena ingkar janji. Stephen menyetujuinya dengan sepenuh hati. Hanya sedikit yang ia ketahui. Yang kukehendaki darinya hanyalah angka untuk lulus, tidak lebih. Selanjutnya kami bicara tentang Miss Natalie Streep. Aku kisahkan padanya bahwa ia hidup cukup makmur dan ingin mengubah surat wasiatnya. Aku menyimpan detailnya untuk diri sendiri. Kepadanya aku berikan dokumen setebal lima halaman, surat wasiat dan testamen terakhir yang sudah diperbaiki untuk Miss Streep, lalu ia membacanya dengan cepat. Tanpa membaca apa pun di dalamnya, ia mengatakan itu bagus. Tidak akan ada ujian akhir dalam mata kuliah Masalah Hukum Manula, tak ada makalah untuk diserahkan. Kita cukup menghadiri kuliah, mengunjungi orang-orang tersisih itu, dan membuat ulasan kasusnya. Stephen akan memberi nilai A. Stephen sudah beberapa tahun kenal dengan Miss Streep. Jelas ia sudah cukup lama jadi ratu Lincoln Gardens, dan Stephen menemuinya dua kali setahun, dalam kunjungan ke sana bersama para mahasiswanya. Sebelum ini Miss Streep tak pernah berniat memanfaat kan nasihat hukum gratis itu untuk diri sendiri, katanya sambil merenung dan menarik dasi. Katanya ia terkejut mengetahui perempuan itu ternyata kaya raya. la akan lebih terkejut lagi kalau tahu Miss Streep akan jadi induk semangku. Sementara kantor Noah Fieldman tidak jauh dari kantor Stephen. la meninggalkan pesan untukku di meja depan perpustakaan; katanya ia perlu menemuiku. Noah pergi saat kuliah berakhir. la merupakan tenaga pinjaman selama dua tahun dari Illinois, dan saat ini tiba saatnya ia harus pergi. Mungkin aku akan sedikit kehilangan Noah saat kami berdua pergi dari sini, tapi saat ini sulit membayangkan perasaan penuh kenangan akan apa saja atau siapa saja yang berhu bungan dengan sekolah hukum ini. Kantor Noah penuh kotak karton minuman keras. la sedang berkemas untuk pindah. Aku belum pernah melihat kekacauan seperti itu. Kami mengenang beberapa hal selama beberapa saat yang canggung, usaha sia-sia untuk membuat sekolah hukum kedengaran menarik. Dan aku belum pernah melihatnya sedih. Sepertinya ia benar-benar sedih meninggalkan tempat ini. la menunjuk setumpuk kertas dalam sebuah kardus. "Itu untukmu. Kumpulan bahan terbaru yang kupakai dalam kasus-kasus ingkar. Ambillah. Mungkin bisa bermanfaat buatmu.” Aku belum lagi selesai dengan bahan riset terakhir yang ia berikan padaku. "Terima kasih, Noah," kataku sambil memandang gambar kalkun merah pada kardus itu. "Kau sudah mengajukan gugatannya?" ia bertanya. "Uh, tidak. Belum." "Kau harus mengajukannya. Cari pengacara di kota, dengan catatan prestasi yang bagus di pengadilan. Orang dengan pengalaman menangani kasus ingkar janji. Aku sudah banyak memikirkan kasus ini, dan aku jadi menyukainya. Begitu banyak yang menarik bagi juri. Bisa kubayangkan satu dewan juri jadi gusar, ingin menghukum perusahaan asuransi itu. Mesti ada yang mengambil kasus ini dan mengurusnya." Aku sedang mengurus diriku sendiri mati-matian. la bangkit dari tempat duduk dan merentangkan tangan. "Di biro hukum apa kau akan bekerja?" ia bertanya sambil berdiri pada ujung jari, melakukan peregangan yoga, untuk melatih betisnya. "Sebab kasus ini bagus untuk kau kerjakan. Mungkin kau harus membawanya pada biro hukum tempatmu bekerja, biarkan mereka menanganinya, lalu tangani sendiri pekerjaannya. Pasti ada seseorang di biro hukummu yang punya pengalaman sidang. Kau bisa memanggilku kalau kau mau. Aku akan berada di Lansing sepanjang musim panas, untuk menangani perkara besar terhadap Lehman Brothers, tapi aku tertarik, oke? Menurutku ini bisa jadi kasus besar, suatu landmark. Aku ingin melihatmu menghajar bocah-bocah itu." "Apa yang dilakukan Lehman Brothers?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan dari biro hukumku. la tersenyum lebar, merangkapkan tangan di kepala, terlihat tercengang. "Luar biasa," katanya, lalu meluncur dalam narasi berbelit-belit tentang kasus luar biasa itu. Aku menyesal telah bertanya. Berdasarkan pengalamanku yang sedikit dengan pengacara, aku sudah belajar bahwa mereka semua menderita penyakit yang sama. Salah satu kebiasaan paling menyebalkan adalah bercerita tentang kisah perang di pengadilan. Kalau menangani perkara pengadilan yang hebat, mereka ingin orang lain mengetahuinya. Kalau menangani kasus besar yang akan membuat mereka kaya, mereka harus menceritakannya pada orang lain. Noah sampai kurang tidur membayangkan membuat Lehman bangkrut. "Tapi, bagaimanapun," katanya, kembali ke dunia nyata, "aku mungkin bisa membantu. Aku tidak akan kembali sampai musim gugur nanti, tapi nomor telepon dan alamatku ada dalam kardus itu. Teleponlah aku kalau kau membutuhkanku.” Aku mengangkat kotak kardus itu. Kardus itu terasa berat bagiku. dan lapisan bawahnya melengkung. "Terima kasih, kataku sambil menghadap ke arahnya. "Saya benar benar berterima kasih untuk ini.” "Aku hanya ingin membantu, Edward. Tak ada yang lebih menggetarkan daripada mengalahkan sebuah perusahaan asuransi. Percayalah padaku." "Akan kuusahakan sebaik mungkin. Terima kasih," Telepon berdering dan ia menyerbunya. Kemudian aku ke luar dari kantornya dengan barang bawaanku yang berat. *** Aku dan Miss Streep membuat kesepakatan aneh. la bukan negosiator yang hebat, dan jelas tidak membutuhkan uang. Aku berhasil menawar uang sewa itu sampai 150 dolar sebulan, termasuk air dan listrik, ia juga meminjamkan cukup mebel untuk mengisi empat kamar itue Di samping uang, ia juga menerima komitmen dariku untuk membantunya melakukan berbagai pekerjaan untuk mengurus tempat itu, terutama mengurus halaman rumput dan kebun. Aku akan memotong rumput, sehingga ia bisa menghemat tiga puluh dolar dalam seminggu. Aku akan memangkas pagar hijau, menggaru daun kering, pekerjaan biasa. Ada pembicaraan yang tidak jelas dan tidak selesai untuk mencabut alang-alang, tapi aku tidak serius menanggapinya. Bagiku, itu kesepakatan yang bagus, dan aku bangga dengan caraku yang business-like. Apartemen itu sedikitnya bernilai 350 dolar per bulan, jadi aku menghemat kurang lebih sekitar 200 dolar. Bukan termasuk transaksi yang buruk dalam keadaan seperti itu. Sesudah tiga tahun hidup dalam perpustakaan, aku butuh udara segar dan latihan, Tak seorang pun akan tabu aku jadi tukang kebun. Ditambah lagi kalau itu akan membuatku dekat dengan Miss Streep, klienku sendiri. Perjanjian sewa-menyewa ini dibuat secara lisan, dibayar dari bulan ke bulan, jadi seandainya tidak berjalan baik, aku akan pindah. Beberapa waktu yang lalu, aku melihat lihat beberapa apartemen bagus, cocok untuk pengacara baru yang akan menanjak. Mereka meminta tujuh ratus dolar sebulan untuk apartemen dengan dua kamar tidur, kurang dari tiga ratus meter persegi. Dan aku sudah bersedia membayarnya. Tapi sekarang banyak hal yang sudah berubah. Sekarang aku pindah ke pilihan kedua yang agak spartan, dirancang oleh Miss Streep, kemudian ditelantarkan selama sepuluh tahun. Ada sebuah ruang duduk sederhana dengan karpet kasar warna jingga dan dinding hijau pucat. Ada sebuah kamar tidur, dapur sempit seadanya, dan tempat makan terpisah. Langit langit di setiap ruangan disangga dari segala penjuru, menimbulkan efek klaustrofobia pada lotengku yang sempit. Tempat itu sempurna untukku. Selama Miss Streep tetap menjaga jarak, semuanya beres. la memaksaku berjanji bahwa tidak akan ada pesta-pesta ribut, musik keras, perempuan liar, mabuk-mabukan, obat bius, anjing, atau kucing. la membersihkan sendiri tempat itu, menggosok lantai dan dindingnya, memindahkan sebanyak mungkin rongsokan. La benar-benar menempel di sampingku ketika aku melangkah dengan susah payah menaiki anak tangga dengan barang-barangku yang tidak banyak. Aku yakin kalau ia merasa kasihan padaku. Begitu aku selesai menyeret naik kardus terakhir dan sebelum aku punya kesempatan membongkar apa pun, ia bersikeras supaya kami minum kopi di teras. Kami duduk di teras sekitar sepuluh menit, cukup lama bagiku untuk berhenti berkeringat. Lalu ia mengumumkan bahwa sudah saatnya mengurus rumpun bunga. Aku mencabuti rumput liar sampai pung gungku kejang. Beberapa menit ia jadi partner aktif, kemudian pindah berdiri di belakangku sambil menunjuk-nunjuk. Aku bisa lolos dari kerja kebun hanya dengan berlindung di Yugo’s. Aku dijadwalkan menjaga bar sampai tempat itu tutup, sesudah pukul satu dini hari. Malam ini tempat itu penuh, dan aku sungguh cemas melihat segerombolan teman kuliahku berkelompok mengitari dua meja panjang di sudut bagian depan. Ini adalah acara kumpul-kumpul terakhir mahasiswa hukum penghuni salah satu asrama, kelompok yang tidak akan mengundangku bergabung. Kelompok itu disebut The Fordiskum, jenis yang menulis di Tinjauan Hukum, mahasiswa-mahasiswa penting yang memandang diri sendiri terlalu serius. Mereka selalu mencoba berkelompok secara eksklusif dan rahasia, dengan ritual inisiasi dalam bahasa Latin dan ketololan lain macam itu. Hampir semuanya akan bekerja di biro hukum besar atau magang di pengadilan federal. Beberapa sudah diterima di sekolah pajak. Kelompok yang pongah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD