Aku menunduk dengan wajahku serendah Yuval. Tak seorang pun bisa mendengar, tapi ada juga beberapa lirikan karena cara kami mencangkung sewaktu makan.
"Nah, kemarin, Jim Oakley memberikan kesaksian di depan grand jury. Kelihatannya dia sudah membuat kesepakatan dengan pengadilan."
Bersama dengan kalimat penutup ini, Yuval duduk tegak dan memutar mata, seolah-olah sekarang aku mestinya sudah bisa menarik kesimpulan.
"Lalu?" tukasku, masih merunduk rendah.
la mengernyit, melirik sekeliling dengan resah, lalu menunduk. "Kemungkinan besar dia akan memberikan kesaksian tentang Henry. Mungkin juga Prince Yugo. Aku bahkan mendengar desas-desus yang menyeramkan bahwa sudah disediakan hadiah untuk kepalanya."
"Kontrak!"
"Ya. Pelan."
"Oleh siapa?" Sudah tentu bukan oleh bosku.
"Terkalah."
"Tentu bukan Henry." la melontarkan senyum pura-pura, dengan bibir rapat tanpa memperlihatkan gigi, lalu berkata, "Ini bukan yang pertama kalinya." Dan bersama dengan ini, ia menggigit segumpal besar sandwich, mengunyahnya perlahan-lahan sambil mengangguk ke arahku. Aku menunggu sampai ia menelan.
"Jadi, apa yang ingin kau ceritakan padaku?" aku bertanya.
"Biarkan posisimu terbuka."
"Aku tak punya pilihan."
"Kau mungkin harus pindah."
"Aku baru saja diterima di sini."
"Situasi bisa jadi panas."
"Bagaimana denganmu?" aku bertanya.
"Aku mungkin akan pindah juga."
"Bagaimana dengan yang lain?"
"Tak usah pedulikan mereka, sebab mereka tak peduli denganmu. Akulah temanmu satu-satunya."
Ucapan ini melekat dalam pikiranku selama berjam-jam. Yuval tahu lebih banyak daripada yang ia ceritakan, tapi sesudah beberapa kali makan siang lagi, aku akan mendapatkan semuanya. Aku sangat curiga kalau ia sedang mencari tempat untuk berlindung apabila bencana melanda. Aku sudah berjumpa dengan pengacara-pengacara lain di biro hukum ini—Alan, Levon, dan Ransom—tapi mereka hanya peduli dengan urusan sendiri dan tidak bicara banyak. Pintu mereka selalu terkunci. Yuval tak menyukai mereka, dan aku cuma bisa menduga-duga perasaan mereka terhadapnya. Menurut Yuval, Levon dan Ransom bersahabat, dan mungkin dalam waktu dekat punya rencana untuk membuka biro hukum sendiri. Alan seorang pecandu alkohol yang tak dapat diandalkan.
Skenario paling buruk adalah Henry dituntut, di-tahan, dan diadili. Proses itu sedikitnya butuh satu tahun. Sedang ia masih bisa bekerja dan mengoperasikan kantornya. Aku pikir ya memang begitulah. Mereka akan memecatnya dari ikatan pengacara sampai ia divonis.
Tenang, kataku pada diri sendiri.
Dan seandainya aku terlempar ke jalan lagi, itu sudah pernah terjadi. Aku berhasil mendarat dengan selamat.
***
Aku mengemudi ke arah rumah Miss Streep, melewati taman kota. Sedikitnya ada tiga permainan softball sedang berlangsung di bawah cahaya lampu. Aku berhenti di sebuah telepon umum di samping tempat pencucian mobil, dan memutar nomor tersebut. Sesudah tiga deringan, ada yang menjawab, "Halo." suara itu bergema menembus seluruh tubuhku,
"Apakah Yarber ada?" kataku, satu oktaf lebih rendah. Kalau ia bilang ya, aku akan langsung memutus sambungan.
"Tidak. Siapa ini?"
"Edward,” kataku dengan nada normal. Aku menahan napas, bersiap mendengar bunyi klik diikuti nada tunggu, juga berharap mendengar kata-katanya yang lembut, penuh kerinduan. Aduh, aku tidak tahu apa yang kuharapkan.
Ia terdiam, tapi tidak memutuskan sambungan. "Aku sudah memintamu untuk tidak menelepon,” katanya tanpa nada marah atau jengkel.
"Maaf. Aku tidak tahan. Aku mencemaskanmu.”
"Kita tidak bisa melakukan iní.”
"Melakukan apa?"
"Selamat tinggal." Sekarang aku mendengar bunyi klik, lalu nada tunggu.
Butuh nyali sangat besar untuk menelepon, dan sekarang aku menyesal telah melakukannya. Beberapa orang punya nyali lebih besar daripada otak. Aku tahu suaminya seorang pemberang gila, tapi aku tidak tahu sejauh mana ia akan bertindak. Bila ia jenis pencemburu, dan aku yakin demikianlah kenyataannya, sebab ia jagoan sembilan belas tahun yang menikah dengan gadis cantik, maka aku memperhitungkan kalau ia akan curiga dengan setiap gerakan istrinya. Tapi mungkinkah ia sampai begitu ekstrem untuk menyadap telepon mereka?
Kemungkinannya sangat kecil, tapi hal itu membuatku tak bisa tidur.
***
Belum satu jam aku tertidur, telepon berdering. Menurut jam digital, saat itu hampir pukul empat pagi. Aku meraba-raba mencari gagang telepon dalam kegelapan.
Dari Yuval, sangat resah dan bicara cepat dari telepon mobilnya. la sedang menuju tempatku, tak sampai tiga blok dari sana. Ada bencana besar, sesuatu yang mendesak, luar biasa. Bergegaslah! Berpakaianlah! Aku diperintahkan untuk menemuinya di tepi jalan secepat mungkin.
la sedang menungguku dalam minivan bututnya. Aku melompat masuk, dan ia langsung menggelar cerita sewaktu kami meluncur pergi. Aku sampai tidak sempat menggosok gigi. "Kita mau apa sebenarnya?" tanyaku.
"Ada kecelakaan besar di sungai," ia mengumumkan dengan serius, seolah-olah sangat sedih karenanya. Cuma kejadian biasa di kantor. "Beberapa saat sesudah pukul sebelas tadi malam, sebuah tongkang minyak lepas dari tambatan dan hanyut ke hilir, sampai menubruk kapal yang sedang dipakai untuk pesta SMA. Mungkin ada tiga ratus bocah di geladaknya. Kapal itu tenggelam dekat Indra Island, tak jauh dari pinggir sungai.”
"Itu mengerikan, Yuval, tapi apa yang bisa kita lakukan di sana?"
"Memeriksanya. Henry mendapat telepon. Henry meneleponku. Dan di sinilah kita. Ini bencana besar, berpotensi untuk jadi yang terbesar di Southaven selama ini."
"Dan ini perlu dibanggakan?"
"Kau tak mengerti. Henry tidak akan melewatkannya."
"Baik. Biarkan dia membungkus pantatnya yang gemuk dengan pakaian scuba dan menyelam mencari mayat."
“Bisa jadi tambang emas." Yuval mengemudi dengan cepat melintasi kota. Kami saling tak menghiraukan ketika hampir sampai ke pusat kota. Sebuah ambulans ngebut melewati kami, dan denyut jantungku terpacu. Satu ambulans lain memotong di depan kami.
Riverside Drive ditutup oleh berpuluh-puluh mobil polisi, semuanya dengan lampu berkeredapan menembus malam. Truk-truk pemadam kebakaran dan ambulans diparkir berimpitan, bumper menempel bumper. Sebuah helikopter berputar-putar di atas hilir sungai. Beberapa kelompok orang berdiri diam tak bergerak, kelompok lain berlari kian kemari sambil berteriak-teriak dan menunjuk-nunjuk. Tiang derek bisa terlihat dekat tepi sungai.
Kami berjalan cepat mengitari pita kuning dan bergabung dengan kerumunan penonton dekat tepian air. Peristiwa ini sudah lewat beberapa jam dan suasana tegang sudah mereda. Mereka sedang menunggu sekarang. Banyak di antara orang-orang itu berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil yang ketakutan, duduk di tepi sungai yang berlapis batu, mengawasi dan menangis sementara para penyelam dan petugas paramedis mencari jenazah. Para pendeta berlutut dan berdoa bersama keluarga. Berpuluh-puluh bocah dalam tuxedo basah dan gaun pesta koyak duduk berkerumun termangu-mangu, berpegangan tangan, menatap ke air. Salah satu sisi kapal itu mencuat tiga meter di atas permukaan, dan para penolong bergelantungan di sana, banyak di antaranya memakai pakaian selam hitam dan biru serta peralatan scuba. Yang lain bekerja dari tiga kapal ponton yang diikat jadi satu.