3

1716 Words
Bel istirahat pun berbunyi, Farhan dan tiga temannya Frans, Syam, dan Satria pun mengambil tempat di satu penjuru kantin. Frans yang sudah biasa memesan dan mengambil pesanan pun segera bangkit untuk memesan. "Han, lo yakin bakalan gabung sama anak Osis?" tanya Syam tiba-tiba. "Hooh, berarti ntar bakalan ketemu Reva tiap hari dong" tambah Satria. Farhan menoleh. "Ya terus kalo gue mau gabung kenapa?" pertanyaan Farhan membuat kedua temannya terdiam seketika. "Anak Osis mana asyik, han. Ga ada yang cantik" ucap Syam. "Tujuan gue gabung bukan buat itu, tapi kegiatan ini tuh bagus. Bisa nambah tali silaturahmi antar eskul dan organisasi. Sean juga udah ajak gue baik-baik dan gue setuju setuju aja". "Jadi lo beneran mau gabung di kegiatan seni dan olahraga" tanya Syam serius. "Iya" jawab Farhan singkat. "Lo mau gabung karena ada si Reva kan?" tanya Syam. Farhan tersenyum tipis. "Ya begitulah. Tapi sebisa mungkin gue harus profesional lah" jawab Farhan. "Makanan dateng" kata Frans sambil menaruh satu per satu mangkuk di meja. Ia yang kebingungan melihat wajah teman-temannya yang sedang menggoda Farhan. "Ehh lo pada kenapa?" tegur Frans. "Biasa, si Farhan" jawab Satria "Bucin dia" tambah Syam Farhan sama sekali tak menggubris, ia sibuk memainkan ponselnya sambil menyantap makanan nya. Meskipun begitu, Farhan memang selalu terlihat tampan. "Han, itu Reva" kata Syam sembari menunjuk ke arah Reva yang tengah berjalan menuju kantin. Farhan senang ketika Reva memilih duduk di meja sebelahnya. Bersama Salma, Reva biasanya memesan makanan di kantin. Ketika menyadari Farhan ada di meja sebelahnya, Reva segera manggut sambil tersenyum tipis. Jantungnya mendadak tak karuan sewaktu Farhan membalas senyumannya. Reva yang sedang menunggu Salma kembali membawa makanan yang ia pesan, terkejut karena seseorang menggebrak meja di hadapannya. "Ehh lo gak tau diri banget ya jadi cewe" Reva terdiam, ia memilih untuk bungkam apabila tengah berhadapan dengan nenek lampir seperti Sarah. Wajah Reva terlihat santai, jauh dibandingkan dengan Salma yang baru datang. Bahkan Salma meminta Reva untuk pergi dan tidak menggubris Sarah dan genk nya. Tapi, bukan Reva namanya jika mengalah tanpa salah. Suasana di kantin pun menjadi tegang, dengan kemunculan Sarah yang membentak Reva. "Lo bener-bener pengen gue bully kali yaa," ucap Sarah. Ia dengan sigap mengambil air minum di meja dan menyiramkannya pada baju Reva. Dari sekian banyak orang di kantin, hanya Farhan lah yang begitu emosi dan bisa menghentikan aksi Sarah. "Sarah" suara berat itu berhasil membuat Sarah dan kawan-kawannya menghentikan aksinya. Farhan menarik lengan Reva mendekat ke arahnya, Salma juga mengekori Reva dan membantunya memerat pakaian Reva yang basah. "Re gue ambilin jaket lo yah, lo tunggu sini" kata Salma perhatian. "Farhan, lo ngapain belain junior gatau diri ini?" tanya Sarah menggebu. Farhan menatap tajam ke arah Sarah. "Lo yang gatau diri, senior yang pantes jadi contoh, lo ga pantes bully junior yang gak bersalah kayak dia" tunjuk Farhan pada Reva yang tengah sibuk mengeringkan pakaian nya karena tubuhnya mulai merasa dingin. Untunglah sepatu nya tidak basah sampai ke dalam. "Reva, kamu gapapa?" tanya Farhan perhatian, ia memegang kedua bahu Reva, membuat Sarah semakin panas. "Engga aku gapapa kak" kata Reva berusaha melepaskan lengan Farhan. Meskipun Farhan tidak salah, Reva kini justru berniat menjauhinya. Ia menyadari, jika ia terus merespon Farhan, hal yang lebih daripada ini bisa terjadi. "Aku pergi dulu kak. Permisi" pamit Reva. Reva merasa kalau saat itu jalan satu-satunya adalah pergi. Buat apa ada disana, toh Reva bukan siapa-siapa, pikirnya. Langkah kakinya membawa ia duduk di taman belakang sekolah. Ia tak menyangka kalau bersekolah disini nyatanya juga mendapatkan masalah. "Ini bersihin baju kamu pake ini" tegur seseorang di hadapannya sambil menyodorkan tisu pada Reva. Reva tak menjawab, ia mendongak melihat siapa yang baik sekali kepadanya. "Kak Sean" kata Reva. Sean mengambil dua helai tisu dan menyodorkan nya pada Reva. Dengan senang hati Reva menerima pemberian Sean kemudian membersihkan bajunya. "Makasih banyak ya kak" ucap Reva. Sean mengangguk. "Kamu itu berani banget ya cari masalah sama si Sarah" katanya. Reva melirik Sean. "Aku ga cari masalah sama siapa siapa disini, kak. Niat aku cuman sekolah" kata Reva. "Aku tau kok Re, lebih baik kamu sekarang fokus dulu ke sekolah kamu sama organisasi" ucap Sean kemudian pergi meninggalkan Reva. Apa yang Sean bilang itu memang benar. Reva harus fokus kepada kedua itu. Masalah lain, ia harus bisa lupakan. Terlebih tak lama lagi Osis akan mengadakan kegiatan yang butuh banyak persiapan. ... "Re, lo dijemput?" tanya Salma. "Emm kayaknya sih gitu" jawab Reva. tangannya masih sibuk untuk membereskan alat-alat tulis di meja. "Kalo gitu, gue duluan ya. Gue udah di jemput" pamit Salma. Reva mengangguk. "Iya Sal, hati-hati" "Pasti Re" teriak Salma. Setelah membereskan alat tulisnya, Reva segera menuju halte. Ia biasa dijemput di halte oleh Pa Amin. "Sepi amat koridor, tumben" gumam Reva. "Reva" suara berat itu membuat Reva seketika menghentikan langkahnya. "Ada apa lagi kak?" tanya Reva. "Maaf ya gara-gara aku kamu jadi kena masalah sama Sarah" kata Farhan. "Gapapa kak, aku ga pernah takut karena aku ga salah" ucap Reva. "Oh ya Re, aku pengen tau kenapa kamu gabisa dateng ke turnamen basket" kata Farhan. "Kan aku udah bilang, aku ada tugas, aku pengen maksimalin nilai" nada bicara Reva meninggi. Bahkan Farhan pun merasa aneh dengan sikap Reva. "Re kamu..." "Udah kak, aku mau pulang. Aku udah di jemput. Permisi" potong Reva kemudian pergi. Farhan masih terpaku di tempatnya. Ia memutuskan untuk menghampiri teman-teman basket nya di lapang. Wajahnya tampak gusar. ... Reva melangkahkan kakinya menuju ke halte. Sesampainya disana mobil avanza hitam sudah terparkir. "Neng, bajunya kenapa kusut gitu?" tanya Pa Amin serius. Ia memperhatikan baju Fira yang kusut. Reva tersenyum. "Emm engga kenapa kenapa kok Pa, ini cuman ketumpahan air aja kok" jawab Reva berbohong. Pa Amin mengangguk percaya. "Waduh, kok bisa neng" "Reva ga hati-hati Pa, Reva kan suka ceroboh" jawab Reva sambil tertawa. Pa Amin mengangguk lagi kemudian membukakan pintu mobil untuk Reva. Dua menit kemudian, Pa Amin segera melajukan mobilnya menuju rumah. .... Sean Prayoga, ketua Osis Sma Nusantara. Tinggi, tampan, baik, ramah, dan tegas. Ia populer karena kepemimpinan nya bagus. Siapa yang tidak suka dengan laki-laki seperti Sean. Memang betul, semua bisa menjadi pemimpin, tapi tidak semua pemimpin memiliki jiwa kepemimpinan. Beruntungnya Sean merupakan salah satu dari sekian pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan. Sepulang sekolah Sean tidak langsung pulang ke rumah, ia menuju ke suatu tempat. Sesampainya disana, Sean menghampiri seorang perempuan sebayanya yang tengah duduk di halte depan Sma Bhakti sambil memainkan ponselnya. "Udah lama Li?" tanya Sean pada perempuan itu. Perempuan itu mendongak dan tersenyum pada Sean. "Ehh Sean, engga kok aku baru banget keluar" jawabnya. "Lili" panggil Sean. Perempuan yang bernama lengkap Liliana itu pun melirik sebagai tanda merespon. "Kenapa Sean?" tanya Lili. "Gimana kalo kita main ke toko buku dulu?" ajak Sean. Lili tersenyum sambil menganggukan kepalanya pelan. "Boleh, kebetulan aku pengen banget kesana, tapi ya kamu tau sendiri Sean aku gabisa bawa motor" Sean tertawa. "Kenapa kamu gak ajak aku aja dari waktu itu?" tanya Sean "Ga enak Sean, kamu keliatan nya sibuk. Jarang on juga" "Iya sih, aku belakangan ini sibuk. Apalagi bakalan ada kegiatan besar di Osis sekolah aku" "Kegiatan Osis?" tanya Lili Sean mengangguk. "Iya. Ah ya udah lah kita lanjut di motor aja yuk ngobrolnya" kata Sean menyudahi Lili tersenyum. "Iyaa bener. Keburu sore ntar" kata Lili sambil menerima helm dari Sean. Ketika Lili sudah naik, Sean segera melajukan motornya dengan kecepatan normal dan melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda. Keduanya akan pergi ke toko buku terbesar di Kota. Sean dan Lili terlihat akrab. Karena jarak antara rumah Sean dan Lili lumayan dekat. Belum lagi, mereka sudah saling kenal sejak kecil dan bersahabat hingga sekarang. Keduanya memiliki impian yang sama yaitu kuliah di fakultas kedokteran. Liliana, perempuan berkulit kuning langsat, dagu yang lancip itu sudah lama menjadi idaman Sean. Sudah lama pula Sean menyukai Lili, namun Sean belum berani mengungkapkan perasaan yang sebenernya pada Lili, bahwa ia sudah menganggap Lili lebih daripada sahabat. Ia takut jika mengungkapkan perasaannya pada Lili akan merusak persahabatan mereka. Hal itulah yang tidak diinginkan Sean. Maka dari itu, Sean rela menyimpan perasaannya sendiri. Sean percaya semua akan indah pada waktunya. ... Sore itu.... "Mah" panggil Reva di ruang keluarga. "Kenapa Re?" tanya Ana "Izin mau ke toko buku ya mah" ucap Reva. Ana mengangguk. "Beli buku lagi?" tanya Ana. "Iya mah, ada buku-buku baru soalnya" jawab Reva riang "Ya udah, dianter Pa Amin gak?" tanya Ana Reva mengangguk. "Berangkatnya aja mah, pulangnya Reva bisa sendiri kok" kata Reva. "Hati hati ya Re, jangan kemaleman." pesan Ana. "Iya mah, assalamualaikum," pamit Reva sembari mencium punggung tangan Ana. Tak lupa Ana mencium kening Reva. Lima menit kemudian, Pa Amin melajukan mobilnya menuju toko buku. Perjalanan dari rumah ke toko buku sekitar setengah jam. Reva mengeluarkan earphone nya dari dalam tas. Kemudian memasangnya dan mendengarkan lagu. Reva menghabiskan perjalanan dengan menonton video tutorial membuat makanan itali, sejak kecil Reva sangat ingin menjadi chef. Ia sangat bersyukur karena impian nya ini didukung penuh oleh kedua orang tuanya. Sesampainya disana ia mengenakan tas main nya, ia juga meminta Pa Amin untuk pulang saja. Ketika melewati parkiran, Reva melirik sebuah motor berwarna biru putih terparkir disana. Motor nya seperti tidak asing pikir Reva. "Kayaknya gue pernah liat motor ini dimana yaa" gumam Reva sambil kembali berjalan masuk ke dalam toko buku. Kring kring kring Bunyi notifikasi telpon di ponselnya benar-benar menganggu ketenangan Reva. Sambil berjalan, ia menekan tombol terima dengan wajah malas dan menempelkan benda persegi panjang itu di telinganya. "Halo" sapa orang ditelpon "Iya halo. Kenapa kak?" tanya Reva. "........................" "Aku mau ke toko buku. kenapa?" "........................" "Eh ga usah" "........................" "Hemm ya udah deh. Babay" tutup Reva. Kembali ia melanjutkan langkahnya. Pertama-tama Reva memilih milih buku khusus Ipa, mengingat ada sebuah tugas dari Bu Susan. Setelah itu, Reva memilih milih buku novel romance. Dari kejauhan, Reva melihat laki-laki dan perempuan disana sedang tertawa berdua sambil membaca buku. "Bucin" bisik Reva sambil tertawa. Ia pun berjalan ke arah mereka karena novel yang ia inginkan ada di dekat pasangan itu. Setelah jarak Reva cukup dekat, pasangan itu berbalik. Si pria kemudian berkata "Reva" Reva terkejut melihat Sean dan perempuan. "Kak Sean" "Kamu ngapain disini?" tanya Sean. "Emm cari buku" jawab Reva gelagapan. Lili tersenyum ke arah Reva, dan Reva membalas senyuman Lili. "Kamu kesini sama siapa? sendiri?" tanya Sean. "Iya aku sen..." "Reva kesini sama gue" sambar pria yang tiba-tiba berada di belakang Reva.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD