Wulan membuka mulut lebar-lebar saat Dokter Bayu memeriksanya dengan menggunakan senter. Setelah itu, Dokter Bayu Darmono duduk dan tersenyum. Dokter spesialis kedokteran jiwa ini masih berusia tiga puluh tahun dan cukup tampan.
Gadis berambut bob itu memandang sang dokter dengan penasaran. Sudah hampir tiga tahun dia menderita apashia tanpa alasan yang jelas. Wulan bertanya bagaimana hasil pemeriksaannya menggunakan bahasa isyarat.
"Nggak ada keanehan apa pun, Wulan, semuanya normal," jelas Dokter Bayu.
Wulan mengerutkan kening lalu bertanya dengan menggunakan gerakan tangan. Jika memang seluruh kondisinya normal, Wulan ingin tahu mengapa sampai saat ini dia tidak dapat berbicara.
"Aku rasa masalahnya ada di sini." Dokter Bayu menunjuk pelipisnya. "Kamu belum bisa menerima masa lalumu, dan kamu belum bisa menerima dirimu sendiri. Menurutku satu-satunya cara untuk mencari tahu bagaimana kamu bisa bicara adalah mengetahui bagaimana masa lalumu dulu."
Wulan mengangguk dia kemudian menceritakan pada Dokter Bayu mengenai rumah sakit jiwa tempatnya dirawat dulu, tapi tak ada seorang pun yang tahu dari mana asal Wulan dan siapa orang tuanya.
Wulan hanya tahu tentang Diana Vionita, Adik ibunya yang katanya tinggal di Amerika. Dia rutin mengirimi Wulan uang setiap bulan, tapi wanita itu sama sekali tidak bersedia dihubungi. Wulan pun mengalami kebuntuan tentang pencarian jati dirinya. Siapa dirinya sendiri Wulan sama sekali tidak tahu.
Dokter Bayu menepuk pundak Wulan. "Suatu saat pasti ada jalan, Wulan. Nggak ada rahasia yang bisa ditutupi selamanya. Suatu saat pasti rahasia masa lalumu akan terbongkar, bersabarlah."
Wulan tersenyum dan mengangguk. Akhirnya dia berpamitan dari ruang praktek Dokter Bayu tanpa hasil apa-apa. Wulan menghela napas kemudian menyusuri kota Surabaya sendirian menuju ke rumah susun di mana ia sekarang berteduh.
***
Shita keluar dari kamarnya dengan mengenakan kaos dan celana jeans. Dia sudah siap berburu barang diskon di Dhanuswara Trade Center hari ini. Di ruang tengah dia melihat ayahnya, Kombespol Adam yang tengah duduk sembari menonton berita. Ekspresi wajahnya tampak serius.
Shita melirik berita itu sekilas. Berita tentang pengusaha kaya bernama Handoko Wijayanto yang tutup usia diumur delapan puluh tahun akibat serangan jantung. Berita itu disiarkan oleh media dengan begitu intens sebab pengusaha tersebut adalah pemilik stasiun televisi swasta itu.
"Ayah," tegur Shita.
Pria berambut putih itu menoleh dan tersenyum. "Ya?" tanyanya.
"Aku mau belanja dulu ya, pulang agak sore. Nanti kalau makan tinggal hangatkan kare di kulkas," pamit Shita.
Kombespol Adam mengangguk. "Ya, hati-hati."
Setelah putrinya berlalu pergi, Adam kembali mengamati siaran berita itu dengan serius. Dia mengepalkan tangannya seolah-olah sedang marah.
***
Shita melangkah menuju lantai dua rusun. Dia menuju kamar nomer lima belas, kamar Igo, teman masa kecilnya. Hari ini dia mau berbelanja banyak barang, jadi dia butuh pemuda berbadan bongsor itu untuk menjadi asistennya.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Shita masuk ke dalam kamar lelaki itu. Pintu kamar Igo memang sudah lama rusak, karena itu Shita tahu bahwa bahwa kamar itu tidak dikunci.
"IGO!"
Shita berteriak dengan lantang. Kamar pemuda itu telah berubah sejak tiga tahun terakhir, menjadi mirip gudang. Sampah-sampah berserakan di sana sini. Baju kotor dan bersih bercampur jadi satu dan dibiarkan menggunung di pojok ruangan. Semenjak ibunya meninggal seperti inilah gaya hidup Igo.
Igo, sahabat baiknya sejak kecil yang berbadan tinggi dan kurus dengan rambut merah masih tertidur pulas dengan air liur menetes di atas ranjang. Shita menghampirinya dan mengguncang-guncangkan tubuh cowok itu dengan kuat, tapi cowok itu sama sekali tidak terbangun.
"Ayo bangun, Go! Ayo!"
"Aduh ... ini hari Minggu." Igo bermalas-malasan sambil mengelap air liurnya.
"Bangun, nggak! Kamu kan janji mau mengantarku pergi belanja kemarin!" Shita mengingatkan.
"Aduh ... besok aja...."
"Nggak bisa, harus hari ini! Diskonnya terakhir hari ini!"
Igo tidak menggubris dan tetap terlelap. Shita mendengus dengan kesal berbagai cara yang digunakannya untuk membangunkan Igo sama sekali tidak berhasil.
Shita memandangi Igo yang tidur dengan mulut terbuka dengan penuh air liur yang menetes dari sudut bibirnya. Pemuda itu benar-benar jelek dan mengesalkan! Shita mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah Igo.
"Hei Igo, bangun, kalau nggak ... aku cium kamu!" ancam Shita. Air muka gadis itu sedikit merona. Namun, Igo yang sudah berkelana di alam mimpi bergeming. Shita jadi makin jengkel. Diambilnya spidol hitam permanen dari dalam tasnya dan dicoret-coretnya wajah Igo dengan benda itu.
"Rasakan!" seru Shita setelah menyelesaikan karya seninya. Gadis itu keluar dari kamar Igo.
***
Taman Bungkul adalah taman yang tetapkan sebagai taman terbaik se-Asia Tenggara pada tahun 2013. Sebuah taman di pusat Kota Surabaya tepatnya di Jalan Darmo dengan fasilitas yang lengkap. Ada skateboard track dan BMX track, jogging track, plaza (panggung untuk live performance berbagai jenis entertainment), zona akses gratis, telepon umum, area green park dengan kolam air mancur, hingga taman bermain anak-anak.
Haru berdiri di satu sudut taman, matanya mengawasi seorang pedagang asongan yang menjajakan dagangannya di taman itu. Seorang pria tampan berjanggut tipis dengan senyuman yang manis. Ya, Haru datang jauh-jauh dari Jakarta ke Surabaya hanya untuk melihat pria itu.
Haru mendesis saat melihat beberapa gadis yang kebetulan lewat mengawasinya. Dia memasang headphone di telinganya untuk menghidari suara-suara ribut yang melintas di pikirannya. Inilah yang membuatnya tak menyukai tempat umum.
Gadis-gadis itu memandang Haru dengan tatapan menilai. Wajar saja, sebab Haru memang cukup tampan, mirip-mirip Sehun EXO. Apalagi dia juga mengenakan barang-barang bermerk. Sepatunya Louboutin, bajunya Givenchy, gelangnya Hermes. Jika seluruh barang yang dikenakannya ditotal, harganya bisa menembus enam puluh juta rupiah. Wanita mana yang tak tergoda?
Dari arah berlawanan, seorang gadis berjalan sambil melamun. Karena tidak memperhatikan jalan, gadis itu tidak sengaja menabrak Haru hingga headphone yang dipakai Haru terlepas. Gadis manis itu menunduk dan tersenyum kecil seolah meminta maaf. Tanpa mengatakan apa pun, dia kemudian pergi begitu saja meninggalkan Haru.
Haru terdiam. Dia memandangi gadis yang baru saja menabrajnya tadi dengan saksama. "Aku nggak bisa mendengar apa-apa...."
Entah karena dorongan apa Haru mengikuti gadis itu. Gadis berambut pendek itu berhenti di depan zebra cross menunggu lampu berubah warna menjadi merah agar dia bisa menyebrang. Setelah lampu berubah merah, gadis itu melewati zebra cross. Dia tak sengaja menyenggol seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya yang masih TK. Sebuah gambaran tiba-tiba muncul di hadapannya.
Seorang anak laki-laki kira-kira berusia tiga tahun terkapar di atas aspal dengan bercucuran darah, ibunya memeluknya erat sambil menangis dan memanggil-manggil namanya.
"Arga! Arga!"
Gadis itu tersentak. Dia menoleh ke belakang dan melihat ibu dan anak TK di belakangnya yang hendak menyeberang zebra cross. Keduanya adalah orang yang ada dalam pengeliatannya barusan. Buru-buru gadis itu berlari dan mencegah kedua orang itu menyebrang.
Seorang pengendara motor mengebut dan menerobos lampu merah hingga hampir menabrak ibu-anak itu. Tapi untungnya, ibu dan anak itu sudah ditarik lebih dulu sehingga motor itu melaju pergi. Sang ibu berteriak marah pada pengendara motor itu dan berterima kasih pada si gadis. Dari kejauhan Haru diam-diam menyaksikan pemandangan itu.
***
Apasia: Kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan berbahasa.