Setelah berhasil menyelamatkan sebuah nyawa (lagi). Wulan melanjutkan perjalanan menuju rusun. Dia melewati tangga spiral untuk naik ke kamarnya di lantai dua, kamar nomer empat belas. Pintu kamar nomer lima belas, milik tetangganya tiba-tiba terbuka. Igo Casanova, sang tetangga, keluar dari kamar dan tersenyum manis . Wajah cowok itu penuh dengan coretan spidol permanen yang membuat Wulan menahan tawa sambil menutupi mulutnya.
"Hai, cewek!" sapa titisan playboy abad pertengahan itu sambil mengangkat kedua alisnya.
Wulan balas melambaikan tangan lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Igo semringah. "Kenapa ya dia senyam-senyum begitu, jangan-jangan terpesona dengan ketampananku?" pikir Igo narsis.
Pak Dahlan, tetangga Igo yang berprofesi sebagai tukang becak motor, muncul dari kamar nomer enam belas. Pria berusia enam puluh tiga tahun itu terbahak-bahak, memperlihatkan barisan giginya yang hanya tinggal dua.
"Ada apa dengan wajahmu, Bro? Make up baru ya?" tanya Pak Dahlan sambil tergelak.
Igo terperanjat. Dia segera menutup pintu kamarnya dan menuju cermin di atas wastafel. Igo ternganga melihat bayangannya. Wajahnya benar-benar mengerikan dan penuh dengan coretan spidol warna hitam permanen.
"Apa ini! Pantas saja si Wulan mesam-mesem gitu, ternyata mukaku begini!" Igo menyentuh mukanya dan melihat gambaran.
Shita yang tersenyum dihadapannya sambil memegang spidol warna hitam.
Igo mendesis. "Shita...."
Dengan susah payah dia membersihkan coretan spidol permanen di wajahnya itu. "Dasar Shita b******k! Awas kamu nanti!"
***
Shita sedang berperang bersama puluhan wanita lainnya dalam mengambil baju-baju diskon di Dhanuswara Trade Centre. Shita menjadi wanita yang paling kuat dan gesit dibanding semua wanita itu. Secepat kilat dia memilih baju yang menurutnya bagus. Ketika ada cewek yang tanpa sengaja mengambil baju yang sama, langsung saja dipelototinya. Wajah Shita yang gahar tentu saja membuat nyali lawannya menciut.
"Diskonnya tinggal tiga puluh menit lagi," teriak petugas kasir mengingatkan. Puluhan cewek itu makin menggila.
Shita yang akhirnya selesai mendapatkan semua baju yang diinginkannya langsung berlari ke kasir. Dia berdiri dua barisan paling depan. Para wanita yang lain pun mengikuti jejaknya dengan berbaris di belakangnya.
Di kasir sebelah pun berjajar wanita yang sudah seperti kaki seribu. Di sana berbarislah tiga orang cewek cantik yang sangat dikenali Shita. Shita tadi tak sempai melihat wajah mereka karena terlalu serius berjuang demi kemerdekaan.
"Arina! Citra! Elli!" Shita dengan fasih menyapa ketiga teman sekelasnya itu.
"Eh, Shita!" seru ketiga cewek itu kompak. Keempat cewek yang hobi belanja barang diskon itu pun tersenyum.
Setelah selesai membayar barang yang mereka beli, mereka sepakat untuk nongkrong di salah satu lantai dua DTC. Ketiga cewek mengobrol tentang salah satu selebgram yang sedang naik daun, Iptu Doni. Rupanya mereka sama-sama mengagumi polisi dari Polda Metro Jaya itu.
"Eh, ngomong-ngomong soal i********:, kalian tahu nggak tentang Cyber Daisy?" Elli tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.
"Tahu dong!" jawab Arina dan Citra.
Shita mengerutkan keningnya tak mengerti. "Hah? Saiber apa?" tanya Shita bingung.
"Ya ampun, s**t, kamu ini kudet banget sih! Masa kamu nggak tahu Cyber Daisy! Itu lho, peramal yang lagi terkenal di i********:!" Arina menerangkan.
"Oh ... Dia kenapa?"
"Ramalannya itu lho! 100% tepat! Nggak pernah meleset!" jelas Citra.
"Masa sih? Jangan-jangan hoax!" Shita mengerut, dari dulu dia tak pernah percaya dengan ramalan dan klenik.
"Oke, ayo kita buktikan! Mana ponselmu!" pinta Elli
Shita mengeluarkan smartphone dari dalam tasnya lalu memberikannya pada Elli. Elli membuka aplikasi i********: dan membuka akun @cyberdaisy dari ponsel Shita. "Kamu mau diramal soal apa? Karir? Keuangan? Cinta?" tanya Elli.
Shita diam dan tampak berpikir lalu dengan malu-malu dia menjawab "Cinta."
"Oke, kalau begitu ayo kita mention dia! @cyberdaisy nama saya Mashita." Elli sibuk mengetik di ponsel Shita. "Tanggal lahir?"
"Sebelas Mei," jawab Shita.
"Saya ingin bertanya, kapankah saya menemui sang pangeran impian saya?" Elli mengetikan kalimat yang diucapkannya. Shita tersenyum-senyum sendiri, sambil membayangkan hal yang aneh-aneh.
"Langsung di jawab!" kata Elli.
"Eh, mana-mana?" tanya Shita penasaran. Dia merapatkan duduknya dengan Elli agar bisa melihat layar ponselnya. Kalimat balasan dari Cyber Daisy adalah...
@shita_pras hari ini kamu akan bertemu pangeran berbison hitam di depan DTC jam 10.05. Dia selalu memakai headphone.
"Apa ini?" Shita mengerutkan bingung saat membaca komen balasan dari Cyber Daisy itu.
"Asyiknya Shita! Kamu bakal ketemu jodoh kamu, lho!"
Ketiga cewek itu histeris. Shita sama sekali tidak terlihat senang. Pangeran berbison hitam apanya, sih? Shita sudah punya pangeran impian sendiri sejak kecil. Poor Prince yang tinggal di lantai atas rusunnya.
"Ah, nggak jelas begini isi ramalannya!" protes Shita.
"Ini harus dibuktikan, Shita! Sekarang jam berapa?" tanya Elli.
Arina melihat jam tangannya. "Jam sembilan lebih empat lima."
"Kurang dua puluh menit lagi! Ayo cepat, kita tunggu di depan!" seru Elli semangat. Dengan paksa ketiga cewek itu menyeret Shita.
***
Shita berdiri didepan DTC bersama ketiga teman sekelasnya seperti orang gila. Mereka tengah menunggu jodoh Shita yang―katanya Saiber ntah siapa―akan lewat di depan DTC ini. Shita mendengus sudah hampir lima belas menit mereka menunggu dan tidak ada apa pun di sana. Shita merasa dirinya begitu bodoh karena percaya dengan peramal dunia maya yang aneh itu.
"Aduh, lama amat sih," keluh Shita mulai tidak sabar.
"Sabar, s**t, lima menit lagi!" Elli mendekap erat tangan Shita agar gadis itu tidak kabur. Shita mendesah pasrah, dia terpaksa mengikuti keinginan ketiga cewek yang menurutnya konyol itu.
Setelah merasa menunggu sangat lama sekali, akhirnya Shita sudah hilang kesabaran. Dia melepaskan tangannya dari Elli dengan kasar dan membalikkan badannya, menaiki tangga kembali masuk ke DTC.
"Malas ah!" dengus Shita
"Tunggu, s**t! lima detik lagi!" seru Citra.
"Nggak mau! Kayak orang bodoh aja!" teriak Shita. Dia tidak melihat ke depan dan akhirnya bertabrakan dengan seorang cowok yang baru keluar dari DTC.
Cowok itu keren, rambutnya hitam cepak, wajahnya tampan, kulitnya putih mulus tanpa jerawat, ada kesan sedikit oriental. Belum lagi dia sangat stylist dengan balutan pakaian bermerk mahal. Sebuah headphone menggantung di lehernya.
Shita terdiam, bagaimana pun Shita adalah wanita. Kalau melihat barang sebening ini tentu saja dia terpesona. Cowok itu menatap Shita dengan lurus kemudian berdecak.
"Minggir!"
Shita terkesiap dan segera menyingkir, memberi jalan pada cowok keren itu. Cowok itu meninggalkan Shita dan melewati tiga teman sekelas Shita yang juga terpesona melihat wajah gantengnya.
Cowok itu berhenti di depan jalan raya. Sebuah mobil Mersedes S Class berhenti di depannya. Sang sopir berlari keluar dan membukakan pintu untuknya. Cowok itu masuk ke mobil dan melaju pergi.
"Gila! Keren! Ganteng! Tajir! Shita kamu beruntung banget!" seru ketiga teman sekelas Shita yang segera menghampiri Shita. Shita masih tepekur di tempatnya.
"Itu pasti jodohmu Shita! Itu pasti jodohmu! Seperti kata Cyber Daisy tadi, pangeran, naik bison hitam dan pakai headphone!" seru Elli antusias.
Wajah Shita bersemu karena terus digoda. "Ah, itu kebetulan saja! Lagi pula aku juga nggak kenal dia, berjodoh gimana? Kita nggak akan ketemu lagi!" sergah Shita tetap tidak percaya
***
Haru duduk di dalam mobil sambil memandang ke luar jendela. Di depannya duduk sopir dan sekretarisnya Johan. Johan menatap Haru dari kaca spion. Dia mencoba menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan majikannya itu.
Haru berubah drastis dalam lima tahun terakhir. Dulu dia adalah anak yang polos dan cerita, kini Haru menjadi apatis. Tatapan mata pemuda itu terkadang kosong, terkadang juga penuh dengan kebencian. Johan selalu menduga-duga apa yang sebenarnya sedang dipikirkan bocah jenius dengan IQ seratus enam puluh tersebut.
"Presdir, kapan Anda akan kembali ke Jakarta? Ada beberapa relasi yang ingin bertemu dengan Anda." Johan mencoba membuka pembicaraan. Gelar Presdir otomatis menjadi milik Haru setelah kakeknya meninggal meskipun usia pemuda itu belum genap enam belas tahun. Haru Dhanuswara adalah pewaris tunggal tahta Dhanuswara Corporation.
Haru tak menjawab. Dia hanya menatap jalan yang mereka lalu dari jendela kemudian bersedekap. "Suruh mereka ke sini saja, aku tidak mau ke Jakarta," jawab Haru akhirnya.
Johan mendesah. Sikap arogan milik Agus Dhanuswara, mantan bosnya yang telah meninggal itu ternyata kini juga diwarisan kepada cucunya. Jika Haru sudah mengeluarkan otoritasnya siapa pun tidak bisa melawannya.
"Baiklah, akan saya sampaikan."
Sejenak Haru memandang ke depan, wajahnya seolah teringat pada sesuatu. Haru mengeluarkan ponselnya dan menunjukannya pada Johan. Dalam ponsel itu ada foto seorang cewek cantik berambut panjang sebahu.
"Bisa kamu cari tahu tentang gadis ini?"
Johan mengamati foto di ponsel iti sejenak lalu mengangguk. "Baik saya mengerti."
Haru membuka toples permen gula yang ada di samping joknya kemudian memasukannya ke mulut dan mengunyahnya dengan santai. Dia butuh banyak asupan nutrisi setelah seharian menggunakan kekuatannya.
***