When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
“Sayang, aku bisa jelaskan semuanya.” Sacha menahan pergelangan tangan Lia agar wanita itu tidak masuk begitu saja ke dalam rumah. “Apa lagi sih Mas?” Lia membalikkan badannya, menatap Sacha penuh ke kecewaan. “Tadi itu hanya rekan bisnis aku.” Lia terkekeh mengejek, “Tidak ada sejarahnya rekan bisnis meminta tolong untuk ditemani ke salah satu toko pakaian dalam, Mas.” Lia berucap penuh kesakitan di dalam hatinya. Perih, itu lah yang dia rasakan saat melihat sang suami sedang berjalan dengan seorang wanita di salah satu toko pakaian dalam wanita. Otak Lia sudah tidak bisa lagi berpikir jernih saat ini. Seketika ucapan Marthin kembali singgah di kepalanya. “Aku mohon, jangan bilang Mamaku dan Mamamu.” Sacha menatap Lia penuh memohon. “Tenang saja Mas, aibmu adalah aibku juga.” L