Bab 4. Sandiwara di Hadapan Mertua

1114 Words
Di kantor. Jika melihat Selly bekerja atau sedang dalam kondisi formalnya, Sean selalu tidak bisa fokus karena gairah yang tercipta dari pandangan apa yang ia lihat. Selly memang tidak pernah absen memakai pakaian seksi tiap hari. "Come here Baby ...." Wanita yang memiliki postur tubuh indah gemulai itu, menghampiri dengan manja. Di saat jam pulang beberapa menit lagi, mereka selalu menyempatkan untuk bermesra atau sekedar saling b******u, dengan imbalan sesuatu yang akan dipinta oleh Selly setelahnya. "Masih mencari Briana?" "Aku gak tau info lanjut dari Deffa, tapi katanya menjadi harapan kecil untuk ditemui. Aku rasa ini sudah saatnya aku melupakan," balas Sean sembari melintir-lintirkan rambut Selly. Tentu, menjadi hal yang amat membahagiakan bagi wanita itu. Skandal gelap yang mereka jalani ini sudah lama, bahkan di saat Sean masih menyandang sebagai kekasih Briana. Selingkuh? Ya, bisa dikatakan begitu, tetapi bagi Sean Selly hanya benda mainan yang menghiburnya. Tetap saja hati pria itu hanya dimiliki oleh Briana seorang. "Aku akan menjadi satu-satunya, Sean?" "Gak. Aku memiliki banyak yang sepertimu di dalam club, mereka sama-sama mainan. Lakukan saja, jangan didasari oleh cinta. Kamu tahu? Cinta itu merepotkan!" ujar Sean tampak menyeringai. Di hadapan Selly ia selalu terang-terangan menunjukkan keburukan, bahkan dirasa itu adalah suatu kebanggaan. Yakinlah hanya kepada Selly dan teman-teman dekatnya. "b******n ya, haha ... tapi kalau aku sampai bawa ke perasaan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab, 'kan Sean?" Sean tertawa renyah menanggapi, kemudian ia merentangkan tangannya membentuk ekspresi meledek. "Aku angkat tangan, kecuali kamu hamil anakku!" Lalu ia berbisik, "Tapi kita 'kan gak ngelakuin apa-apa." Kembali lagi Sean tertawa, berhasil membuat raut wajah Selly kesal. "Hamili aku sekarang!" "Bibit unggul yang akan menjadi penurusku harus berkualitas, Sayang ...." Semakin kesal, terlebih dengan tawa Sean yang semakin hanyut meledeknya. Namun, pria itu kembali formal, mencumbu lagi wanita penghiburnya itu gigitan kecil di leher Selly. "Jangan marah, mau minta apa hari ini?" Seketika senyum lebar terhias. Selly mengecup bibir Sean dengan lembut. "Tas, Sean. Ada banyak branded incaranku!" "Baik—" Suara Sean tiba-tiba terjeda, tatkala suara dering ponsel yang menghambat momen kemesraannya. "Halo Pah!" [Pulang cepat, kalau gak ada kerjaan yang penting-penting sangat. Mertuamu, Elthan akan berkunjung, kamu harus pulang sebelum mereka datang] Sambungan dimatikan, berbarengan dengan suara hembusan napas. Lagi-lagi momen kebosanan akan ia hadapi, malas terlihat. "Aku pulang sekarang. Keinginanmu kita beli besok!" Akhirnya Selly juga yang menanggung rasa kesal itu. *** Sampai di rumah. Sean langsung disuguhi oleh peraturan-peraturan yang sedang dikeluarkan oleh sang papa. "Di depan mereka kamu harus terlihat harmonis, jangan sampai menunjukkan kalau pernikahan ini atas dasar keterpaksaan. Tolong kerjasamanya Sean, papa gak enak sama mertuamu." "Sekarang di mana dia?" Nathan menunjuk ke arah wanita yang sedang bermain bersama anak kecil di halaman belakang sana. Suara tertawanya begitu lembut terdengar, dengan putri kecil dari kakaknya yang tampak akrab bercanda. "Menger—" "Aku cukup dewasa Pa!" Sean berjalan menghampiri taman belakang tersebut, ia mengusap pundak istrtinya dengan kecupan lembut yang tiba-tiba ia berikan. Tentu, sangat terkejut untuk Hara yang mendapatkan, sampai-sampai ia terlonjak sembari menganga dengan mata memelotot. "Kak Sean ...." "Om!" Sementara anak dari kakak perempuannya itu sudah hinggap di pangkuan. "Kakak baru aja cium aku?" tanya Hara, masih terlihat melongo. Belum sempat membalas, tiba-tiba suara dua orang menghampiri mereka. Tampak tersenyum hangat serta bahagia. "Anak bunda ...." Indra pendengar Hara sangat tajam, sampai ia terlihat terkejut dan seketika tatak-tutuk mencari keberadaan mereka. "Ayah, Ayah? Itu Ayah sama Bunda aku?" Sean langsung merengkuh pundak isterinya untuk membantu gadis itu menghampiri orang tuanya. Percayalah, saat itu Elthan dan juga Liana merasa tenang dan lega. "Syukurlah, kekhawatiranku tidak benar. Aku merasa senang Sean bisa menerima putriku," batin Elthan. "Ayah, Bunda ... Hara kangen ...." Seketika kehangatan menyergap. Segala rasa resah, gundah gulana hilang sekejap. Hara seakan menemukan pelindung hidupnya. "Kamu bahagia, Sayang?" Tiba-tiba pertanyaan sang ibu membekukan ekspresi Hara. Sean pun sama halnya, ia takut jika wanita itu akan mengutarakan kejujurannya selama menjadi istrinya, di hadapan mereka. "Sangat bahagia Bunda, di sini aku diperlakukan baik seperti kalian memperlakukanku. Aku sudah memiliki empat orang tua, dan satu laki-laki yang baik!" balas Hara menunjukkan raut kebahagiaannya. "Nasib baik. Wanita ini pandai menutupi kesalahanku dengan berbohong. Biarlah, itu tertanda dia cukup sadar dengan keberadaannya," batin Sean. "Sean tante sangat berterima kasih. Kamu pria yang bijaksana, tolong terus seperti ini. Perlakuan anakku dengan lembut karena dia memiliki hati yang lemah. Aku cemas kalau keberadaannya menjadi keterpaksaan," ujar Liana. "Tante bukankah kau sekarang sudah menjadi bundaku juga? Dan, Om sudah menjadi ayahku. Hara pun akan menyandang ibu untuk anak-anakku nanti. Jadi, jangan cemaskan kita, aku tahu caranya menjadi suami!" balas Sean begitu bijak. "Aku mulai muak," batin Sean menyadari kebohongannya. "Ah, ya ... aku jadi teringat perihal cucu." "Aku juga Liana, kita sama-sama menantikan pendatang baru!" sahut Metha. Seketika Hara tersenyum hambar, Sean pun terdiam. Elthan dan Nathan mulai berbicara berdua, sama halnya dengan istri mereka. Ya, membicarakan perihal calon penerus yang sedang mereka gadang-gadangkan. "Mereka terlalu berekspektasi tinggi, walau sebenarnya aku yakin itu gak akan terjadi," batin Hara. "Terus berpura-pura bahagia di hadapan orang tua, seakan-akan pernikahan ini bukan didasarkan keterpaksaan. Aku gak mau dilihat jahat!" bisik Sean. Hara lagi-lagi hanya tersenyum. "Tenang Kak, aku cukup sadar diri. Kalau bukan untuk menyelamatkan namamu, aku sungguh malas melakukan ini!" Menjadi tamparan keras tentunya, tetapi hati beku Sean justru tersulut dengan ucapan istrinya yang begitu berani. "Berpikir lagi sebelum berucap, kamu bisa saja aku siksa lagi setelah ini!" "Aku tunggu!" *** Sudah berada di club. Akhirnya Sean bisa melarikan diri dari rumah, setelah ibu dan ayah mertuanya pergi. Kini, waktunya ia menghibur diri dengan kepuasan di bar. "Sudah buat anak berapa, Sean?" ujar Maxime, sementara matanya melirik ke arah Jordy seolah kejahilan akan mereka mulai dari temannya yang paling kaya itu. "Aku nggak sentuh dia!" balas Sean. "Kalau buat aku saja bagaimana, Sean? Bagiku memiliki gadis buta adalah suatu keberuntungan, apalagi secantik Hara. Oh astaga, aku sedang membayangkan betapa nikmatnya dia. Aku rasa wanita-wanita di sini tidak ada apa-apanya dibanding dia," ucap Jordy. "Mati dulu di tanganku!" balas Sean menekan. Lagi-lagi menjadi gelak tawa bagi mereka. "Why?" tanya Jordy. "Aku juga menyukai Hara. Dia sangat cantik dan lugu." "Aku memang berniat menceraikan gadis itu, tapi bukan berarti aku melepas dia dengan pria-pria seperti kalian!" balas Sean tampak tegas. "Kau pun sama seperti kita. Aku rasa manusia paling bodoh itu kau, tidak menghargai apa yang sudah diusahakan orang tua. Padahal perginya Briana adalah suatu yang tepat!" sahut Juan. Aura pria itu benar-benar mencolok, terkesan cuek tetapi kejam. "Aku setuju. Jangan terus kau sakiti dia, kami paham bagaimana karaktermu Sean. Selain bermulut uang, kau juga kejam perihal kepuasan hati. Pulang saja, daripada menghamburkan uang untuk wanita di sini, lebih baik kau gauli istrtimu yang gratis dan menguntungkan!" timpal Cleo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD