Bab 3. Nyaris Tergoda

1059 Words
Sudah larut malam. Sebenarnya Sean sangat malas pulang, tetapi pikirannya terus saja tertuju pada sang istri yang ia ikat dari tadi pagi di dalam kamar. Hatinya yang keras dibutakan kebencian, terlebih keterpurukannya terhadap sang calon istri yang pergi. Seakan-akan Sean meluapkan semua itu kepada Hara, tanpa kenal rasa kasihan atau hanya sekedar sadar akan kondisinya. "Tidur di luar!" Baru saja memasuki rumah, Sean sudah mendengar lengkingan suara sang papa yang menggema. Tentu menjadi keterkejutan, ia baru saja pulang dari lelahnya seharian bekerja, tetapi kepulangannya disambut oleh bentakan. "Pa ...?" "Punya otak kamu kunciin istri di dalam kamar? Pemimpin, kamu itu pemimpin Sean! Di mana jiwa membimbingmu? Apa perlu masuk sekolah menjadi suami yang becus?" "Dia yang seharusnya masuk sekolah untuk menjadi istri yang becus, atau setidaknya bisa menjadi pembantu aku, Pah!" Nathan mengepal kuat, rahangnya mengeras. Tidak menyangka jika anaknya itu tidak memiliki kedewasaan yang matang. Ya, seusia Sean bukan lagi tentang mementingkan ego atau kepuasan diri. "Aku menyesal menghidupinya dengan uang, bukan kasih sayang," batin Nathan. "Dia tidak normal seperti kita Sean, kamu yang normal seharusnya menyadari kondisi dia. Istrimu gak bisa lihat, kamu harus ngertiin kalau dia gak mampu melayani!" "Lalu apa gunanya jadi istri? Bukannya aku sudah bilang, menikah dengan gadis buta sama saja menambah beban. Ini yang papa mau? Demi menyelamatkan nama keluarga, aku yang menderita!" Sampai detik itu, Nathan ingin melayangkan pukulannya. Namun, tangannya ditahan oleh sang istri. Saat itu, Sean justru keluar demi menghindari pertengkaran besar. "Jangan kasar, dia sudah besar. Tenaganya lebih kuat darimu, aku gak mau lihat anakku memukul balik papanya!" Sean memang memiliki sifat tempramental dan itu hanya Metha yang tahu. Jika sesuatu yang tidak bisa ia terima, apa pun bisa menjadi pelampiasannya, sekalipun keluarga atau ia sendiri. "Batasi anak-anakku dengan uang. Aku nggak mau putraku yang lain menjadi sepertinya, manja, gak punya kedewasaan!" Metha memejamkan mata, perempuan cantik itu hanya mampu mengelus d**a. Mana tega dirinya melakukan itu, sementara putra-putrinya adalah permata yang harus ia timang-timang. Sadar memang, hanya dirinya yang selalu memanjakan anak-anak, bahkan untuk saat ini ia tengah mengkhawatirkan sang putra yang sedang berada di luar. "Suruh Tomo kunci gerbang supaya anakmu itu gak keluar, atau menginap di tempat lain. Lakukan, jangan mencari kesempatan untuk membiarkannya masuk!" Metha memang mencintai anak-anaknya, tetapi tidak bisa ia pungkiri jika ia juga menakuti suaminya. "Baiklah ...." Sementara di tempat lain. Surti yang saat itu sedang menjalani tugas baru selain menjadi baby sitter Hara, ia diberi perintah untuk memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengannya. Itu semua atas ucapan Nathan. Ia cukup trauma, takut sang anak akan melakukannya kembali karena perbuatan Sean hari ini di luar batas. Maka dari itu, ia ingin penjagaan Hara diperketat oleh ART. "Bik, kenapa suami Hara belum pulang? Hara udah maafin kok, tolong bilang ke papa Nathan jangan hukum kak, Sean!" "Non Hara, kami hanya menjalani tugas. Sekarang tuan lagi di luar, dia gak boleh masuk. Jadi, Non Hara tidur saja, ya!" "Kakak tidur di luar?" "Iya Non, dia sedang dihukum bapak." Bagi Hara perbuatan Sean tadi pagi adalah hal yang wajar, sebagai timbal balik perbuatannya yang juga melakukan kesalahan. Ia tidak ingin suaminya tidur di luar, sementara jika setelah hukuman itu selesai nanti, ia yang akan menjadi bulan-bulanan mulut pedasnya Sean. "Aku mau kasih dia selimut. Kesalahannya gak seberapa, tapi dihukum kayak gitu. Aku kasihan." "Gadis ini lembut sekali, dia gak mikir bagaimana perbuatan tuan yang keterlaluan tadi. Diikat sampai sore hari, menahan lapar dan haus, apalagi dalam kondisinya yang tidak melakukan apa-apa," batin Surti. Sementara Sean saat ini tengah menendang-nendang gerbang. Niatnya ingin keluar, justru terkalahkan oleh satpam, bahkan sudah banyak cemoohan yang ia keluarkan untuk penjaga rumahnya itu. "Kalian terlalu patuh dengan pria tua, itu!!" Tomo—penjaga gerbang dengan beberapa satpam lainnya, hanya mampu menunduk tidak bisa melakukan apa-apa. Pasalnya kunci sudah diserahkan kepada Nathan, sehingga marahnya pun akan sia-sia. Akhirnya Sean memutuskan untuk beristirahat di pos satpam, dengan cara menghukum mereka berdiri di hadapan gerbang sedangkan ia sendiri yang menempati tempat mereka. "Berdiri sampai pagi, aku yang menempati tempat kalian. Ini hukuman karena selalu patuh sama, papa!" Dalam hati mereka tergelitik. Pria itu sedang dihukum, tetapi ia menghukum orang lagi. Terkesan konyol dan tidak bijak. Namun, mereka hanya bekerja, maka dari itu tetap dilakukan karena tidak memiliki kuasa untuk menentang. "Baik, Tuan!" Sean mendudukkan bokongnya di atas kursi tak berbusa, terasa keras dan sakit. "Seharusnya aku duduk di atas sofa yang empuk, mandi air hangat, tidur nyenyak bukan adanya di tempat jelek ini. Gadis itu benar-benar membawa pengaruh buruk!" "Kak, Sean ...." "Astaga!" Sean terkejut melihat kedatangan istrinya, tak menyangka perempuan itu bisa keluar seorang diri bermodalkan tongkat dengan membawa satu selimut miliknya. "Masuk!" "Aku mau tidur di sini juga!" "Bodoh, mau nambahin masalah, hah?!" bentak Sean. Akan tetapi, Hara justru memajukan langkahnya, memberinya selimut setelahnya tersenyum lebar. "Jangan telat bangun!" Hara kembali memegang tongkat, kemudian ia memutar balik tubuhnya dan mulai melangkah menyusuri jalan menggunakan batang tipisnya. Sean masih mengamati, bahkan sampai Hara memasuki rumah. Tiba-tiba, pandangannya salah fokus dengan pergelangan kaki Hara yang memerah. Ya, itu adalah bekas ulahnya tadi pagi. "Gadis aneh, sudah disiksa tetap saja baik!" *** Di hari berikutnya. Dini hari tadi, Sean diselamatkan oleh sang mama. Karena Metha terus memantau dari atas balkon, merasa sangat iba dengan anaknya yang tidak nyaman beristirahat di luar. Sampai Sean masuk ke kamar benar-benar dalam kondisi mengantuk berat dan tidak menyadari jika sang istri tidur di atas ranjangnya. Ya, sebab biasanya Hara tidur di sofa. Kini saat pagi tiba, wajah pertama yang ia lihat adalah ketenangan dari Hara yang tidur seperti bayi. Bulu matanya yang lentik terlihat mendongak ke atas tatkala mata itu terpejam, hidung bangir dengan bibir merah bak buah ceri. "Kenapa dia cantik?" Sudah tiga hari pernikahannya berjalan, ia baru menyadari jika istrinya memiliki paras yang menawan. Memang itu yang menjadi keunggulan Hara. Mungkin itu yang disebut dibalik kekurangan pasti ada kelebihan. "Ah, apa yang aku pikirkan? Aneh ini aneh, gadis buta aku kagumi. Tetap saja, dia beban bagiku!" Bodohnya, ia sudah menyadari tetap masih menyangkal. Semua terbentuk karena rasa bencinya. Namun, lagi-lagi wajah itu justru menjadi candu. Katakan saja Sean munafik, padahal jika ia mau berdamai dengan dirinya kalau, Hara adalah haknya penuh yang apa pun ingin ia lakukan, boleh-boleh saja. "Sial, menggoda sekali!" Nyaris terbakar oleh pesona kecantikan natural dari Hara, Sean mau menciumnya. Namun, yang ia lakukan adalah bangkit dari tempat tidur sebelum pikiran liarnya menjalar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD