"Jangan terlalu keras kepada Ibumu." Teguran dari Kapten Damar saat aku mengantarkannya untuk keluar membuatku merengut kepadanya. Pintar sekali dia mengguruiku tanpa tahu apa yang aku rasakan, dan saat melihat wajahku yang tidak bersahabat, alisnya yang tebal itu terangkat seolah menantangku untuk berbicara. "Aku benci ngeliat Bunda yang masih berharap ke Ayah. Aku yakin hati Bunda akan luluh kalau Ayah bilang akan ninggalin si Gundik dan minta maaf. Tanpa effort apapun Bundaku akan dengan mudahnya memaafkan. Aku benci melihat Bundaku bodoh soal perasaan dan harga dirinya. Dari awal dijadikan tulang punggung bahkan sampai akhir pun beliau masih bodoh." Aku membuang pandanganku, kemanapun asalkan tidak menatap ke arah Kapten Damar, aku tidak ingin dia melihat betapa sedihnya aku memikir