Wanita Simpanan Ayah
"Saya tidak ingin terlalu banyak berbasa-basi, singkat saja Mbak Harti, perkenalkan saya Putri Wahyuni, dan ini anak saya Dio Gunawarman, putra saya dengan Mas Agung."
Bak disambar geledek, mendengar apa yang diucapkan oleh wanita muda yang mungkin hanya berjarak dua tahun dariku ini, aku seketika melongo. Merasa mungkin aku salah dengar aku melihat ke arah Bunda, dan reaksi beliau pun sebelas duabelas sepertiku.
Melongo, dan tidak percaya atas apa yang baru saja kami dengar dari tamu yang datang pagi buta ini. Ya, sebelumnya aku sangat penasaran dengan tamu yang mengusikku saat aku harus bergegas untuk ke rumah sakit, sebagai koas, terlambat adalah hal yang haram tapi sekarang apa yang aku dengar dari wanita muda yang membawa anak ini menambah daftar makianku kepadanya.
Aku mengerjap pelan, menatapnya yang ada di hadapanku, perempuan yang mengaku bernama Putri ini masih sangat muda, cantik, ya harus aku akui meski dia sudah memiliki anak apalagi jika disandingkan dengan Bunda yang sudah mulai berumur, tapi segala hal yang dia ucapkan olehnya seketika menjadi tidak masuk akal saat dia memperkenalkan anaknya sebagai putra Ayahku.
Dan apa dia bilang barusan? Istri siri? Lelucon macam apa ini? Ayahku tidak mungkin bermain serong apalagi dengan perempuan seusia anaknya ini.
Ayahku tidak mungkin semenjijikkan itu, beliau adalah seorang Perwira terhormat. Posisi yang beliau dapatkan sekarang di dapat bukan hanya dengan kerja keras dan pengabdian beliau saja melainkan juga dengan keringat Bunda untuk beliau lancar menempuh pendidikan lanjutan. Dengan semua hal terjal yang telah mereka berdua lalui, dengan Bunda yang membantu Ayah habis-habisan lantas sekarang saat Ayah berhasil meraih pangkat Kaptennya di usianya yang tidak lagi muda, ada seorang yang datang mengaku istri sirinya.
Demi Tuhan, aku bahkan tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat, otakku terlalu lambat untuk mencerna apa yang terjadi disaat aku seharusnya menyeret tamu tak tahu diri yang sudah membuat Bunda jantungan, sampai akhirnya si J4lang yang bertamu ke rumah kami ini meraih sesuatu dari diaper bag yang dibawanya.
"Sepertinya kalian berdua tidak percaya dengan apa yang saya katakan."
Sepucuk surat yang aku tahu merupakan surat keterangan nikah siri terpampang nama Ayah bertanggal 3 tahun lalu, dan yang paling membuat hatiku hancur adalah aku menemukan potret Ayah yang sedang bersama wanita tersebut, mereka berdiri bersisian saling memamerkan cincin pernikahan dengan senyuman lebar dalam satu acara yang terlihat sangat sederhana layaknya pernikahan siri lainnya yang hanya dihadiri keluarga dekat.
Dalam sekejap keterkejutanku berubah menjadi rasa jijik saat melihat pasangan yang beda usia tersebut yang begitu berbahagia, bagaimana bisa mereka tersenyum diatas kebohongan? Bagaimana bisa mereka tersenyum disaat ada hati orang lain yang mencintai mereka yang terluka?
Aku terdiam dan menggigit bibirku dengan kuat. Seluruh tubuhku gemetar, kekecewaan dan rasa amarah yang aku rasakan menggelegak karena lelucon yang buruk ini. Ditengah kemarahanku yang nyaris tidak terkendali, Bunda meraih kertas sialan yang ada ditanganku, lembut halusnya tangan Bunda membuat hatiku benar-benar hancur saat aku membeku tidak mampu menghentikan Bunda untuk melihat hal paling menyakitkan dalam hidupnya ini.
"Kalian lihat kan. Saya tidak berbohong, saya memang istri Mas Agung. Ini bukti pernikahan kami, memang hanya surat keterangan nikah siri, tapi dimata Allah saya adalah istri yang sah juga dan kedudukan saya sama seperti Mbak Harti disamping Mas Agung."
Kedudukannya sama dia bilang dengan Bundaku? Adakah yang lebih menggelikan dari kata-kata tidak tahu malu dan tidak tahu diri wanita J4lang yang menjadi simpanan Ayahku ini?
"Lantas apa yang kamu inginkan Mbak Putri?" Suara tenang Bunda menusukku, bahkan disaat seperti ini Bunda masih bisa menjaga sikap tenangnya sementara aku mati-matian menahan diri untuk tidak mencekiknya. Tangan bunda yang halus menahanku, dan saat merasakan tangan Bunda yang dingin, aku tahu jika dibalik sikap tenang beliau ada hati yang hancur berkeping-keping. "Seperti yang kamu tahu suami saya seorang Abdinegara, dia tidak diizinkan untuk berpoligami. Surat keterangan nikah siri Anda ini bisa saya jadikan alat untuk menuntut balik Anda, bagaimana bisa Anda yang muda dan cantik ini mau menikah dengan pria yang lebih cocok menjadi Bapak Anda sendiri apalagi Anda hanya dinikahi secara siri? Pantaskah Anda menyebut diri Anda setara dengan saya? Saran saya Mbak Putri, lebih baik Anda segera pergi dari rumah saya. Saya dan anak saya sibuk, silahkan cari Mas Agung jika ada masalah."
Ketenangan Bunda dan kalimat halusnya namun menusuk tersebut membuat wajah cantik dihadapanku ini pias, seharusnya di titik ini si p3lakor simpanan Ayah ini mundur tapi kembali lagi, pelakor adalah mahluk tak berakal yang hanya mengandalkan selangkangnya untuk berpikir, wajahnya yang pucat seketika memerah saat J4lang ini bangkit dan berteriak keras.
"DASAR NENEK TUA BANGKA, BERANINYA KAMU MENGANCAM SAYA. DISINI SAYA JUGA ISTRI MAS AGUNG, SAYA BAHKAN PUNYA ANAK LAKI-LAKI YANG BAHKAN NGGAK BISA KAMU BERIKAN. JIKA ADA ORANG YANG HARUS PERGI DARI RUMAH INI, ORANG ITU KAMU. SAYA JUGA BERHAK ATAS RUMAH INI SAMA BESARNYA SEPERTI KAMU."