"Bisa agak cepat, Mas Damar? Saya buru-buru mau pulang." Tanpa segan aku duduk di sampingnya karena tidak mungkin aku duduk dibelakang dan memperlakukan Kapten Damar ini seperti sopir, kutarik seatbelt karena keamanan nomor satu, tapi tak pelak mendapati Kapten Damar yang masih terdiam membuatku menoleh ke arahnya yang menatapku dengan pandangan tidak percaya. Seketika aku merutuki diriku sendiri yang agak keterlaluan, kapten Damar berbaik hati memberikan tumpangan, mengantarkanku pulang tapi apa yang aku ucapkan kepadanya terkesan seperti sebuah perintah. Batari, demi Tuhan, kamu benar-benar seperti wanita yang tidak beradab. Susah payah Ibumu mendidikmu menjadi wanita anggun, tapi jiwa barbarmu justru meluap disaat kamu bersama dengan seorang yang tidak tepat. Aku meringis, terpaksa