Setiap luka itu selalu ada obatnya, dan untuk setiap luka yang aku miliki obat itu berwujud seorang pria tampan nan matang dengan karier mapan bernama Damar Kusuma. Hahaha, jangan sampai dia mendengar hal ini karena sudah pasti dia akan besar kepala saat mendengarnya. Aku tidak tahu harus prihatin atau senang dan merasa beruntung saat Mas Damar mendampingiku dengan telaten saat aku harus terapi untuk kedua kakiku yang nyaris lumpuh karena kecelakaan buruk itu, mereka yang melihat melemparkan tatapan mencibir yang sulit aku indahkan. Aku berusaha tidak peduli, mengikuti saran Mas Damar untuk mengacuhkan setiap tatapan mencemooh tersebut dan menganggap mereka menatapku hanya karena memiliki mereka mata tapi lama kelamaan aku merasa terganggu juga dengan pandangan tersebut. Sampai akhirnya